07; Berdarah

245 21 0
                                    

"Diraba, dipegang. Kok, malah makin tegang?"

  Mata Rhuto menajam memperhatikan apa yang terjadi di seberang sana, ia penasaran sekaligus khawatir. Rhuto lekas pergi meninggalkan jendela, ia sebentar memperhatikan Mak Zuhri yang masih sibuk memasak sembari bersenandung, Rhuto lekas lagi melangkah menuju jendela, saat itulah tak sengaja dilihatnya Pak Yeri sedang berdiri berkacak pinggang dengan tangan kiri membenarkan letak kacamatanya. Mata Rhuto beralih ke arah halaman depan, Juna sedang berlari dengan sebelah kaos kakinya yang melorot. Rhuto jadi penasaran tapi bingung.

  Rhuto melangkah menuju pintu utama, ia tergesa-gesa, bayangan penemuan jasad wanita masa lalu di rumah itu membuat jantung Rhuto berdegup kencang, keringat sebiji jangung turun pelan dari pelipis, melingkari dagu kemudian jatuh, Rhuto membuka pintu rumah itu. Matanya sudah bulat melihat Juna, musuhnya masuk ke halaman rumahnya. Juna menatap Rhuto dengan mata lebar yang sangat lucu, tapi, bukan itu yang menarik perhatian Rhuto.

  Juna duduk di kursi kayu, membenarkan kaos kakinya yang melorot. Rhuto menoleh ke arah Pak Yeri yang tersenyum padanya kemudian menutup pintu rumah. Janggal! Itulah yang sekarang ada di pikiran Rhuto, tangan Juna gemetar sembari pura-pura menarik kaos kaki yang utuh. Rhuto menarik napas, pura-pura tidak tahu apa yang terjadi, mengingat jika Juna ini musuhnya. Rhuto melipat kedua lengannya di depan dada, sementara Juna duduk menganyunkan kedua kakinya.

"Ngapain lo ke sini?" Tanya Rhuto judes, matanya memperhatikan Juna.

Juna tidak menoleh, matanya justru menatap ke arah jalan. "Terserah gue dong, lo ngapain buka pintu?"

Rhuto menghempaskan napasnya. "Ya terserah gue, lo ngpain masuk ke rumah orang? Mau maling, ya?" tuduh Rhuto sembarangan.

Juna menoleh dengan jidatnya yang berkerut. "Gue mampu kali, lagian nggak ada yang berharga buat diambil," jawab Juna kesal.
 
  Rhuto terkejut, ia menghampiri dengan cepat ke tempat Juna duduk. Juna melirik sedikit dengan perasaan waswas—Rhuto melepas kedua lengannya dari posisi dada, tangan kirinya terayun saat tubuhnya yang tegap tepat berdiri di sekian centi dari tempat Juna duduk, keringatnya membanjiri leher hingga pelipis, kaos ketek yang digunakannya basah lantaran keringat dari leher turun ke dada, jantung Rhuto pun mengertak memompa darah.

  Juna berusaha memasang wajah tenang meski jantungnya membeludak dengan rasa cemas, tangan kanan Rhuto mengudara, ujung jari kelingkingnya menyentuh peilipis tepat di atas alis kiri yang sedikit tertutup poni. Rhuto melihat darah mengalir, matanya sesekali melihat ke arah mata Juna hingga pelipis tersebut. Juna terdiam kikuk saat jari jemari Rhuto menutup luka itu, darah merah menguar mengotori telapak tangan Rhuto.

"Ini, kok bisa luka nggak sadar sih, Juna monyet!" sarkas Rhuto panik, Juna bingung harus menjawab apa, tubuhnya sudah sejak tadi tak dapat bergerak, bagaimana bisa Rhuto begini padanya, dengan jarak sedekat ini.

"Loh, ada Nak Juna, kalian lagi ngapain?" kedua kepala anak manusia itu menoleh berbarengan saat Mak Zuhri mendapati dua remaja berpilaku cukup intim.

Wajah Mak Zuhri berubah panik saat melihat darah yang masih keluar dari telapak tangan Rhuto, kelopak mata Juna pun ternodai hingga membuat dirinya memejamkan mata. "Ya ampun Gusti! Bujang, kamu apain si Juna? Ayo bawa masuk!"

  Jadilah Rhuto membopong tubuh Juna masuk ke dalam rumahnya, Mak Zuhri mengambil kotak P3K yang isinya sudah tentu tidak lengkap. Hanya ada perban, alkohol, kapas, plester luka dan tisu. Mak Zuhri meminta Juna berbaring di sofa sementara Mak Zuhri membersihkan darah yang sudah sedikit mengering, Rhuto membuka bungkus plester luka—itupun setelah Mak Zuhri berhasil membersihkan luka tersebut. Mak Zuhri mengernyitkan keningnya pertanda bingung saat tepat kedua matanya melihat luka di pelipis itu terbuka beberapa senti.

HELLO JUNA! | HARUKYU REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang