00. Laluna

999 62 3
                                    

Pukul empat sore, jalanan sudah tampak ramai. Banyak kendaraan berlalu-lalang yang hanya sekedar lewat, beberapa mobil dan motor yang berhenti di depan sekolah untuk menjemput anak mereka yang pulang sekolah, dan satu bus berhenti di halte dekat sekolah.

Satu per satu orang-orang naik ke dalam bus. Dari luar, terlihat dalam bus semakin sesak. Penuh dengan anak-anak pulang sekolah, orang dewasa yang pulang bekerja, dan beberapa dari mereka ada yang baru pulang dari kampus.

Sebuah taksi online yang baru saja dipesan, berhenti di depan perempuan yang sedari tadi hanya berdiri di depan sekolahnya dengan membawa secarik kertas berisi puisi yang baru dibuatnya. Mengamati keramaian jalanan di depannya.

"Atas nama Kak Luna?" tanya seorang supir taksi saat kaca mobil terbuka seluruhnya.

"Iya benar," jawabnya.

Perempuan yang dipanggil Luna itu memasukkan kertas yang dia bawa ke dalam tas secara sembarang dan langsung masuk ke dalam taksi.

Suara dentingan terdengar di hp Luna—menandakan ada satu pesan yang masuk—begitu dia mendudukkan dirinya di kursi belakang. Dia merogoh tas yang diletakkan di pangkuannya. Pesan dari papanya.

Papa

Ke rumah!
Langsung ke ruang kerja!

Baik, Pa

Luna menghembuskan nafasnya sedikit kasar. Hari ini dia sudah lelah dengan kegiatan sekolahnya. Sekarang, rasa lelah itu akan bertambah karena papanya ingin bertemu dengannya.

"Pak, tidak jadi di Blok C, ke Blok A saja," ucap Laluna pada sopir taksi. Kemudian, dibalas oleh anggukan sopir.

Di sepanjang jalan, Luna hanya diam melihat keramaian di jalan raya dari jendela kaca mobil. Pikirannya penuh dengan perkiraan tentang hal apa yang ingin papanya bicarakan, hingga dirinya tak sadar jika sebentar lagi taksi yang ditumpanginya sampai di rumah tujuan.

Luna keluar setelah membayar taksi dan berdiri di depan gerbang cokelat tinggi yang menutupi sebuah rumah mewah. Seorang satpam membuka gerbang rumah setelah dia menekan bel rumah yang terletak di dekat gerbang. Satpam tersebut tersenyum dan sedikit membungkuk, mempersilakannya masuk.

Sesampainya di dalam rumah, Luna mengedarkan pandangannya sebentar, melihat keadaan rumah yang benar-benar sepi. Ini seperti bukan rumah. Lalu, melangkahkan kakinya menuju ruang kerja milik papanya di lantai dua.

Luna mengetuk pintu dan segera masuk setelah terdengar suara dari dalam yang memperbolehkan masuk. Terlihat papanya duduk di kursi kerjanya dengan kesibukan yang sudah menjadi makanan sehari-harinya. Laptop di depannya, lembaran kertas di meja yang sedikit berantakan, juga segelas kopi di atas meja sisi kanan.

"Duduk!" Satu kata perintah yang papanya katakan tanpa melihat kehadiran Luna.

"Sepenting itukah pekerjaannya itu, sampai melirik saja, tidak," batin Luna.

Luna menuruti perintah papanya dan duduk di sofa dekat meja kerjanya. Hening. Hanya terdengar suara ketikan di laptop. Dia hanya menunduk, sesekali membuka hp hanya untuk menggeser home screen. Tidak berani memulai percakapan karena memang papanya terlihat sangat sibuk. Lima menit berdiam saja hingga papanya membuka suara, mengeluarkan kalimat yang membuat Luna sedikit terkejut.

"Aku sudah melihat nilai ujian dan rapor kamu. Kamu harus bisa masuk kedokteran," ucap papanya.

"Pa..."

"Tidak ada bantahan! Jangan jadi anak pembangkang!" tekan sang papa dengan nada yang meninggi. Bahkan, tidak melirik sekali pun kepada Luna.

"Papa sudah janji jika nilaiku diatas 95 semua, apapun pilihan jurusanku nanti tidak ada masalah. Papa juga sudah melihat nilaiku, kan?" protes Luna tidak terima.

Wajah Luna menunjuk sudah muak dengan semua kekangan dan tuntutan yang dibebankan papanya. Selama masa sekolahnya, papanya selalu menuntut untuk mendapatkan nilai diatas 95. Jika kurang, cambukan ikat pinggang di lengan atau di punggung yang akan menggantikannya. Bukan hanya sekali dua kali, namun tak terhitung berapa jumlah bekas luka di punggung dan lengannya.

Sang papa menghentikan kegiatannya dan menatap anaknya dengan tajam. Dia menghembuskan napasnya kasar, kemudian menyenderkan tubuhnya ke kursi. Masih dengan tatapan tajamnya yang mengarah kepada Luna.

"Mau jadi apa kamu? Mau jadi anak yang tidak berguna? Mau jadi anak yang menyusahkanku, juga abang dan kakakmu itu?"

Luna hanya diam menatap tajam ke arah Papanya.

"Baiklah jika itu mau kamu, biar adikmu itu yang menggantinya," lanjut sang papa.

Luna beranjak dari sofa dan menatap papanya yang kembali sibuk dengan laptopnya. Diam dan menahan sumpah serapah yang sangat ingin dia ucapkan sekarang. Memberontak dan berteriak di depan papanya, mengatakan jika dirinya benar-benar sudah lelah. Tetapi, semua ajaran dan nasihat abang dan kakak yang selalu dia ingat, menahannya untuk tidak berteriak di depan orang tua.

"Aku akan mematuhi perintah Papa," ucapnya.

Luna segera pergi dari ruang kerjanya. Melangkahkan kakinya keluar dari rumah yang sangat tidak dia sukai. Matanya sudah memerah dan terasa panas. Kepalanya sudah sangat berisik dengan pikiran-pikiran yang rumit untuk dia terima.

Apa aku harus mengalah lagi sekarang?
Bukankah lebih baik aku menyerah saja?

-----

Rintihan Si Kecil
by : Laluna Adiyawira

Kakinya melangkah
Tanpa memberiku tatapan yang indah
Mulutnya bersuara
Berbisik penyesalan dalam hidupnya

Siluet cahaya yang meretakkan hati
Awan hitam meneduhkan sinar matahari
Langit pun meruntuhkan bumi
Peluh kasih yang suci berangan ingin mati

Tuhan
Pantaskah aku menerima semua yang Kau berikan?
Sanggupkah aku menjalani semua kenyataan?
Akankah aku mendapatkan apa yang aku harapkan?

Angkatlah aku
Saat aku terjatuh
Bangunkan aku
Saat aku tertidur

Aku ingin berlari
Keluar dari semua permainan ini
Aku tak sanggup menatap dunia lebih jauh lagi
Karena, aku bukanlah bahagia yang mereka cari

Namun, aku tak akan membencinya
Biarkan mereka menghias duniaku penuh dengan luka
Biarkan mereka menginjak senyumanku dengan murka
Aku akan tetap memeluknya dalam doa

Tuhan
Kapankah aku bahagia?
Aku ingin bahagia seperti yang lain
Hidup dengan pelukan yang berjuta makna

Tuhan
Beginikah suratan takdirku?
Aku akan mencoba menerima
Meski hembusan nafasku tak pernah berarti baginya

☁️
-to be continued-

Jangan lupa, vote dan comment-nya! Bahagia selalu kalian🩷🩵

SEMOGA BAHAGIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang