Chapter 20 : Hinata dan 'Takjil War'

187 16 52
                                    


🍨

Bulan suci ramadhan kembali tiba. Seperti selayaknya umat muslim di seluruh penjuru dunia, bulan penuh rahmat dan ampunan itu disambut penuh syukur dan suka cita. Tak terkecuali oleh penduduk kota Konoha. Seperti Naruto, Hinata, dan kawan-kawan lainnya.

Seperti kebanyakan umat muslim berusia tua, muda, dan dari segala kalangan. Makan sahur dan berbuka puasa adalah saat yang paling dinanti-nantikan tiba hilalnya. Prioritas yang harus dikerjakan menjelang azan Maghrib berkumandang. Khusus untuk momen berbuka puasa kali ini, hal tersebut menjadi lebih ekstrem dari tahun-tahun sebelumnya. Terlebih mengingat ada yang namanya istilah 'Berburu Takjil'. Hingga tak lama kemudian naik level menjadi 'Takjil War' alias perang takjil yang terjadi di setiap sudut para pedagang yang menggelar dan menawarkan dagangannya penuh semangat membara.

Bukan hanya bagi umat muslim yang berpuasa seharian penuh menahan serangan dahaga dan rasa lapar mencekik. Nonis (non Islam) pun sudah banyak yang turun gunung dan menyeberangi samudera demi bisa ikut membeli dan mencicipi takjil yang penjualnya sudah menjamur hingga ke setiap sudut jalan ramai. Mengalahkan maraknya tenda-tenda penjual baju lebaran di kala malam ramadhan yang selalu terasa seru dan haru.

Di malam ramadhan tepatnya saat mendapatkan puasa yang ketujuh. Berbondong-bondong sekelompok kecil anak muda yang merupakan para siswa SMA KKPI kedapatan tengah memasuki halaman rumah Naruto yang tidak begitu luas. Tidak sempit juga sebenarnya. Yang sedang-sedang sajalah.

Mereka datang kemari untuk memenuhi rencana buka puasa bersama. Agenda rutin yang setiap tahun mereka lakukan jika bertemu kembali dengan bulan suci ramadhan.

Naruto pernah terpikirkan satu hal. Andai mereka semua lulus dan masuk ke dunia perkuliahan, masihkah persahabatan mereka tetap langgeng dan mengadakan pertemuan untuk sekadar berkumpul semacam ini? Atau barangkali sebagain besar dari mereka akan terpisah jauh oleh jarak dan tingginya jenjang pendidikan.

Bisa juga satu dari mereka malah nikah muda dan pergi merantau ke luar kota demi segenggam berlian. Demi kehidupan yang mapan.
Semua kemungkinan itu bisa terjadi. Karena masa depan sejatinya penuh kekuatan dan tidak ada seorangpun yang mampu memprediksikannya secara tepat dan akurat.

Masih tenggelam dalam suasana melankolis yang ia ciptakan sendiri di samping tembok halaman depan rumahnya. Naruto sampai tidak sadar bahwa ada sepasang manik bulan cantik dibalik kacamata yang memperhatikannya lekat, sambil mulut kecilnya tak berhenti mengunyah sesuatu.

"Sst, sst, bang, ngapain ngelamun di situ bang? Sini temenin adek dimari..."

Seketika pria berambut jagung itu merasakan merinding sebadan-badan. Kepalanya celingak-celinguk menoleh ke segala penjuru demi menemukan suara perempuan yang baru saja tertangkap daun telinganya.

Tengkuknya ia raba perlahan saat tidak berhasil menemukan satu presensi pun yang berada di sekitarnya.

Napas Naruto mulai memburu dalam debar ketakutan. Dia tengah sendirian sebab beberapa kawannya sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah menyasar ke halaman belakangnya yang lumayan luas dan bisa dibanggakan.

"Bukannya setan-setan pada dikurung ya pas bulan Ramadhan?" gumamnya bergidik was-was sambil terus memindai sekitar.

"Tahu dari mana bang? Setan juga punya HAS buat keliaran sebelum malam." Tawa cekikikan membahana.

"Eh? Apaan HAS?"

"Hak Asasi Setan. Masa gitu aja gatau."

Tunggu dulu. Mengapa suara perempuan ini amat familier di telinga Naruto?
Saat secuil insting detektifnya bekerja, sesuatu yang dia dapatkan setelah sekian lama bergaul dengan Shinichi sang kakak kelas, otak kiri Naruto akhirnya mampu menyimpulkan bahwa suara misterius itu berasal dari atas kepalanya.

Cupid Impact  ||  NaruHinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang