Raya ingat, dia pernah cemburu sekali pada Luna. Cemburu saat kakaknya itu diberikan banyak sekali hadiah dari seluruh abang dan kakaknya, serta papanya. Hadiah yang tidak pernah Raya terima. Berkat kepintaran yang Luna miliki, sehingga kakaknya selalu menjadi perwakilan untuk lomba olimpiade dan menjadi juara pertama tingkat nasional. Selalu menjadi peringkat pertama paralel di sekolah. Menjadi yang selalu dibanggakan oleh semua keluarganya.
Mulai sejak itu, Luna menjadi standar pencapaian Raya. Papanya selalu menuntut Raya untuk menjadi seperti Luna. Memiliki kemampuan daya ingat yang kuat, pintar di segala mata pelajaran, dan rajin belajar setiap malam. Papanya selalu membentaknya di sekolah saat nilai rapor tidak memuaskannya. Meskipun, semua nilai sudah di atas KKM. Selalu marah saat dirinya tidak menjuarai peringkat satu di kelas dan peringkat paralel. Selalu menyindir saat dirinya tidak lolos dalam seleksi pemilihan murid untuk ikut lomba akademik di sekolah. Raya sangat cemburu saat sang papa memuji Luna sebagai anak yang bisa dibanggakan. Kakaknya terlalu hebat.
Saat di sekolah menengah atas, Raya mulai sadar, usaha yang selalu dia lakukan tidak akan bisa menyamai pencapaian Luna. Raya merasa dirinya tidak sanggup untuk memiliki mimpi yang tinggi seperti Luna. Raya berbeda. Minat Raya bukan pada sains atau pengetahuan lainnya, melainkan pada seni lukis yang sangat dia sukai.
Raya selalu berusaha untuk mengikuti lomba melukis yang diadakan sekolah atau luar sekolah agar memiliki pencapaian yang bisa dibanggakan oleh abang, kakak, dan papanya. Bisa membuat papanya melihat dirinya. Namun, usahanya sia-sia. Papanya tidak peduli pada pencapaian Raya selama ini. Karena itulah, Raya tidak pernah menyukai papanya.
Semakin Raya beranjak remaja, Raya tersadar, ternyata Luna yang dia pikir akan selalu ada dalam lingkungan Papa, ternyata berada di pihaknya. Dia selalu merasakan kasih sayang dan pengorbanan Luna saat kakaknya itu membelanya di depan sang papa. Dari situlah, rasa cemburunya perlahan mulai menghilang. Tidak ada yang perlu dicemburui.
Memang Raya dan Luna memiliki minat yang berbeda.
Dia sudah tidak peduli lagi tentang pengakuan dari sang papa. Hanya abang dan kakaknya yang bisa dia percaya, yang selalu ada di sisinya. Abang dan kakaknya tidak pernah membedakan antara adik-adiknya. Berkat cinta dan kasih sayang abang dan kakaknya juga-yang selalu terbagi rata, Raya tidak pernah menumbuhkan rasa cemburu lagi pada Luna. Dia sangat sayang pada Luna, juga saudaranya yang lain.
Luna yang selalu menemani Raya menghabiskan waktu sore hari, menunggu abang dan kakaknya pulang bekerja. Mengajaknya nonton film bersama, jalan-jalan ke taman depan perumahan, atau menemaninya melukis di ruang keluarga. Namun, sore yang dilalui Raya akhir-akhir ini terasa sangat berbeda. Rumah Adiyawira sudah berbeda. Raya sendirian. Sorenya terasa begitu sepi, bahkan ketika malam datang, rasa sepi itu semakin terasa memenuhi benaknya. Dia rindu rumahnya yang dulu.
"Adek! Kita beli nasi sama ayam bakar nih. Ada es jeruk dari warung depan sekolahan, langganan kita," teriak Raffan saat memasuki rumah.
Raya menoleh ke arah Raffan dan Gavin yang menenteng kantong plastik berisi makanan ke arah meja makan. "Kak Zura nggak pulang, ya?" tanya Raya sembari berjalan mendekat ke meja makan.
"Katanya bakal pulang sama Bang Ian. Masih ada yang diurusin tadi. Ini kita juga beliin makanan buat mereka, jaga-jaga kalau mereka belum makan," jawab Gavin. Raya mengangguk paham.
"Ya udah, biar aku aja yang nyiapin makan malam. Sekalian nyimpan makanan punya Bang Ian dan Kak Zura. Kalian mandi terus ganti baju dulu, deh," ujar Raya.
Raffan dan Gavin mengacungkan dua jari jempol mereka. Keduanya berjalan menuju kamar masing-masing dan membersihkan diri. Sementara, Raya menyiapkan makan malam bertiga.
Semenjak Luna harus mengalami peristiwa yang membuatnya memiliki banyak luka, Rumah Adiyawira hanya ditempati oleh mereka bertiga. Salah satu abang atau kakaknya akan bergantian menemani mereka. Raya tidak pernah melihat secara langsung bagaimana kondisi Luna di dalam ruang ICU. Dia hanya sekali melihat kakaknya saat keluar dari ruang operasi yang akan dipindahkan ke ICU karena keadaannya yang memburuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMOGA BAHAGIA [COMPLETED]
Fiksi UmumLahir di keluarga yang lengkap dan sempurna adalah keinginan terbesar Laluna yang hanya bisa dia pendam sedalam-dalamnya. Mungkin, menjadi keinginan yang sulit Laluna cantumkan dalam rangkaian doa yang setiap malam dia rapalkan. Ada satu doa yang se...