11. Sang Pangeran

11 4 0
                                    

"Kesedihan membuatmu kuat, luka membuatmu bangkit setelahnya dan sakit menjadi akhir sebelum kamu menjemput sebuah kebahagiaan."

-Gisellle Rushart Theodore

***

"Pangeran, kau benar-benar sangat tampan menggunakan baju bangsawan ini! Aku rasanya sangat iri kepada wanita yang menjadi pasangan Pangeran kelak," oceh Giselle dari balik baju Sang Tuan. Sedari awal perjalanan, Peri itu terus saja mengoceh tentang segala hal dan hanya di balas seadanya oleh Rey.

"Untuk apa kau iri? Toh dia akan menjadi ibu tirimu besok." Kata Rey dengan nada pelan, takut jika para Prajurit di belakangnya mendengar dan menganggap dirinya gila karena berbicara sendiri.

Sejenak hening karena Giselle tidak bersuara setelahnya. Rey yang bingung kemudian menunduk dan sedikit terkejut melihat Giselle menyembulkan kepala dari balik bajunya dengan mata yang memicing.

"Ah, mengagetkan saja!" Seru Rey kesal, namun Giselle tidak peduli. Peri itu semakin memicingkan matanya sampai pandangannya buram,

"Aku tidak ingin ibu tiri, Pangeran!" Katanya.

"Jika kau tidak menginginkan ibu tiri, bagaimana bisa aku menikah?" Rey cukup sadar situasi untuk tidak berteriak di hadapan Giselle. Sebenarnya Rey sangat ingin menyentil tubuh kecil Giselle ke tepi jalan dan meninggalkannya setelahnya. Namun, dia sudah terlanjur menyayangi Peri itu.

Giselle terdiam mendengar pertanyaan Rey, ia terlihat berpikir kemudian menjentikkan jarinya karena mendapatkan sebuah ide. "Pangeran bisa menikah setelah aku menikah!"

Rey menghela napas pelan kemudian sedikit memijit pelipisnya karena pusing. Sabar, Rey. Dia masih bayi dan tidak memiliki siapapun selain dirimu. Kau jangan sampai kelepasan membuangnya!

Perilaku Rey di tangkap oleh salah seorang Prajurit di belakangnya, ia sedikit mempercepat kuda miliknya untuk dekat dengan Sang Pangeran. "Pangeran, Apa anda baik-baik?"

Rey menoleh kepada Sang Prajurit kemudian sedikit tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, kembalilah ke tempatmu sekarang." Katanya.

Sang Prajurit itu mengangguk dan sedikit menundukkan kepalanya sebagai penghormatan kemudian melambatkan laju kudanya untuk kembali ke barisan para Prajurit lainnya di belakang. Sedangkan Rey kembali menatap lurus ke arah depan di mana hutan Beylendra sudah terlihat dengan pepohonan lebat yang menghalangi sinar matahari masuk membuat jalan yang berada di sana sedikit gelap dan lembab.

"Pangeran?" Panggil Giselle.

Rey memejamkan matanya kemudian mengambil napas panjang sebelum menjawab Giselle. "Iya?"

"Mengapa sikap Pangeran berbeda jika berhadapan dengan Perdana Menteri? Aku merasa seperti Pangeran tidak menyukai beliau." Kata Giselle mencurahkan isi pikirannya ketika ia melihat sikap Sang Tuan yang berbeda ketika berhadapan dengan Alshar.

"Aku memang tidak menyukainya." Jawab Rey cepat. Sedari awal melihat Alshar, Rey merasa bahwa pria tua itu menyembunyikan sesuatu darinya. Rey tidak suka dengan kebohongan apalagi penghianatan, dirinya tidak akan segan langsung bersikap buruk kepada mereka. Namun, sampai sejauh ini Rey tidak menemukan bukti apapun tentang kebenaran Alshar.

"Tapi seharusnya Pangeran tidak boleh bersikap seperti itu kepada Perdana Menteri. Beliau selalu ada ketika Pangeran sedang sakit dan bahkan menyembuhkan Pangeran dengan sihirnya." Giselle kembali menyembunyikan tubuhnya di balik baju Rey. Peri itu mengusap pelan air matanya yang tiba-tiba mengalir begitu saja.

HIRAETH [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang