02. Sama atau Berbeda

416 43 0
                                    

Langit malam ini terlihat sangat indah. Bulan yang bersinar dengan terangnya dan banyak bintang yang berlomba memancarkan cahayanya yang cantik. Bersama-sama menyembunyikan gelapnya malam. Hal ini, membuat Luna tersenyum ketika sesekali memandang langit yang baginya terlihat mengagumkan.

Luna berjalan memasuki jalan perumahannya, tepatnya di Blok C. Luna tidak memesan taksi online seperti biasa karena dia ingin berjalan dari taman depan perumahan ke rumahnya sembari menenangkan pikirannya yang akhir-akhir ini cukup kacau. Setiap langkahnya berpikir apakah sudah saatnya masa kehidupannya yang lebih sulit akan dimulai.

Luna tersenyum getir, mengingat sebenarnya semua kehidupannya sudah terasa sulit sejak dituntutnya sebuah nilai, di mana minimal nilai adalah 95. Semua itu, hanya untuk memenuhi sebuah ekspektasi.

Dia sesekali memandangi rumah-rumah mewah yang dia lewati sembari berpikir, apakah penghuninya memiliki kehidupan yang sama atau lebih baik atau bahkan lebih buruk darinya. Memang salah jika dia harus membandingkan kehidupan seperti ini, tetapi dia hanya ingin tahu apakah menjadi orang kaya atau menjadi anak dari orang kaya bisa membuatnya bahagia. Ataukah sebaliknya, seperti yang dia alami sekarang ini.

Luna berkacak pinggang dan menghembuskan napasnya kasar setelah sampai di depan rumahnya yang terbilang mewah. Belum sempat membuka gerbang, muncul sorot cahaya lampu mobil yang datang, menyorot ke arahnya dan berhenti tepat di belakangnya. Luna membalikkan badan dan melihat mobil yang dia kenali. Mobil kakaknya, Yasa. Luna tersenyum tipis dan mengisyaratkan agar kakaknya tidak perlu turun dari mobil, biar dirinya yang membuka gerbang rumah.

Setelah menutup gerbang lagi, Luna sedikit berlari ke arah kakaknya yang sudah selesai memarkirkan mobilnya di garasi rumah.

"Loh, Adek baru pulang? Sama siapa?" tanya Yasa. "Tadi nggak ada izin pulang telat loh di grup."

"Hehehe... Maaf Kak, tadi lupa ngabarin. Hp aku juga baterainya habis. Aku pulangnya naik taksi," jawab Luna berbohong.

"Ya udah, ayo masuk! Abang sama Kakak yang lain pasti udah nungguin. Tadi, Bang Mahan katanya udah pesen makanan," ajak Yasa dan hanya dijawab anggukkan oleh Luna.

Yasa Adiyawira atau Kakak Yasa. Anak kelima Keluarga Adiyawira yang pendiam, tetapi perhatian. Bahkan perubahan kecil sifat maupun kebiasaan saudaranya pun dia tahu. Selalu memperhatikan sekitarnya dan memperlakukan orang di sekitar sebagaimana mestinya. Semua itu membuat orang-orang yang bekerja dengannya selalu nyaman dan tidak tertekan. Yasa sendiri adalah orang yang paham saat saudara-saudaranya ada masalah. Terutama kepada adik-adiknya yang sering kali mendapatkan masalah di sekolah maupun kampus mereka. Dia akan berusaha membantu menyelesaikan masalah adik-adiknya agar tidak banyak pikiran dan berujung stress.

Yasa tersenyum kecil melihat Luna yang berjalan di depannya dan membiarkan Luna menggandeng tangannya. Tidak terkejut melihat kebiasaannya yang sering menggandeng abang atau kakaknya yang lain ketika jalan bersama. Sebenarnya, Yasa tidak terlalu nyaman jika orang lain menyentuhnya apalagi menggandengnya secara tiba-tiba. Namun, dirinya tidak masalah jika adiknya yang melakukan itu. Kebiasaan kecil Luna yang tidak pernah Yasa lupakan.

Sesampainya di dalam rumah, sudah ada abang dan kakak mereka yang menyiapkan makanan di meja makan. Luna yang melihat mereka, sedikit melambatkan langkah kakinya, menyamakan dengan langkah kaki Yasa yang tadi berjalan di belakangnya.

Yasa menyadari pergerakan Luna yang melambat, mengusap tangan adiknya yang mengandeng sejak tadi. Paham betul dengan apa yang Luna rasakan saat ini. Yasa hanya tersenyum kecil dan mengangguk saat mata mereka bertemu. Terlihat sorot mata yang sebetulnya sangat ketakutan, mencari perlindungan dari amarah yang mungkin muncul dari sang abang. Yasa meyakinkan Luna bahwa semua akan baik-baik saja dan memintanya untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

SEMOGA BAHAGIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang