17. Sekali Lagi, Dibuat Terkagum

181 23 0
                                    

Hari ini, Luna berangkat ke kampus bukan karena ada jam kuliah, melainkan melihat kakaknya yang latihan band. Tiga hari lagi, ada perlombaan yang diikuti oleh band kampus.

Luna melihat latihan itu sedikit terpaksa, karena sejak pagi Gavin terus memaksa Luna untuk menemaninya latihan. Kakaknya itu juga berjanji akan mengajak Luna berjalan-jalan dan ke toko buku setelahnya. Bagaimana Luna tidak tergiur dengan ajakan kakaknya? Toko buku adalah tempat yang Luna sukai.

Luna duduk di pojok ruangan, cukup jauh dari posisi anak band latihan. Melihat Gavin dan teman-temannya latihan bersama. Di matanya, Gavin adalah kakaknya yang pandai bermain gitar, memamerkan keahliannya. Tangannya begitu lihai memainkan senar gitar.

Luna mengambil hp-nya dan mengambil foto dan video Gavin. "Keren juga Kak Gavin. Kalau Bang Raffan juga ikut band, pasti tambah keren," gumamnya sendiri.

Luna hanya tersenyum dan mengacungkan jempolnya ketika Gavin melihat ke arahnya. Ada perasaan bangga yang muncul di dalam hatinya, melihat salah satu kakaknya memainkan gitar saat latihan tanpa ada kesalahan. Mengingat kakaknya yang selalu mengatakan, jika dirinya tidak percaya diri jika harus tampil di depan banyak mata yang memperhatikannya. Selalu membandingkan dirinya dengan Raffan yang memiliki tingkat percaya diri yang berbeda, lebih tinggi di atasnya. Mungkin Luna akan menangis jika melihat kakaknya tampil suatu saat nanti.

"Luna," panggil seseorang. Luna mengalihkan pandanganya ke arah suara.

"Yumna? Ngapain di sini?" Luna sedikit tersenyum setelah melihat siapa yang datang menghampirinya.

"Lihat mereka latihan aja." Yumna duduk di sebelah Luna dan menatap ke arah anggota band yang sedang berlatih.

"Anggota UKM band juga? Atau baru mau ikut?"

"Penginnya sih gitu, tapi kan harus punya alat musik sendiri."

"Oh ya? Emang nggak bisa pinjam alat musik di kampus?" tanya Luna. Yumna mengangkat bahunya, tidak tahu.

"Harusnya sih bisa, asal nggak di bawa pulang aja. Nanti aku tanya kakak aku, deh," ucap Luna menawarkan.

"Siapa?"

"Itu yang main gitar." Luna menunjuk Gavin yang sedang memainkan gitarnya.

"Kak Gavin?"

"Iya."

Yumna mengangguk mengerti. "Oh iya, ini ikat rambut kamu ketinggalan di panti. Arya yang nemuin waktu beres-beres ruang tamu." Yumna menyerahkan ikat rambut merah muda milik Luna

Luna baru tersadar jika ikat rambutnya tertinggal. Sudah satu minggu lebih dia kehilangan ikat rambut itu. Ikat rambut yang dibelikan Yasa saat tahun baru Adiyawira bersaudara di Bali.

Luna mengambil ikat rambut miliknya dan memasangnya sebagai gelang tangan. "Makasih, ya. Aku malah lupa."

"Ayo Dek, makan!" ajak Gavin menghampiri mereka sembari sibuk bermain hp.

"Eh, Yumna. Hai!" sapa Gavin yang baru menyadari keberadaan Yumna yang duduk di samping Luna.

"Hai, Kak! Aku juga mau pergi dulu ya, Kak, Lun."

"Nggak mau bareng nih ke kantin?" tawar Gavin.

Yumna tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Makasih Kak, buat tawarannya. Tapi nggak dulu. Setelah ini, aku ada kelas soalnya."

"Oh gitu, ya udah kapan-kapan aja, Yum!"

Yumna pergi lebih dulu meninggalkan ruang latihan. Luna hanya menatap kepergian Yumna dengan pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Yumna sepertinya dekat dengan kakaknya.

SEMOGA BAHAGIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang