8. kejadian di pagi hari

885 46 0
                                    

Typo bertebaran ~

***
"Ini mimpi kan? Yakali gue kembaran sama kain flanel, woii!!"

-Nana Grizsella.
***

Nana bangun dari tidurnya, namun ia tak membuka matanya sedikit pun.

Dengan langkah gontai, dia berjalan keluar kamar. Lalu berjongkok disana.

"Nona kecil, apakah kamu baik-baik saja?" Kata seseorang disamping Nana.

Nana membuka matanya begitu mendengar suara berat seperti om-om disamping nya.

Mukanya melongo ketika melihat sekitarnya, pandangan nya ia alihkan ke samping kirinya. Tepat suara itu berasal.

"Astagfirullah!" Kaget Nana sembari memegang dadanya yang berdenyut lebih kencang.

Siapa yang tidak kaget coba? Orang disamping nya ini memiliki tubuh besar dan tinggi, serta memakai pakaian formal berwarna hitam. Seperti bodyguard.

"Non-"

"Eh! Lo siapa, kok bisa ada disini?!" Teriak Nana memotong ucapan orang itu.

Kaivan yang kamarnya memang berada di samping Nana, merasa terusik karena gaduh yang anak itu perbuat di pagi hari.

Kaivan berjalan keluar kamar. "Ada apasih? Berisik banget." Ucapnya.

Nana yang melihat kaivan keluar, sontak berlari kearah kaivan. Lalu ia berdiri dibelakang punggung Kaivan.

"Tolong, kai. Om itu mau nyulik gue deh kayaknya, liat. Mukanya aja nyeremin." Kata Nana dengan berbisik kepada dirinya.

"Paansih dek, masih pagi halunya udah lancar aja." Kaivan mencoba sabar.

"Dak, dek. dak, dek. Pala bapak kau ku slepet!" Sarkas Nana.

"Heh, adek. Bahasanya!" Sahut Arsen.

Nana kembali berlari menghampiri Arsen. "Adek lo tuh bang! Sawan kayaknya, btw ini mimpi kan, bang? Bangun yuk, disini serem." Jelas Nana.

Arsen menghela napas, ia mencoba sabar akan sifat random Nana.

"Kamu itu adek abang, kembaran nya Kaivan yang udah lama ilang. Anaknya papa Sean, adeknya Leon, Alvero, juga." Jawab Arsen.

"Dih! Bang Arsen kok makin ngelantur! Taulah, bang Zergan! Abang!" Teriak Nana memanggil Zergan.

"Ada apa? Kenapa disini ribut sekali?" Itu Sean, ia muncul dari arah tangga.

"Loh, adek udah bangun."

"Ini lagi, siapa lagi sih!" Teriak Nana prustasi.

Arsen yang berada disamping nya memegang tangan Nana. "Itu papa, bahasa kamu yang sopan. Nana!" Tekanya.

"Ih, gamau. Gue mau pul akh-" Nana memegang dadanya yang berdenyut sakit, tolong ingatkan orang-orang bahwa dia memiliki riwayat sakit jantung.

Sean menghampiri Nana dengan khawatir. "Kenapa, sayang? Ada yang sakit."

"O-obat.." Ucap Nana dengan rintih kesakitan, sebelum akhirnya semuanya menjadi hitam. Ia pingsan.

Siapa yang tak akan pingsan coba? Pagi-pagi sudah disuguhi fakta yang mengejutkan.

"Nana!!" Teriak semua orang.

Arsen dengan cepat mengangkat tubuh Nana, ia rebahkan tubuh itu di kasur kamar milik Nana.

"Jef, panggil dokter andra cepat!" Suruh Sean kepada orang yang tadi Nana sebut om-om.

•••

"Bagaimana kondisi Nana? Dia gapapa kan?" Tanya Sean setelah sang dokter selesai memeriksa Nana.

Kamar Nana kini diisi oleh semua anggota keluarga Marendra, kecuali Leon yang memang belum pulang.

Kaivan dan Arsen tak berangkat sekolah karena khawatir, begitu pula dengan Sean yang tak berangkat bekerja. Kalo Alvero, dia memang memiliki kelas siang.

"Gapapa, dia cuma shock aja. Pastikan saja, infus ditangan nya harus habis. Dan, jangan buat Nana terkejut lagi." Jelasnya.

Semua keluarga keluarga Mahendra sedikit bernapas lega, ada sedikit rasa bersalah dalam hari mereka.

Sebab, Nana baru tinggal bersama mereka satu hari aja, udah bikin anak itu jatuh pingsan.

Perlahan namun pasti, Nana mulai membuka matanya kembali.

Hal pertama yang ia lihat adalah, ada empat pria yang mengelilingi kasurnya. Nana bisa lihat, ada rasa khawatir dari tatapan mereka.

"Nana, sayang. Ada yang sakit, hm?" Tanya Sean lembut.

Nana mendudukan dirinya dengan dibantu Arsen, dirinya terus menunduk.

"Kalian keluar dulu aja, ya? Biar aku yang jelasin ke adek." Kata Arsen.

"Tap-"

"Udah, keluar yuk." Ajak Sean pada kedua anaknya.

•••

"Mau dengerin cerita abang, kenapa kamu bisa jadi anak papa Sean?" Tanya Arsen.

"Oke, tapi kamu jangan potong ucapan abang." Lagi. Dan lagi hanya dibalas anggukkan oleh Nana.

"Semua ini berasal dari papa, dan bunda setelah cerai. Mereka sempat bertengkar akibat faktor ekonomi, hingga jalan terakhirnya hanya satu. Yaitu cerai.. waktu itu, kamu baru berusia satu tahun. Dan bunda hanya ingin membawa kamu bersamanya." Arsen menjeda ucapannya.

"Kita salah sangka, bahwa kamu bahagia hidup bersama bunda. Ternyata salah, bunda Malang dengan tega-nya membuang kamu. Kalo saja Alvero ga pergi kerumah bunda waktu itu, kita mungkin ga bakal pernah bertemu." Ucap Arsen selanjutnya.

Nana memainkan tangannya, sungguh. Dirinya terlalu terkejut akan fakta ini.

Arsen memegang tangan Nana. "Gapapa, ini pasti berat buat kamu. Pelan-pelan aja, nanti juga terbiasa." Katanya dengan tulus.

Nana tiba-tiba menangis begitu deras, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Perasaannya bercampur aduk sekarang.

Arsen membawa Nana kedalam pelukannya. "Sstt.. jangan nangis, nanti sesak lagi."

***

Ekhemmm, gimana nih?:>
Oiya, aku juga bikin au tiktok.
Jangan lupa mampir, dan ramein ya pren.

Aku bakalan lebih seneng up, kalo au sama cerita ini rame♡

Aku bakalan lebih seneng up, kalo au sama cerita ini rame♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yang ini akunya ya, pren!"

Saling menghargai yuk, dengan cara.
Vote+komen+follow aku!!!

Nana Grizsella. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang