Grand Wira Hotel adalah hotel pertama yang dibangun di bawah nama Awira Group. Di hotel tersebut, Natha memiliki posisi tertinggi sebagai Corporate Owner dan posisi Albara saat ini sebagai General Manajer. Memiliki hotel awalnya adalah keinginan Albara yang pernah diceritakan kepada Natha. Kemudian, didengar dan didukung penuh oleh abang dan kakaknya. Hotel yang diperjuangkan penuh agar kepemilikan atas nama Natha.
Pada awalnya, kepemilikan hotel akan diatas namakan Albara. Namun, Albara menolak dan lebih setuju jika urusan kepemilikan adalah nama kakaknya. Albara lebih senang menjadi General Manajer yang dapat berurusan langsung dalam mengatur dan mengontrol urusan hotel, agar menjadi hotel yang banyak diminati.
Semenjak Mahanta mengatakan ingin membuka hotel baru di daerah Bandung, membuat Natha dan Albara kewalahan. Tentu bukan perkara mudah untuk membangun sebuah hotel. Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan mulai dari biaya, lokasi, perekrutan arsitek yang profesional, studi kelayakannya, persaingan hotel lain dalam satu wilayah yang sama, dan masih banyak lagi. Mencari pegawai yang sesuai kriteria mereka, juga tidaklah mudah. Terlebih Awira Group juga akan membuka perusahaan cabang baru.
Ingin menyerah rasanya saat ini, jika tidak ada Natha yang selalu memberikannya semangat. Pada pagi harinya, Albara dan Natha akan ikut meeting di perusahaan utama Awira Group. Membahas tentang perusahaan cabang baru dan hotel baru. Kemudian, pada siang harinya, mereka akan kembali untuk menyelesaikan urusan hotel. Setelah selesai jam kerja di hotel, mereka akan kembali ke perusahaan untuk berbincang dengan saudara-saudaranya mengenai hotel.
Sulit bagi Albara yang harus membagi pikirannya untuk mengurus hotelnya yang saat ini sedang ada recruitmen pegawai baru dan penambahan fasilitas hotel, dengan rencana pembangunan hotel baru.
Ada banyak hal yang masih belum Albara mengerti tentang keputusan si sulung Adiyawira. Apa yang membuat Mahanta berkeinginan mempunyai perusahaan cabang dan hotel baru secara bersamaan. Apakah dia sudah mempertimbangkan lebih jauh tentang keputusannya atau belum.
"Dek, Kakak telepon kok nggak diangkat, sih?" Suara Natha yang masuk ke dalam ruangan mengejutkan Albara dari lamunannya.
"Kakak telepon aku?"
"Kakak telepon kamu lima kali ada, tuh. Kakak kira kamu pingsan, makanya Kakak samperin."
Albara mengecek hp miliknya dan benar saja ada lima panggilan tak terjawab dari Natha. Albara menghembuskan nafasnya yang berat.
"Maaf, Kak, hp lagi mode silent."
"Kakak bawa makan siang, menunya ayam geprek kayak biasanya, nih. Sini makan dulu!" ajak Natha.
Natha meletakkan dua porsi ayam geprek yang dia pesan dan dua botol air mineral. Memang sebelumnya, mereka sudah berencana memesan makan siang hari ini karena tidak perlu keluar cari makan. Albara menghampiri Natha yang mengeluarkan makanan dan membukakan makanan untuk dirinya dan juga adiknya.
Sudah terlihat jelas bagi Natha jika Albara sedang kewalahan. "Capek banget, ya, Dek?" tanya Natha disela makan. Albara mengangguk tak berbicara.
Jika sudah di depan Natha memang sulit rasanya untuk berbohong. Natha sudah menjadi tempat paling dia percaya untuk menumpahkan segala masalahnya. Menceritakan kesulitan yang sedang dia hadapi. Cuma Natha, yang paham pada posisinya saat ini.
"Maaf ya, Kakak nggak bisa cegah Bang Mahan buat nggak bangun hotel baru. Kalau kamu udah capek urus hotel ini, kamu nggak perlu urus tentang hotel baru," ujar Natha yang merasa kasihan pada Albara.
"Nggak apa-apa, Kak. Kita udah janji kalau ada urusan tentang hotel, bakal kita selesaiin bareng. Bukan cuma aku yang capek, pasti Kakak juga kecapekan urus hotel ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMOGA BAHAGIA [COMPLETED]
General FictionLahir di keluarga yang lengkap dan sempurna adalah keinginan terbesar Laluna yang hanya bisa dia pendam sedalam-dalamnya. Mungkin, menjadi keinginan yang sulit Laluna cantumkan dalam rangkaian doa yang setiap malam dia rapalkan. Ada satu doa yang se...