Ikhtiar22

705 158 24
                                    

Kasak kusuk terdengar saat ia lewat. Biasanya kalau yang berkasak-kusuk adalah Reni dan Radit, Prilla merasa sudah biasa dan ia cenderung membiarkannya saja.

Namun hari ini ada yang beda, seisi kantor seakan tertuju padanya dengan pandangan yang Prilla sendiri susah mengartikan.

"Ow, jadi menghalalkan segala cara ya? Gak nyangka."

Kalimat tak enak terdengar. Tidak tahu maksudnya dan kepada siapa ditujukan. Namun karna ia yang lewat tentu saja ia sedikit merasa tujuannya kepadanya. Prilla ingin tidak peduli, yang penting ia tidak pernah merasa menghalalkan segala cara. Menghalalkan segala cara apanya? Selama ini ia menjalankan tugas dengan baik. Menghandle project sebaik-baiknya jika project diserahkan kepadanya. Berbagi ilmu kepada yang baru tanpa hendak menggurui. Selalu mengatakan sama-sama belajar. Sama-sama saling membantu. Terima Kasih, Tolong dan Maaf, selalu ia ucapkan jika memang itu yang harus ia ucap. Meski baru melepas magang setelah hampir 5 bulan, namun ia merasa sudah sesuai dengan aturan. Lalu kalau kalimat menghalalkan segala cara itu tertuju kepadanya, memang apa yang ia perbuat? Apakah Ikhtiarnya selama ini ada hubungannya dengan cara halal atau tidak? Bukankah Ikhtiar mengejar Langit itu adalah haknya. Saat Langit menolak yang menanggung dampak adalah dirinya bukan yang lain. Jika Langit pada akhirnya runtuh juga sudah diluar kuasanya.

"Pantas saja selalu pulang belakangan, masih juga mengincar rupanya, lelaki dikasih ikan asin ya nyamberlah!"

Prilla menghentikan langkahnya. Suara seorang staf di pantry terdengar. Ia mengurungkan niat masuk ke dalam area Office boy itu.

"Sudah rahasia umum sih dia caper-caper sama manager, tapi gak nyangka sampe sedemikian ambisinya nyari cara mepet terus padahal ditolak!" Suara yang lain menimpali.

"Ngeri cctv gak bisa bo'ong ya!"

Prilla mengeryit, cctv? Ada apa ini sebenarnya?

"Makanya habis itu level langsung menanjak, dari anak magang langsung staf khusus," sahut yang lain.

"Kak Prilla tidak seperti itu kok, selama Arini sama dia, dia gak pernah aneh-aneh malah sering menghindari pak Langit!" Terdengar suara yang sangat Prilla kenali membelanya, Arini.

"Lu anak baru mana ngerti sih Rin, lu datang dia sudah ditolak jadi dia mungkin malu terang-terangan lagi!"

"Lagi pula dicctv sangat jelas Rin, kamu jangan pura-pura tutup mata."

"Video cctv-nya hanya sepotong cuma 15detik begitu kak Stevie, kak Novie, makanya Arini masih belum yakin," bela Arini lagi membuat Stevie dan Novie yang ia sebut menaikkan alisnya.

Prilla menghela nafasnya. Ia sedikit memutar otak mengartikan obrolan orang-orang yang berada didalam ruangan itu. Menjalin satu demi satu kalimat-kalimat mereka yang sudah pasti sedang membicarakannya.

Ia membalikkan badan membatalkan niatnya untuk masuk kedalam mengisi air minum didalam thumblernya. Dispenser yang ada ditengah ruangan dekat mejanya beraktivitas sedang kosong, mang Diman bilang sedang kehabisan stok galon dan belum diantar langganan perusahaan. Kemudian karna urgent mang Diman berinisiatif membelikan keluar makanya beliau saat ini tidak ada ditempat.

Melangkah meninggalkan pantry, Prilla berpapasan dengan staf pria yang mengangguk padanya. Bayu.

"Ada apa sih nona-nona ini pada rumpi dimari?"

Masih terdengar suara Bayu mengusik rumpi cewek-cewek yang sedang menghabiskan waktu istirahat di pantry itu.

"Memangnya lo gak dapet link  gabung di wa grup breaking news?"

"Yang isinya staf-staf kantor sini tanpa petinggi?"

Prilla menghentikan langkahnya. Wa Grup 'Breaking News'? Kok dia tidak dikirimi link? Tadi Arini sepertinya dapat, kenapa Arini tidak cerita?

Ikhtiar Mengejar LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang