Ikhtiar13

774 153 34
                                    

"Jadi dia berjanji meninggalkannya dan kembali padamu?"

Nunu mengangguk. Prilly menatapnya heran. Bagaimana bisa semudah itu percaya? Bukankah katanya sudah move on dan merasa bego kenapa dulu terlalu bucin?

"Kasian mas Iman sedang kesandung banyak masalah, beb, rumah kami yang terlanjur dijual, pembayarannya macet, kalau sampai masuk penjara, siapa yang kasih ibunya, mas Iman juga masih punya cicilan mobil, sekarang dia bingung gimana cara bayarin pengacara kalau kasus dilanjutin, gak dicabut sama yang lapor karna duitnya dari mana?" Tutur Nunu mengungkapkan kenapa ia memilih terus mendampingi Iman.

"Sebagian besar masalahnya akibat dari ulahnya sendiri, lo jangan ikut keseret juga sih beb, setidaknya amankan pekerjaan lo, kalau lo dipecat bikin masalah baru," Prilly mengingatkan.

Meski merasa tidak sreg dengan keputusan Nunu, ia hanya menitik beratkan pada satu yang menurutnya paling penting Nunu pertahankan yaitu pekerjaan.

"Kalau lo kerja bukannya bisa buat bantu dia? Setidaknya untuk sehari-hari lo gak ngebebani siapapun, dari pada lo nanti dipecat dan akhirnya nyari-nyari kerja dan mulai dari awal lagi, menurut gue mendingan pertahanin yang ada." Lanjut Prilly lagi karna melihat Nunu terdiam, entah merenungi atau justru buntu atau mencari kata yang tepat menguatkan alasan dengan sikapnya tiga hari ini. Tidak masuk kerja tanpa kabar berita.

Sekali lagi Ali memanggilnya, kali itu bukan menyuruhnya masuk ruangan namun ia yang datang kedepan meja dimana Prilly menyelesaikan tugas setiap harinya.

"Sudah 3 hari tanpa keterangan, sebenarnya dia ada masalah apa, kamu harus terbuka jangan sampai perusahaan memecat dia tanpa kompensasi." Ali berdiri dihadapannya.

Terkejut, Prilly mendongak menatapnya. Kepalanya celingukan khawatir, ia tak ingin yang lain mendengar masalah Nunu.

Akhirnya Ali meninggalkannya dengan memberi isyarat agar diikuti. Kalau tidak mau didengar orang lain sebaiknya mengalah mengasingkan diri diruangannya, pikir Prilly.

Begitu ia sampai dihadapan Ali yang duduk dibelakang mejanya, Ali mengisyaratkan agar dia duduk dengan telapak tangan yang terbuka.

"Suaminya tersandung masalah, pak." Ucap Prilly akhirnya mengawali penjelasan.

"Nunu sudah tidak tinggal dengan suaminya lagi bukan?" Todong Ali.

"Bapak tahu dari mana?" Tanya Prilly terkejut.

"Dari obrolan dihape kamu kemarin, dia gak pulang kerumah artinya dia tinggal sama kamu," sahut Ali datar namun membuat Prilly tak habis pikir, seencer itu otaknya sampai dalam beberapa detik membaca sekilas ternyata semua bisa dicerna. Hanya saja yang menjadi fokusnya justru saat menyebut namanya saat itu.

"Jadi untuk apa bapak bertanya kenapa kepada saya?"

"Agar kamu bisa menyampaikan pesan perusahaan kepadanya, perusahaan tinggal mencari pengganti dengan mudah, namun Nunu tidak akan mendapat apa-apa kalau sampai perusahaan memecatnya tanpa dia mengundurkan diri."

Nasib baik Nunu diberikan warning, padahal perusahaan melalui HRD bisa saja langsung bertindak. Entah apa pertimbangannya sampai Langit repot sekali mengurusi hal itu.

"Baik, pak, akan saya sampaikan, terima kasih peringatannya!" Ucap Prilly tulus berterima kasih memberi kesempatan pada Nunu agar tidak ter'black list'.

"Karna Nunu tidak ada, pembimbingmu sementara ini adalah AKU!"

Dari sekian obrolan, yang terakhir membuat Prilly syok. Kenapa dia, bukan yang lain?

"Kenapa kaget? Apa mau kamu  permanen bukan hanya untuk sementara?"

Prilly menyimpan salah tingkah  dengan wajah kerasnya. Sudah payah ia menahan nafas sampai terasa sesak hingga ingin menghembuskannya. Tidak percuma pernah belajar akting di theater sekolah dulu dan pernah menjadi bagian dari penampilan tim meskipun bukan peran utama.

"Apakah sudah tidak ada yang mau bapak sampaikan? Bolehkah saya permisi?" Tanya Prilly dengan dada berdebar.

Ia belum bisa move on, namun ia tak akan menunjukkan keadaannya. Ia masih bisa bersikap seolah semua sikap dan kalimat Ali yang kerap memancing tidak berpengaruh apa-apa padanya.

"Tidak boleh!"

"Lho?"

"Jika boleh saya tidak membolehkan, tapi tidak boleh..." ujar Ali berbelit-belit bagai bahasa kalbu yang hanya bisa dimengerti oleh orang yang ia tuju.

"Kalau begitu saya permisi!"

Prilly berdiri dan mundur selangkah sebelum berbalik. Lagi-lagi ia meleleh dengan tatapan yang hampir saja mengunci lensanya.

Gara-gara Nunu. Padahal dia yang melarang ia terus mengejar langit. Mengingatkannya terus agar segera move on. Berusaha agar ia melupakan dengan berbuat hal-hal diluar nalar seperti menelpon SAKA untuk menjemputnya. Namun karna dia juga Langit bagai punya kesempatan untuk mendekatinya. Membuatnya ge-er sampai meleleh. Jika lupa bagaimana rasanya ditolak didepan umum, ia akan kegirangan. Namun untungnya raut wajahnya tidak semeleleh hatinya, wajahnya  justru terlihat mengeras.

"Tapi Iman melarang gue kerja, kemarin dengar ceramah juga niat istri kerja gak boleh cari nafkah, istri kerja karna ia ingin berkarya dan suami ridho."

Raga Prilla kembali kehadapan Nunu setelah pikirannya melayang pada saat ia berada diruangan Langit.

"Tapikan situasinya di lo saat ini beda, lagian kalaupun mau keluar kenapa gak secara baik-baik, ajuin resign biar Langit juga bisa mikirin strategi kedepan gimana dengan tim," nasehatnya pada Nunu yang terlihat terlalu lemah dengan janji Iman.

"Jadi ini tentang Langit?"

Prilly mengeryit, kenapa seolah apa yang ia ucapkan tidak benar dan hanya karna Langit.

"Dia berusaha mengingatkanmu sebelum perusahaan bertindak, beb!"

"Hmm!" Sinis Nunu menanggapi dengan mengangkat satu alisnya.

"Lagipula dia benar, Nu, kalau lo diberentiin lo gak dapat kompensasi, dia peduli sama lo!"

"Kok jadi membelanya? Dia gak peduli sama gue tapi sama lo, lo jangan mudah diambil hati dengan cara-cara kek gitu!" Nunu berkata dengan nada penekanan. Nampak emosi dengan yang namanya Langit.

"Kalau gue lihat dia melakukan ini tulus mau ngingatin lo, kalau memang hanya karna supaya interaksi terus sama gue jadi dia ngurusin yang bukan urusannya itu hanya karna dia peduli." Bela Prilly membuat Nunu terlihat mencibir.

"Yah, kemakan gombalannya, lupa ya sudah dipermalukan?" Nunu terdengar mengejek membuat Prilla tersenggol.

Ia tahu maksud Nunu baik, tapi ia rasa Nunu sudah terlalu mengaturnya tanpa berkaca.

"Lo juga lupa Iman sudah khianatin lo, lo lupa dia suruh-suruh lo jangan mengharap dia lagi, lupa kalau lo berapa bulan ini gak karuan karna dia, sekarang dia bilang butuh lo, lo langsung luluh, Nu, emang gak gampang kalau gak berada disituasi oranglain!"

-----------
Banjarmasin, 24 Maret 2024
13 Ramadhan 1445H
15.20 wita

Terima Kasih ya semangatnya. Meski agak lowbat tetep berlanjut sampai selesai sebelum 1 Syawal 1445H 🌷

Ikhtiar Mengejar LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang