18; Pondok di Hutan Mahoni

184 18 5
                                    

"Seandainya gue mati, kalian janjikan seengaknya bawa potongan jari gue, buat emak?"
——————————

   Malam itu...

    Sebuah pondok yang sempat menarik rasa penasaran Rhuto dan Juna pun terbuka, dimana pondok itu menjadi saksi betapa biadab dan bengisnya orang-orang ini. Semua bercak darah yang mengering tepat mengotori seisi dinding, kain-kain bekas yang berbau anyir pun berserakan. Rhuro menatap keji saat sikurus mengikat kakinya dengan sebuah rantai hina, dimana hanya diberi sedikit kelonggaran untuk dapat melangkah tapi tak dapat berlari, Mia juga sama seperti dirinya. Pada saat Rhuto memberontak demi menyelamatkan Mia dari tangan kotor dua manusia pesuruh Pak Tua, yang hendak meremas payudaranya, Rhuto justru mendapatkan pukulan bertubi-tubi hingga sulit bagi Rhutu untuk berbicara lantaran rasa sakit, tapi meski Rhuto menerima pukulan itu, dalam hati ia bersyukur karena dua orang itu tidak melanjutkan niatnya untuk mengotori Mia.

   Bulan yang murung bergantung di arah barat semakin menciptakan cahaya yang redup berpendar, tatkala hujan yang turun lebat membuat udara hutan dingin dan rerumputan basah menciptakan rasa gatal. Sebuah mobil terparkir dengan sorot lampunya yang benderang, tiga anak manusia diseret paksa dengan kedua belah tangan diikat bersedekap paksa, Rhuto melangkah pincang dengan mulut terikat kain, dimana luka tembak pada betisnya masih mengalirkan darah yang lekas tersapu air hujan. Mia masih gemetar dengan bibir pucat serta bekas air mata yang kering dihapus hujan. Dua orang biadab menyeret Juna, matanya masih terpejam setengah sadar setelah hantaman senapan mengenai kepalanya.

  Tiga anak manusia yang malang itu dibawa bersama, menuju tempat antah berantah bersama tiga orang biadab. Rhuto duduk dengan kepala tersandar pada pintu mobil, Juna dibaringkan paksa tepat di atas pangkuan Mia. Dua manusia bejat yang penuh nafsu birahi terus saja membelai leher hingga tak segan merobek celana longgar yang panjang dikenakan Mia. Malam itu, mobil terus melaju, keluar dari komplek tanpa pengawasan Satpam yang berjaga, sebuah ketidakberuntungan benar-benar mendukung kukuh insiden ini. Sebelum pergi pun, dua pesuruh Pak Tua sempat menutup bekas rerumputan yang terinjak-injak, mereka berdua berlari berkeliling seolah kejadiannya hanya sampai di area tersebut.

  Sekian jam atau menit yang berlalu, seperti sebuah suara surau yang jauh tertiup angin, suara azan yang hanya sesekali ujung lafaz terdengar begitu jauh. Rhuto mau pun Mia kembali berjalan berbanjar, keduanya disinggahkan pada booth continer selebar 400cm dengan tinggi 300cm. Mia lebih dahulu didorong keji, hingga dagunya terpukul lantai besi, Juna pun didorong hingga ia terbangun dan menatap sekitarnya tanpa kesadaran yang sempurna. Terakhir, tentu saja Rhuto, ia terhuyung menambrak Juna, membuat yang tertindih lekas bergerak acak, Rhuto dengan susah payah bangun lalu bergeser duduk bersandar dengan rasa lapar.

  Cahaya redup tiba-tiba menyala di dalam container pengap, mata Rhuto sontak mendongak ke atas, ia tak menduga jika ada aliran listrik, spekulasi Rhuto pun berjalan baik, ia yakin bahwa dimana mereka disekap pasti sebuah pemukiman yang sunyi, atau sebuah hutan. Masalah listrik, ia yakin mereka pasti merakitnya, atau menggunakan tenaga akumulator untuk  penerangan tak seberapa. Kian menit ketiga anak terdiam meratapi nasib, bagaimana tidak? Mulut yang terikat menyulitkan mereka untuk menyusun rencana pelarian.  Juna rupanya memang sudah benar-benar sadar, matanya yang sembab menatap Rhuto dan Mia bergantian.

  Mungkin, hendak rasanya Juna berbicara tapi ia sadar bahwa semuanya dalam keadaan terbatas, tangan yang terikat tentu dengan tujuan agar mereka tak dapat melepas sumpalan kain yang bersatu dengan putaran isolasi hitam, serta tak mungkin pula untuk melepas rantai mematikan, yang mana ada gembok di bagian tengahnya. Seolah penculikan ini benar-benar sudah terencana.  Dalam kesunyian di dalam container tersebut, suara kicau burung terdengar jelas namun beradu dengan lolongan minta ampun.

HELLO JUNA! | HARUKYU REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang