Selamat Membaca...
.
.
.
Naruhina Fanfiction
.
.
Rate M
.
.
Sedikit ada romcom disini.
.
.
Jika sekali membaca dan tidak suka maka tau dirilah segera pergi tanpa meninggalkan jejak apapun disini.***
Melepas kaca mata yang bertengger di hidung bangirnya. Naruto memijat pangkal hidungnya lembut guna mengusir pening yang menyergap. Menyandarkan punggungnya disandaran kursi miliknya sembari menghembuskan nafas lelah. Hari ini begitu banyak sekali pekerjaan yang harus ia kerjakan.
Melirik jam yang berada disalah satu dinding ruang kerjanya. Waktu menunjukkan pukul dua puluh satu, ternyata sudah malam. Bergegas ia membereskan beberapa file dan bersiap untuk bertemu dengan ranjang miliknya yang bertahtakan kasur empuk ukuran besar. Naruto berjalan menuju lift. Hening. Memang suasana kantor sudah sepi. Siapa memangnya yang masih berada di kantor di jam seperti ini? Hantu? Mungkin saja. Mereka sedang piket kantor atau bahkan mereka sedang bekerja.
Pintu lift terbuka, membawanya langsung sampai pada area parkir. Naruto memencet tombol alarm dikunci mobilnya. Membuka kunci mobil dari jarak jauh. Menaiki mobil dan mengendarai dengan santai. Untuk dirinya yang berumur dua puluh tujuh tahun ini, jam sembilan malam masih dikatakan sore hari. Namun ia tidak berniat untuk mampir ke manapun karna kasur lebih menggoda untuk ia tiduri.
Dua puluh menit akhirnya Naruto sampai di Mansion Namikaze. Sebuah mansion yang megah dan mewah, bergaya arsitektur Eropa. Naruto menjinjing tas kerjanya saat memasuki mansion. Alisnya saling bertaut, ketika mendapati lampu ruang tamu masih menyala terang. Dari pintu masuk, ia sudah dapat mendengar suara pekikan ibunya.
"Ada apa?" Batinnya.
Naruto semakin mempercepat langkahnya masuk kedalam. Walau sudah biasa Khusina bicara dengan nada keras namun kali ini Naruto dapat rasakan perbedaannya.
"Apa aku salah mendidik anak...?!" Pekik Khusina.
"Sayang, tenang dulu." Minato berusaha untuk menenangkan Khusina yang saat ini sedang kacau setelah mansion mereka didatangi oleh satu keluarga yang meminta pertanggung jawaban atas kelakuan putra pertamanya. Menma Namikaze.
"Minato, kau tau kan kalau Menma adalah harapan kita. Jika seperti ini bagaimana?" Eluh Khusina pada suaminya dengan tangisan pilu. Minato hanya terdiam, ia juga sangat terkejut mendengar kabar yang dibawa satu keluarga tadi. Ingin mengelak, namun satu keluarga itu membawa saksi yang sangat akurat. Ini adalah aib bagi keluarga konglomerat nan terpandang di Konoha.
"Ayah, ada apa?" Naruto memberanikan diri bertanya pada Ayahnya apa penyebab ibunya menangis.
"Ah, Naruto. Kau sudah pulang?" Naruto hanya mengangguk. Iris safirnya memandang sang ibu yang duduk masih menangis dipelukan ayahnya.
Khusina tiba-tiba saja menghentikan tangisnya, lantas ia berdiri dan menatap serius pada putra keduanya.
"Minato.... Aku punya solusinya," ujar Khusina yang masih tetap memandang Naruto.
Minato mengikuti arah pandang Khusina dan sebagai lelaki yang sudah puluhan tahun hidup bersama Khusina, Minato paham maksud yang dikatakan Khusina.
"Khusina, jangan gila...!" Dengan sedikit nada tinggi, Minato berkata pada Khusina. Selama ini sudah cukup jika istrinya ini terlalu membedakan antara putra sulungnya dan putra bungsunya. Minato tau alasan Khusina yang tidak bisa menyayangi Naruto seperti ia menyayangi Menma. Namun ini sudah lebih dari dua puluh tujuh tahun, apa Khusina masih belum bisa sepenuh hati menerima kehadiran Naruto? Bagaimana pun, Naruto adalah anak kandung mereka. Anak yang lahir dari rahim Khusina sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bear The Burden
FanfictionNaruto seperti tersengat listrik ribuan volt ketika mendengar titah dari sang Ibunda. Menanggung akibat dari perbuatan yang tidak dilakukan memang sangat menyakitkan. Apalagi harus mengorbankan sisa hidupnya. Menikah bukanlah untuk jangka waktu yan...