23|| Di Bawah Hujan
Sekitar jam 12 malam, Nata terbangun dari tidurnya. Tenggorokannya sedikit kering. Saat hendak minum, ternyata airnya sudah habis. Akhirnya, dengan menahan sedikit kantuk, ia keluar dari kamar untuk mengambil air ke dapur. Baru saja beberapa langkah kakinya menuruni tangga, ia sudah dikejutkan dengan pemandangan yang tidak mengenakan.
Orang tuanya sedang bertengkar hebat. Dengan langkah tergesa, Nata segera menuruni tangga menghampiri mereka. Jantungnya berdegup kencang saat melihat Ibunya sudah membawa sebuah koper, dan siap pergi meninggalkan rumah.
"Ayah! Kenapa ayah diem aja si yah! Cegah ibu," Reyna terus membujuk ayahnya dan memohon. Namun tidak ada respons. Ayahnya hanya diam. Kecewa dengan sikap ayahnya, Reyna berlari menuju pintu. Berdiri di sana untuk menghalangi, sambil sesekali memohon agar ibunya tidak pergi.
"Minggir Reyn," ujar ibunya dingin.
"Enggak!! Aku gak akan biarin ibu tinggalin aku." Napasnya memburu. Kepalanya sedikit pening. Air matanya terus mengalir tak henti.
"Kenapa sih? Kenapa kalian harus pisah!? kalian gak sayang sama aku?" ujar Reyna sambil menangis. Namun, tak satupun dari mereka yang menjawab.
"Bu..., jangan pergi. Jangan tinggalin Reyna." pinta gadis itu.
"Gak bisa Reyn. Ibu harus pergi."
"Kenapa bu?"
"Karena udah gak ada tempat lagi untuk ibu disini Reyn."
"Kalau gitu bawa aku Bu. Jangan tinggalin aku sendiri." Reyna berusaha menahan tangan ibunya. Namun, Safira (ibu Reyna) melepaskan cekalan tangan Reyna dengan sedikit paksa. Setelah berhasil, ia segera pergi meninggalkan rumah.
Reyna yang sudah siap untuk mengejar, segera ditahan oleh Hendrik. Lelaki itu tak akan membiarkan Putrinya mengejar. Meski pada akhirnya, Reyna berhasil kabur setelah menggigit lengan ayahnya. Tanpa pikir panjang, Reyna berlari mengejar, bahkan tanpa alas kaki.
Tak perduli jam berapa saat itu, tak perduli dengan segala kemungkinan yang mungkin terjadi, tak perduli dengan rasa sakit di kakinya, tak perduli seberapa jauh kakinya melangkah. Karena yang terpenting baginya saat ini hanya satu. Menemukan ibunya.
Ia berlari, bahkan sampai jalanan raya besar. Pikirannya kacau. Setelah Vio, kini bahkan ibunya pun ikut pergi meninggalkannya. Perasaannya benar-benar hancur. Bagaimana tidak, orang-orang yang ia sayang kini pergi meninggalkannya. Langit malam yang mendung, seakan mendukung kesedihannya.
Ia mulai menyebrang, berharap menemukan ibunya di sana. Namun, belum sempat sampai di tepi jalan, ia dikejutkan dengan sebuah cahaya menyilaukan yang datang tiba-tiba. Kejadiannya begitu cepat. Ia bahkan tak diberi kesempatan untuk menghindar. Dan tidak lama setelahnya, sebuh benturan keras menghantam tubuhnya.
Tubuhnya terpintal ke udara, sebelum akhirnya kembali terbentur ke jalanan. Yang ia rasakan sekarang hanyalah sakit yang luar biasa di sekujur tubuh, badannya seperti remuk, antara hidup dan mati.
Dadanya begitu sesak. Sulit sekali untuk bernapas. Sesuatu berbau logam mulai muncul bersamaan dengan keluarnya cairan merah pekat dari mulut, juga tubuh gadis itu. Hujan pun mulai turun membasahi wajah dan tubuh penuh luka. Sesekali ia mencoba membuka mata, namun rasanya tidak sanggup. Ia terlalu lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATAVIO {SEGERA TERBIT}
Teen Fiction"Dunia Saya sempat hampir hancur jika saja kamu tidak menolong saya kala itu" " Nata, apa kabar? Saya datang kembali menemui kamu. Saya rindu, boleh saya peluk kamu? "