16. Semua Tentang Mereka adalah Baik

175 25 0
                                    

Dalam hitungan hari, nilai mata kuliah dan IP Luna akan keluar. Luna sudah mempersiapkan kemungkinan buruk yang terjadi padanya. Dia sudah mengira-ngira sendiri kalau semester satu ini, tidak berjalan sesuai dengan harapan papanya. Artinya, dia tidak akan selamat kali ini.

Dengan kepalanya yang riuh, Luna memutuskan untuk bertemu sang mama. Luna duduk di samping makam dan memandangi sebuah batu nisan putih di hadapannya. Tertulis nama wanita yang telah memperjuangkan kehidupan Luna dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Terbayang foto wajah yang pernah dikirimkan oleh kakaknya, memperlihatkan senyumnya yang sangat cantik. Senyum yang tidak bisa Luna lihat lagi secara nyata di depannya. Mamanya dan mama Adiyawira bersaudara. Adinda Prahesti.

Dari yang Luna tahu sejauh ini-dari cerita abang dan kakaknya, sang mama adalah wanita bak bidadari. Memiliki kesabaran yang tidak bisa terhitung jumlahnya. Cinta dan kasih sayang yang jumlahnya melebihi buih lautan. Sungguh. Sang mama adalah wanita pembawa kedamaian di kediaman Adiyawira.

Wanita yang sangat sayang pada keluarganya. Tersenyum setiap pagi menyapa suami dan anak-anaknya yang menuju ruang makan. Tidak pernah meninggikan suaranya saat menegur anaknya yang salah. Memberikan nasihat sehingga anaknya berbaikan saat bertengkar. Memeluk anak-anaknya saat ketakutan dan butuh perlindungan. Selalu mengajak anak-anaknya untuk kegiatan sosial yang dulu pernah ada di perusahaan Awira Group. Sungguh baik.

Mengajak suami dan anak-anaknya berkumpul untuk sekedar berbincang setiap malam. Selalu menanyakan bagaimana hari anak-anaknya. Menanyakan kesulitan saat bersekolah. Menanyakan hadiah apa yang anak-anaknya inginkan. Memberikan uang saku sesuai porsinya, dan selalu bisa memberikan kalimat seperti sihir ketika salah satu dari anaknya iri pada uang saku saudara lainnya. Selalu mengajarkan bahwa melawan kejahatan dengan kebaikan adalah tindakan paling hebat. Lebih hebat dari superhero yang ada di dunia.

Semua tentang sang mama dan seribu kebaikannya itu hanya bisa dirasakan oleh abang dan kakak Luna.

Sungguh, Luna juga ingin merasakannya.

"Ma, dulu kata Leya, kalau curhat sama Mama itu enak. Semua rahasia akan terjaga. Jadi, hari ini Luna mau curhat, boleh?" gumam Luna sembari mengutip satu per satu daun kuning yang terjatuh di atas makam sang mama.

"Kalau Luna gagal dan nggak bisa membahagiakan Mama, apa Mama bakal marah atau pukul Luna? Aku yakin Mama adalah orang baik, seperti yang diceritakan Abang dan Kakak. Jadi, rasanya nggak mungkin jika Mama melakukannya." Dia terdiam sejenak. "Tapi, kenapa Papa melakukan itu pada Luna? Padahal kata Abang dan Kakak, Papa itu dulu sangat sayang sama mereka. Kenapa sama Luna berbeda, Ma?"

"Kata Papa, anak perempuan kaya Luna dan Raya itu menyusahkan dan tidak berguna. Tidak bisa menghasilkan uang yang banyak jika sudah besar. Apa iya, Ma? Jujur Ma, Luna nggak mau benci Papa. Tapi, Papa benci Luna." Luna mengambil plastik putih yang dia bawa. Menaburkan bunga mawar di atas makam Mama.

"Ma, Luna harus bertahan sampai kapan? Luna takut dan nggak kuat lagi. Luna capek, Ma. Lubang yang ada di jalan Luna terlalu banyak dan dalam. Luna pengin ngerasain pelukan Mama. Kapan Mama mau jemput Luna? Soalnya Luna takut kalau pulang sendirian." Luna menuangkan air dari botol secara merata ke makam sang mama.

Luna membiarkan air matanya keluar dari netra hitamnya, menetes perlahan membahasi pipi. Luna memandangi batu nisan milik sang mama cukup lama. Mengusapnya pada bagian nama mamanya. Semakin dia biarkan air mata itu keluar, semakin sakit rasanya.

Cukup lama Luna meluapkan segala tangisnya di depan makam sang mama. Hingga tak sadar, matahari sudah tenggelam sebagian di arah barat. Cahayanya mulai redup. Menyisakan cahaya yang masih bersinar menampakkan langit dengan warna senja dan sebentar lagi akan menjadi gelap.

SEMOGA BAHAGIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang