9. Tugas Bagi Calon Raja Moure

10 4 0
                                    

"Kamu tidak bisa selamanya sembunyi dari rasa takut, ada kalanya kamu harus melawan dan memenangkan pertarungan itu. Berani itu indah, kamu harus bisa memilikinya!"

-Reygan Bragaswara

***

Kita bertemu lagi, Bajingan.

"Kalian tetap tidak bisa mengelak bahwa Pangeran Argasier adalah calon Raja selanjutnya. Dia adalah satu-satunya keturunan Raja Silindra saat ini, menentang hal itu sama saja dengan berkhianat kepada kerajaan!" Seru Raymond dengan menggenggam erat sarung pedangnya, berjaga jika ada pertumpahan darah di aula ini.

"Tenangkan diri kalian! Aku sudah memikirkan masalah ini sebelumnya, Pangeran Argasier memang tidak pernah menuntut ilmu berperang dan berpolitik sejak ia kecil. Maka dari itu, aku mengambil sebuah keputusan." Kata Alshar.

Semua orang di aula istana tak terkecuali Rey menaruh atensi penuh pada Sang Perdana Menteri, menunggu dengan was-was kelanjutan dari perkataan pria tua bermata hitam legam itu.

"Mengingat bahwa Pangeran Argasier memiliki sihir yang sangat kuat dan dirinya yang akan menjadi calon Raja selanjutnya. Aku akan memberikannya sebuah tugas yang sangat penting." Alshar meraih sebuah kertas dan kuas hitam di meja samping kanannya.

"Pertama, carilah pelaku pembunuhan Pangeran Putra Mahkota Arthur dan bawa hidup-hidup kembali ke istana untuk di berikan hukuman yang berat. Kedua, lanjutkan tugas Beliau untuk memecahkan masalah teror yang kerap kali terjadi di Zeouland karena sebuah Artefak kuno yang mengandung kutukan sihir." Kata Alshar.

"Tugas yang kedua adalah tugas terakhir Pangeran Mahkota sebelum ia benar-benar pergi, masalah itu belum terselesaikan sejak kepemerintahan Raja Silindra. Maka dari itu, tugas ini akan sangat sulit untukmu, Pangeran." Alshar menatap lurus ke arah Rey yang di balas tatapan datar oleh pria jangkung itu membuat Alshar sedikit tersenyum.

"Walaupun Pangeran memiliki sihir yang sangat kuat, besar kemungkinan anda akan dalam bahaya di tengah perjalanan. Maka dari itu, aku akan memberikan separuh jiwaku agar Pangeran tidak akan mengalami hal yang serupa dengan Putra Mahkota." Alshar sedikit membungkukkan tubuhnya ke arah Rey.

Seluruh anggota istana saling berpandangan satu sama lain. Teror Zeouland sangat berbahaya karena melibatkan sihir di dalamnya. Bahkan Pangeran Putra Mahkota saja gugur dalam mencari tahu kebenaran teror itu.

"Kau yakin Pangeran Argasier mampu untuk melakukannya?" Tanya seorang Grand Duke pada Alshar.

"Tentu saja. Kekuatan sihir Pangeran Argasier sangat kuat, bahkan lebih kuat dari Putra Mahkota. Bukan begitu, Pangeran ?" Tanya Alshar melirik pada tempat Rey berada.

Rey tidak membalas perkataan Alshar bahkan menatapnya saja tidak. Pemuda jangkung itu berdiri, sedikit mengibas pakaian bangsawan miliknya kemudian berjalan pergi ke arah pintu keluar aula.

"Siapkan saja keberangkatanku hari ini! Aku sendiri yang akan menemukan pelaku pembunuhan Putra Mahkota dan menyeretnya ke istana lalu membakarnya hidup-hidup. Dan satu lagi," Rey berhenti di tengah-tengah aula istana kemudian pria itu berbalik untuk sekedar menatap Alshar yang raut wajahnya kini sangat sulit di baca.

"Aku tidak membutuhkan jiwamu untuk bertahan hidup! " Ia mengalihkan pandangannya ke arah tiga pria yang duduk di kursi di mana tempat itu bersebelahan dengan tempatnya. "Dan aku akan membuktikan sendiri bahwa aku bukanlah pelaku dari pembunuhan yang terjadi pada Putra Mahkota!"

Setelah mengatakan semua itu, Rey berjalan keluar dari aula istana dengan dagu yang di naikkan angkuh. Aula istana besar itu menjadi hening karena semua orang terkejut dengan pernyataan Argasier, sedangkan tiga pria yang tadi di tatap oleh Argasier terlihat semakin pucat karena sekarang Alshar sudah menatap tajam mereka seperti menguliti hidup-hidup.

***

"Huh, menyebalkan!" Gerutu Rey sebal sesampainya di istananya sendiri. Ia melepas baju bangsawannya merasa gerah dan melempar baju itu ke ranjang besarnya.

Suara mengaduh terdengar membuat Rey tersadar dan buru-buru mengambil bajunya tadi untuk menyelamatkan Sang Peri. "Maafkan aku, ya. Apa kau baik-baik saja?" Tanya Rey setelah mengeluarkan Giselle dari saku baju yang di lemparnya tadi.

Giselle yang tengah duduk di kedua telapak tangan Rey mendongak menatap wajah Rey, di balik netra biru laut miliknya terdapat secercah kekhawatiran yang membuat hati Giselle menghangat. "Tidak apa-apa, Pangeran. Hanya sedikit tertindih tadi." Jawab Giselle.

"Ohh syukurlah kalau begitu," ucap Rey. "Tapi apa kau masih bisa terbang, Giselle?" Lanjut pria itu bertanya.

Giselle mengangguk pelan. Ah, Pangeran sangat peduli sekali aku jadi tidak bisa menahan air mataku karena terharu.

"Kalau begitu terbang dan menyingkir lah dari tanganku, kau berat!"

"APA?!" Ucapan Rey berhasil membuatnya yang semula terharu menjadi kesal. "Beratku bahkan tidak lebih dari berat jempol gajah milik Pangeran!" Balas Giselle tak kalah sengit membuat Rey tertawa karena ekspresi Giselle yang imut.

Sebelum benar-benar terbang, Giselle menyempatkan diri untuk menggigit jari telunjuk Rey membuat tawa pria itu semakin kencang. "Rasanya sakit sekali, aku seperti di gigit beruang. Aduh!" Ringisnya main-main.

Giselle hanya menatap sinis Sang Tuan kemudian mengepakkan sayapnya terbang menuju tempat persembunyian yang merupakan kediamannya di kamar ini. Melihat Sang Peri yang terbang menjauh, Rey kelabakan dan buru-buru meminta maaf.

"Maafkan aku, Peri. Aku hanya bercanda!" Rey mengikuti arah perginya Giselle sampai tubuh kecil itu menghilang di balik ruangan kecil yang berada di langit-langit kamar itu.

Sejenak, Rey termenung menatap ruangan yang di masuki oleh Giselle. Ruangan kecil yang terjepit oleh dua kayu itu tampak seperti ruangan yang sengaja di buat oleh para Serangga untuk bernaung. "Dia ini sejenis Serangga ya?" Gumam Rey pelan, takut suaranya terdengar oleh Giselle dan membuat Peri kecil itu merajuk lagi.

Tak berselang lama Giselle keluar membawa sebuah kertas yang panjangnya melebihi ukuran tubuhnya sendiri, ia melempar kertas itu ke bawah dan langsung di tangkap oleh Rey.

"Hah, berat sekali Pangeran!" Keluh Giselle dengan menepuk-nepuk kecil tangannya.

"Tapi ini tidak seberat dirimu, ups!" Rey melipat bibirnya karena lagi dan lagi kelepasan berkata jahil pada Peri itu. Ia dengan perlahan mendongak ke atas yang sudah tidak ada sosok Giselle di sana, tanpa sadar Rey menghela nafas lega.

Tukk!

"Aww, sakit!" Ringis Rey mengusap pelan kepalanya yang terkena batu krikil, ia kembali mendongak ke atas di mana Giselle tengah tersenyum mengejek padanya.

"Haha kalau yang itu baru tidak berat, Pangeran!" Kata Giselle terbahak.

Rey mendengus kemudian mengambil kerikil yang jatuh tidak jauh dari kaki panjangnya. Sebuah kerikil  hitam yang sedikit berkilau dan memiliki bentuk yang sangat tajam, untung saja kerikil ini jatuh mengenai rambutnya yang tebal jadi ia tidak akan terluka.

"Di mana kau mendapatkan ini, Giselle?"

HIRAETH [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang