10

916 146 27
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

Update Pagi...
.
.
.

***

Senja menutup hari dengan keindahannya yang sebentar. Berganti dengan langit malam yang gelap namun bertabur jutaan bintang kecil di langit. Ah, cuaca sangat bersahabat rupanya.

Hinata tersenyum memandang langit yang begitu ramai, seperti hatinya yang sangat ramai dengan banyak kebahagian. Mata bulannya beralih memandang suaminya yang masih terlelap, tadi stelah mereka kembali mereguk nikmat dunia, Naruto jatuh tertidur. Mungkin suaminya itu sangat lelah.

Hinata ingat bagaimana suaminya memanjakan seluruh tubuhnya. Begitu lembut, pelan, berhasrat dan juga tentu saja menggelora. Memikirkan itu semua membuat pipi Hinata memerah. Ia juga sangat bahagia suaminya sudah bisa menerima dirinya. Hanya dalam waktu tiga bulan lebih mereka bisa memutuskan untuk berkomitmen untuk selamanya.

"Naru," panggil Hinata dengan mengelus lembut Surai pirang suaminya. Naruto hanya melenguh pelan dan semakin merapatkan selimut yang membalut tubuhnya saat merasakan nyaman atas elusan Hinata pada rambutnya. 

"Bangun, segeralah mandi. Tidak enak jika nanti salah satu sahabatmu datang kau belum bangun," ujar Hinata lagi.

"Hemmm," kembali hanya gumaman yang Hinata dapatkan.

"Apa kau selelah itu?"

"Ya, aku lelah berjuang kemarin malam trus sore tadi juga," jawab Naruto masih dengan mata terpejam.

Hinata berdehem, entah mengapa ia malu, memukul pelan bahu sang suami. Padahal itu hal yang biasa. Naruto mengintip sedikit, ia ingin tau ekspresi istrinya. Naruto terkekeh lucu melihat wajah Hinata yang terhiasi semburat merah dipipinya.

"Gemas sekali," dengan cepat Naruto menarik istrinya yang kini jatuh terbaring disisinya.

"Kau sudah mandi?"

"Sudah lah, aku sudah wangi,"

"Sayang sekali. Padahal bisa mengulang lagi meski hanya satu ronde,"

"Dasar kuning mesum...!"

Naruto tertawa mendengar pekikan istrinya dan ya...Naruto membungkamnya dengan ciuman yang kini akan Naruto lebih sering lakukan. Hahahaha.

***

Minato masih mendiami istrinya, kali ini kesalahan Khusina benar-benar tidak bisa Minato tolerir lagi. Jika memang ia harus kehilangan istrinya itu hanya untuk membela putra bungsunya maka Minato rela. Sudah cukup penderitaan yang mereka berikan selama ini pada Naruto, sudah cukup. Minato menangis sedih tanpa suara teringat perlakuannya dulu dan sekarang pada putra bungsunya.

"Naruto," panggil Minato dengan lirih sekali.

Rasanya ia sangat merindukan putra bungsunya. Namun saat ini Naruto tengah menghadiri undang pesta dari Shikamaru yang Minato ketahui adalah sahabat dari putranya. Bahkan putranya selalu izin padanya saat tidak pulang ke rumah. Entah izin itu ditanggapi atau tidak oleh orang tuanya.

"Apa aku beri kejutan saja untuk mereka? Tapi apa ya?"

Kembali berpikir, apa sekiranya yang ia bisa berikan untuk Naruto dan menantunya.

"Rumah?" Monolog Minato, " aku rasa itu cocok tapi aku tidak tau selera Naruto dan Hinata. Apa tiket bulan madu saja? Aku tidak memberi hadiah apapun pada mereka." Minato kembali sendu, "setelah itu baru aku akan memberikan mereka rumah,"

"Khe...! Jangan mimpi...! Memang kau punya apa?" Remeh Khusina pada Minato.

"Kau pikir aku ini lelaki kere?" sahutan dari Minato cukup membuat Khusina tersentak kecil. Karena selama ini Minato selalu menurut padanya, berkata lembut, tidak banyak omong dan selalu mendukungnya, apapun itu.

Bear The BurdenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang