Bab 11 : MENGOBATI

9 6 0
                                    

Ervin menyipitkan matanya disaat Amyra melihat diri-Nya.

"This is your necklace, isn't it?" sambil menunjukkan kalung milik Amyra.

Amyra memegang leher ia dengan ragu untuk memastikan kalungnya. 'Benar..' Ia pun mengambil kalung itu dari tangan Ervin tanpa berekspresi.

Ervin mengepal tangannya sehabis Amyra mengambil kalung itu, seolah berharap suatu perkataan dari-Nya.

'Setidaknya bilang thanks atau apalah..' ucap batinnya Ervin.

Amyra tidak melihat wajah Ervin dengan benar.

"Ha..tidak ngomong satu kata pun setelah mengambil nya? aku pikir kau punya tata krama yang baik.." ujar Ervin.

'Tata krama..' ucap batinnya Amyra. Ia pun melihat wajah Ervin dengan benar. Terlihat wajah yang dingin dan tak acuh di wajah Ervin.

"Makasih.." ucap nya dengan ekspresi seadanya. "Bicara informal."

'Ya.. Terlalu formal' ucap batin Ervin. Ia menatap wajah itu dengan dingin. 'Pipinya..' ia tersadar dengan pipi Amyra yang merah, bukan seperti merah pipi biasa, tetapi merah seperti ditampar.

Amyra terheran dengan tatapan dingin itu tetapi seakan terus melihat dirinya. Ia pun melihat kebawah karena merasa aneh.

"Gua hari ini yang piket di UKS" ucap Ervin.

Amyra pun terdiam. 'Oh.. Karena pipi gue' ia memegang pipinya.

"Apa gue terlihat memprihatinkan?" tanya Amyra dengan ekspresi dingin.

Mata Ervin menyipit, ia sedang memikirkan jawaban yang cocok.

"Yah.." Ervin mengangguk. "Cukup memprihatinkan" jawab Ervin.

Mata Amyra langsung melihat kebawah lagi. 'Dia bertanya seolah peduli.. Tetapi ekspresi dia acuh tak acuh.. Mungkin kali ini gue bisa menerima sedikit rasa iba dari orang lain' ucap batinnya.
Amyra memegang terus pipinya yang terasa sakit dengan kepala menunduk.

Ervin pun terheran sekaligus merasa lucu dengan ekspresi Amyra, yang memegang pipinya.

"Haa.. Terus.." tegur Ervin.
Segera Ervin menyuruh Amyra mengikutinya untuk ke UKS dan mengobati nya.

Di ruang kantor.

"Jasmine!.. Kamu lihat disini ada CCTV! Kamu gak tau apa kalau perbuatan kamu itu jahat!" Ayah Jasmine Menghela nafas dan lebih menatap kearah Jasmine. "Kamu bakal di skorsing selama 2 bulan atau lebih! 2 bulan itu paling ringan kalau kamu tau!" bentak Ayah Jasmine.

Mata Jasmine perlahan melotot dan melihat CCTV. 'Ha! Aduhh sialan!' keluh batinnya.

"Papa bisa hindari itu kan.. Aku benar-benar kebawa emosi tadi pa.."

"Kamu pikir selama ini papa menutupinya mudah... Lagian kamu udah sering kena masalah, gimana papa mau belain kamu..
karena Guru-guru udah banyak yang tau kalau kamu menjambak Amyra, dan sekarang menampar Amyra.. Ha.. Beginilah kalau kamu gak dapat didikan dari seorang ibu.."

"Yah benar, tapi kayaknya papa kan yang tertarik sama Amyra! Sampe ngebelain banget dia! Dan sekarang papa gak bisa belain aku karena papa belain dia!!" wajah jasmine mengerut, lalu memukul meja kantor. "Apa? Karena dia berprestasi, pintar, dan cantik?! Papa benar-benar ya.. Sekarang papa bahas kasih sayang seorang ibu yang udah meninggal! Papa mau bilang, kalau papa mau nikah untuk ngedidik aku!" Jasmine melihat papa nya dengan penuh kekesalan.

"Sudah! Papa gak mau lagi ngebelain anak kayak kamu! Urusan kamu sama pihak sekolah nantinya!" sambil menunjuk kearah Jasmine dan pergi.

"Papa!"Teriaknya begitu kesal.

Di ruang UKS.

Ervin membalut es batu dengan kain, lalu berusaha menempatkan kain dingin itu di pipi Amyra.

"sebentar.. Gue bisa sendiri.." Ucap Amyra. Tangan ia menghalangi lengan Ervin yang hendak membantu nya.

Dengan wajah dingin tetapi serius, Ervin memberikan kain dingin itu.

Suasana yang canggung di setiap detiknya.

Ervin tidak sadar memerhatikan Amyra yang sedang mengompres pipinya dengan es.

Amyra pun melihat wajah Ervin dengan polos memperhatikan diri-Nya.

"Kenapa?.." dengan ekspresi penasaran. Mata ia tanpa ragu melihat Ervin yang tersadar.

Ervin menggelengkan kepala nya seolah menjawab.
'Terus gua ngapain terus disini, lebih baik gua cabut duluan'

Sehabis mengompres diri-Nya, Amyra pun berusaha berdiri dari duduk di ranjang besinya.

Jarak antara kursi tempat Ervin duduk dengan ranjang besi pasien sangat dekat.

Ervin hendak berdiri dan berpamitan. "Yaudah kalau gitu gua.." Ia terdiam.

mereka berdiri di tengah selang kursi dan ranjang besi.

Dengan tubuh mereka yang berhadapan dengan jarak yang dekat. Hidung Ervin menyentuh kening Amyra, ia pun kaget. Langsung saja ia menjauhkan tubuhnya dengan mendorong tubuh Ervin untuk menjauh dari-Nya.

Ervin reflek memegang lengan Amyra yang hendak terjatuh keranjang. Namun Amyra mengelak lengan nya sehingga membuat kepala dan badan Amyra terbaring.

Tangan Ervin masih memegang lengan Amyra dengan erat. Sekarang mata mereka berhadapan namun ekspresi mereka terlihat kaget dan kebingungan.

Mata Amyra membesar, nafas mereka terasa sangat dekat.
Ervin mengerutkan alisnya seolah merasa aneh. Amyra pun menyampingkan kepalanya dan matanya melihat keatas.

"Bangkit.." Ucap Amyra dengan nada rendah.

Ervin langsung melepaskan lengan Amyra lalu bangkit, dan akhirnya Amyra pun bisa bangkit.
Mereka langsung memberi jarak.

"Sorry.. Gue reflek dorong lo tadi.." ucap Amyra dengan ragu.

Ervin mengangguk.

"Udah selesai kan?.." tanya Ervin.

Amyra mengangguk.

Dengan ekspresi biasa, Ervin keluar dari ruangan itu.

Amyra ter ngeh "oh.." belum mengucapkan terimakasih kepada Ervin, tetapi sepertinya Ervin sangat terburu-buru untuk pulang.

Liking you is a problem for me (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang