Medium

283 34 5
                                    

Sudah menjadi rutinitas pada minggu pagi bagi Taufan, Blaze dan Duri untuk mengerjai kakak sulung mereka yang membuat rumah begetar mengalahkan bencana gempa di aceh beberapa tahun silam.

Namun, suasana tenang dan damai indonesiaku pada minggu siang membuat Gempa yang sedang memasak terasa sepi dan hampa karena tidak mendengar kegaduhan apapun sejak pagi. Jujur, ia merasa agak rindu suara berisik dari trio TTM dan si sulung juga kadang si bontot yang kerap bergabung.

"Boys, makan!" Teriak Gempa untuk mengundang para penghuni agar segera menuju ke meja makan. Tapi tidak ada satupun yang datang ataupun menyahut.

Sungguh heran, sangat tidak biasa. Apakah ada sesuatu?

Gempa pun berniat untuk mengunjungi semua kamar saudara, dan saat memasuki kamar Duri dan Solar, kedua makhluk sedang asik bergelayut di alam mimpi.

"Ri, duri bangun yuk, sarapan." Ucap Gempa mengguncang sedikit badan Duri, yang hanya dibalas ngingauan. Akhirnya Gempa beralih ke ranjang Solar dan mengulang membangunkan adiknya, Solar hanya mengangkat jempolnya dan kembali tidur.

'Ini anak pada kenapa, sih?' Batin Gempa.

Saat Gempa keluar dari kamar fotosintesis, ia berpapasan dengan Ice dengan muka bantalnya. "Oh Ice! Sudah bangun?"

Ice mengucek matanya, "Uh, gem iya. Aku lapar, terus denger kamu manggil jadi aku mau turun."

Gempa ber-oh ria, "Blaze? Udah bangun?"

"Tadi -hoaaammm- sempat bangun tapi kayaknya tidur lagi."

"Aih? Pada kenapa ya?" Gempa bertanya pada diri sendiri.

"Masih capek kayaknya." Jawab Ice mulai meninggalkan Gempa. Lalu mendudukkan dirinya di salah satu tempat di meja makan dan mulai mengambil nasi berserta lauk pauk.

"Gem."

Yang dipanggil menengok ke arah suara, rupanya Taufan.

"Iya, kak makan dulu yuk." Ajak Gempa saat Kakaknya mulai berjalan ke arahnya.

"Ntar dulu. Tadi udah kenyang makan iler." Sanggah Taufan, "Lo sibuk gak sekarang?"

"Napa, kak?"

"Bantuin gue bersihin telinga gue, kayaknya pas kemarin main game di sungai ada air yang masuk ke telinga gue gara-gara si Gledek." Ucap Taufan sambil memukul-mukul telinga kanannya yang berupaya sisa air yang di dalam keluar.

"Yaudah kak, hayuk sekarang sekarang aja."

Jadilah saat ini dengan keadaan keduanya di depan pintu. Posisi Gempa yang kedua kakinya di silangkan dan kepala Taufan yang berada di paha Gempa.

Dengan alat pembersih telinga, Gempa dengan cekatan mengorek semua dosa Taufan sampai ke akarnya.

"Sakit gak kak?" Tanya Gempa yang agak menjewer telinga kakanya agar mengarah ke cahaya matahari.

"Enggak, kok. Kan kalo kamu yang ngelakuin itu pelan, gak kayak gledek."

Gempa hanya bisa menahan tawanya, "Kak Hali mah kalo disuruh kayak gini kagak bisa."

Suasana menjadi hening setelah itu, hanya terdengar suara gesekan kecil kulit dan besi, suara dengkuran Taufan yang terlalu nyaman dengan perlakuan Gempa -yang sebelumnya tidur tidak nyama- dan suara adu alat makan Ice di ruang makan.

Suara hentakan kaki mengubah fokus Gempa teralihkan, "Eh kak Hali?"

Halilintar yang baru bangun -muka bantal, rambut berantakan (seksi uhuy)- menengok ke arah Gempa dan melihat aktifitas yang di lakukan kedua adiknya.

International Development Network (College AU) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang