SC. 3

305 44 9
                                    

Happy Reading..

.

.

.

.

.

"Phuwin aku beruntung memilikimu di sampingku."

Phuwin menatap Dunk was-was, apa Dunk benar-benar mempunyai perasaan padanya. Entah kenapa Phuwin melihat banyak perubahan dari Dunk pada dirinya.

Phuwin jadi terbawa perasaan sendiri saat melihat perubahan Dunk yang lebih memperhatikannya.

Tidak..

Tidak..

Bagaimana mungkin itu terjadi, Dunk tak mungkin menyukainya.

"Dunk apa kau benar-benar menyukaiku?" Tanya Phuwin bodoh, membuat Dunk menatapnya datar.

"Aku pihak yang dibawah, kalau kau lupa." Ucap Dunk malas.

"Pihak dibawah? Lalu aku yang jadi pihak diatas?" Pertanyaan bodoh Phuwin semakin membuat Dunk ingin meremas tubuh kecil Phuwin.

"Aku tak suka penis kecil." Jawab Dunk sarkas. Phuwin diam-diam memegang miliknya, lalu mendelik dengan bombastic side eyesnya.

"Yakk.. mana ada? Penisku itu besar!" Ucap Phuwin bodoh, Dunk kini yang mencibir.

"Penisku itu besar.." tiru Dunk sambil menarik bibirnya kesamping. Mengejek Phuwin, yang tak terima karena penisnya disebut kecil. Perdebatan mereka terus berlangsung, hingga nama Dunk dan beberapa pemain dipanggil masuk ruangan. Phuwin dan Dunk pun menghentikan perdebatan tak bermutu mereka. Kini Phuwin memberikan dukungan yang dibalas oleh senyuman dari Dunk. Sudah dipastikan bukan, bahwa dia akan memerankan salah satu karakter didalam series ini.

Dan benar saja, dia ditunjuk menjadi pemeran utama diseries ini. Memainkan peran Tine, tapi kemana actor yang akan beradu akting dengannya yang menjadi Sarawat? Dunk ingat saat itu, bahwa pemain yang akan menjadi pemeran Sarawat sangat tampan.

Karena sosok itulah yang selalu menjadi saingannya saat memperebutkan Asian Actor of the year di beberapa Award. Tapi, kenapa actor itu belum juga datang. Apakah dia belum ditemukan untuk casting oleh kru.

Terlalu fokus pada pikirannya, Dunk tak mendengar panggilan sutradara memanggil sebuah nama yang  akan memerankan tokoh Sarawat.

Dunk hanya tau saat pandangannya teralih dan menatap sosok didepan yang kini tengah menatapnya tajam.

Dunk tanpa sadar membulatkan mata dan membuka mulutnya kecil, kaget.

Kenapa ada sosok itu disini? Apakah dia salah masuk ruangan? Apa yang dilakukan orang itu disini!? Pekik Dunk dalam hati. Sungguh, dengan susah payah Dunk menghindari orang itu. Tapi kini dia malahan sudah bertatap muka dengannya. Takdir macam apa ini? Tak bisakah dia mengubah takdir bahwa tanggal 9 September adalah awal pertemuan mereka.

Sutradara mulai menjelaskan kembali bagaimana peran mereka dan membawa sosok itu datang dan berhadapan dengannya langsung.

Dunk berpikir, bukankah ia bisa mengubah masa depan. Tapi, kenapa hal satu ini tak bisa ia ubah. Ia berusaha menghindari sosok Joong, tapi kini ia malahan bertemu dengannya juga.

Sebisa mungkin dia mengatur ekspresi wajah serta tingkahlakunya, ia memegang tangan yang ingin melayang dengan cepat kearah Joong.

Ya, Dunk sangat ingin memukul sosok itu.

.

.

.

.

Second Change Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang