13. Kutukan Yang Memudar

11 4 0
                                    

"Cinta itu bisa tumbuh dari segala perasaan yang ada. Baik perasaan peduli, benci, sayang, dendam dan segalanya yang sudah di takdirkan bagi kedua pasangan."

-Elvina Dewi Khalan

***

Bola mata hijau miliknya bertemu dengan bola mata biru sejernih laut milik Argasier. Sosok itu kemudian beranjak mendekati tepi danau.

Tubuhnya yang terbalut gaun merah gelap terlihat anggun dan elegan seolah-olah ia adalah sosok Dewi yang turun dari surga. Rambut basahnya tergerai indah sepanjang pinggang dan matanya yang berbinar seperti bintang di langit malam.

Dengan langkah yang ringan, sosok gadis itu melangkah keluar dari air danau yang tenang dan menciptakan tetesan air di bawahnya. Gaun merah gelapnya berkibar oleh angin malam dan memancarkan aura kecantikan yang membuat siapapun terpesona jika melihatnya. "Pangeran!"

Seruan cempreng itu menyadarkan Argasier dari keterkejutannya yang luar biasa. Mulutnya yang sudah menganga itu semakin menganga kala pikirannya langsung tertuju kepada satu orang. "Giselle? K-kau?!"

Giselle tak kuasa menahan tawanya melihat ekspresi Argasier yang sangat lucu itu, "Haha, lucu sekali!" kekehnya sedikit mengusap sudut matanya yang berair.

Bahkan tawanya juga sama menyeramkannya dengan Peri itu. Yah, benar dia Giselle.

"T-tapi bagaimana bisa kau berubah menjadi manusia?" Secantik ini?! Tuhan, aku bahkan hampir ingin merayunya tadi. Batinnya mengadu.

"Sepertinya kutukanku sudah akan menghilang. Aku sangat senang sekali akhirnya bisa berjalan dengan menggunakan kaki dan menciptakan langkah sebesar ini." kata Giselle yang kemudian melangkah lebar dengan kaki jenjangnya. Gadis berambut pirang itu berbinar menatap jejak kakinya yang tercetak.

"Ini menyenangkan, Pangeran! Haha kau harus mencobanya!" Giselle seperti seorang anak kecil sekarang yang bermain air dan lumpur, walaupun sebenarnya usia Giselle juga masih tiga bulan.

Tiba-tiba kesenangannya harus terganggu karena Argasier yang mencekal kedua tangannya persis seperti seorang penjaga yang tengah menangkap tersangka. "Hentikan ini nanti kau bisa terpeleset dan jatuh."

Giselle menurut kemudian mengikuti langkah besar Argasier yang membawanya ke hamparan bunga Bakung Malam yang menjadi tujuan awalnya tadi. Pria jangkung itu menundukkan dirinya di sebuah kayu datar di dekat bunga tersebut.

Giselle memperhatikan dalam diam pergerakan Argasier yang mengambil kantong herbal miliknya yang tergantung di pinggang bersebelahan dengan kantong persembunyian Giselle. Gadis itu mengernyit ketika Argasier meraciknya seperti ingin memberikan obat.

"Siapa yang ingin di obati, Pangeran?"

"Lihatlah lenganmu sendiri, kau bahkan tidak sadar terluka karena terlalu senang. Aku tidak melarang mu untuk merayakan kesenanganmu itu tapi jangan sampai terluka seperti ini. Kau membuatku khawatir terus-menerus." kata Argasier dengan nada lirih di kalimat terakhirnya. Pria itu dengan taletan mengobati luka gores di lengan Giselle yang sedikit mengeluarkan cairan hijau.

Bulu matanya yang lentik merunduk lembut ketika menunduk membuat Giselle terenyuh melihat perhatian Sang Tuan. "Terima kasih,"

Argasier mendongak mendengar ucapannya, pria itu tersenyum kemudian mengangkat tangannya dan menjitak kening Giselle membuat gadis itu mengaduh. Giselle melotot kesal sedangkan Argasier bertahan dengan senyuman menawannya.

"Itu sakit Pangeran!"

"Oh, ya? Perlu ku perban juga kepalamu?" tanya Argasier merapikan alat-alat yang digunakannya untuk mengobati Giselle tadi.

HIRAETH [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang