Ikhtiar26

713 145 24
                                    

Kantor masih nampak lengang seperti pagi weekday sebelumnya. Hari senin sekarang, tetaplah senin paling ditunggu. Weekend bersama, tidaklah menghilangkan semangat temu dikantor bagi Ali dan Prilly. Apalagi semalam, pertemuan dirumah dengan mami dan papinya sungguh hangat dan tak terduga.

"Langit?" Mami menyipitkan matanya menatap Langit saat Langit menyapa dan memberikan buah tangannya yang baru ia beli saat menuju kembali kerumah itu. Sepertinya beliau merasa tidak asing.

"Apa kabar,tante? Langit dulu sering main kesini," Ali mengulurkan tangan dan mencium punggung tangan mami Prilly yang menyambutnya hangat dengan menepuk bahunya yang tertunduk.

"Ohh iyaa, temannya Daniel waktu SMA, yang pake vespa, sering gitaran diberanda?"

Bahkan ternyata mami Prilly mengingat sosok Langit dulu. BerVespa dan sering main gitar diberanda rumah.

"Iyaaa, tante." Ali mengangguk.

"Ohhh yang kata Daniel, ii seringgg---," mami menggantung kalimatnya sambil melirik Prilly.

"Oww jadi ini, i, yang 9tahun??" Mami seperti kaget sendiri mengingat ucap Prilly sebelum ini.

Prilly yang sedari tadi takjub melihat kenekatan Ali yang sudah berdiri didepan pintu tanpa bisa ia cegah lagi, tersipu dalam rasa syoknya.

"Hayoo masukk, terima kasih loh repot-repot dibawakan oleh-oleh," Mami Prily mengajak masuk sambil mendahului melangkah. Menyisakan Prilly dibelakang beliau bersama Ali yang langsung menatap bertanya-tanya.

"Kok nekat?"

"Gak enak tadi ninggalin kamu disini tanpa pamit ke orang tua kamu." Bisik Ali

"Tapi---."

"Disini aja i, kan dia keluarga bukan tamu!" Seru maminya membelokkan arah langkah Prilly  yang tadinya menyeret Ali duduk diruang tamu menuju ruang keluarga.

Mereka berpandangan, senyum terselip dibibir mereka mendengar ucap maminya itu. 'Bukan tamu tapi keluarga.'

"Ciee, keluargaaa," goda Prilly berbisik membuat Ali mengacak rambutnya.

"Eeeh ini kesukaan mami loh, tauu aja ya Langit, bolu sama kacang mete, terima kasih ya." Mami Prilly nampak menengok isi paper bag yang tadi dibawa Ali membuka toples kacang mete dan mengambil salah satu butiran mete lalu mencobanya.

"Sama-sama tante, dengan senang hati," sahut Ali kemudian.

"Enak loh, sukaa, makasih ya Langit, bentar mami bawa dulu kedalam ya," pamit mami sebelum meninggalkan ruang keluarga.

"Mami jangan sekali kedip habis ya," Prilly mengingatkan.

"Insya Allah, gak janji ya," sahut maminya.

"Gak kolesterol apa asam urat gak sih kacang mete? Mami kalau sudah ketemu kacang gak kira-kira deh," seru Prilly lagi.

"Enggak kok, kacang mete gak mengandung kolesterol dan bahkan dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah, kata yang jual tadi," sahut Ali.

"Sempat nanya rupanya?" Tanya Prilly keheranan, ada aja yang diobrolin sama penjual.

"Iyaa, bahkan penderita asam urat boleh makan kacang mete karena jenis kacang ini memiliki kandungan purin yang rendah. Makan kacang mete secara rutin dapat menurunkan gejala asam urat yang dirasakan malah," jelas Ali lagi.

"Wah dokter dadakan!"

"Hee, mau jadi dokter gak kesampaian," ucap Ali membuat Prilly memiringkan kepala menatapnya.

"Seriusan?"

"He-em," angguk Ali.

Tidak bertanya kenapa, Prilly pikir memang kuliah kedokteran itu butuh 7 tahun untuk selesai, itupun kalau tepat waktu. Dan tidak dipungkiri harus punya support sistem biaya yang tidak sedikit. Lama, biaya tinggi, lalu cukup sulit bagi kondisi Ali. Dan terpenting adalah, bukan takdir Ali menjadi dokter. Kalau sudah ketetapan Allah, lalu sudah diikhtiarkan, tentu bagaimanapun caranya akan jadi.

Ikhtiar Mengejar LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang