13

821 128 28
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

***

Sesampainya mereka bertiga di rumah Hinata yang disambut suka cita oleh Hanabi didepan rumah.

"Selamat datang, Hinata-sama," ujar Hanabi sembari membungkuk hormat pada kakaknya. Hinata mendengus, ia memukul punggung Hanabi dengan sikunya yang berakhir Hanabi terpekik kencang.

Naruto mengikuti Hinata masuk setelah memberikan senyum tipis untuk adik Hinata. Sedangkan Menma terpaku oleh wajah ayu Hanabi. Menma kira jika adik Hinata masih berumur belasan tahun tapi ternyata sudah remaja.

"Dasar wanita itu tidak berubah sama sekali," gerutu Hanabi yang berusaha mengelus punggungnya yang disikut kakaknya tadi.

"Apa...!" Sembur Hanabi pada Menma yang masih berdiri disana.

"Sama galaknya," batin Menma.

Mengikuti langkah Hanabi yang memasuki rumah Hinata. Matanya melihat-lihat rumah Hinata yang besar namun cukup sederhana. Agaknya memang benar dirinya harus membelikan rumah yang lebih besar untuk keluarga adik iparnya itu. Hitung-hitung ia mengurangi uangnya di rekening yang selalu bertambah dan tidak pernah berkurang. Nasib jadi orang kaya.

Hinata duduk di sofa ruang tamu disusul Naruto dan kemudian Hanabi juga Menma.

"Mana Ayah dan Ibu?" Tanah Hinata pada adiknya.

"Sebentar lagi akan pulang, mereka heboh saat aku beri tahu jika nee-san mau berkunjung dengan nii-san hari ini," jelas Hanabi.

"Neji-nii?" Tanya Hinata lagi.

Hanabi berdecih, mengingat kakak lelakinya itu. Tadi Hanabi mengabari Neji jika Hinata akan pulang ke rumah dan kalian tau apa yang diucapkan Neji? Pria itu berkata, jangan ambil oleh-oleh bagianku. Kesal sekali Hanabi pada kakak lelakinya itu.

"Nanti juga Neji-nii akan datang kesini,"

Tak lama orang tua Hinata tiba, terdengar dari suara motor yang masuk ke halaman rumah mereka.

"Hhhiiinnnaaatttaa, Ayah datang...!" Hiashi sudah heboh sendiri ketika melihat sebuah mobil di halaman rumahnya. Itu bukan mobil milik putra sulungnya karna mobil itu sangat mewah dan elegant. Sedangkan mobil putra sulungnya itu hanya mobil biasa.

Hinata berbinar mendengar suara Ayahnya. Wanita itu berdiri menuju pintu, menyambut ayahnya.

"Oohhh, putri Ayah yang jelita akhirnya ingat rumah juga," sindiran keras itu membuat Hinata tertawa. Wanita Naruto itu segera menghamburkan dirinya kedalam pelukan Hiashi.

"Ayah, aku rindu," ucap Hinata.

"Kalau rindu kenapa tidak pulang?" Balas Hiashi.

"Aku sibuk mengenali suamiku dulu jika aku sering pulang yang ada tidak akan pernah kami saling menerima. Betulkan Ayah?"

"Hemmm, sepertinya kurang tepat tapi itu juga bagus,"

"Kalian ini, masuk jangan buat keributan," itu suara Ibu dari Hinata. Dengan cepat Hinata berpindah bergelayut manja pada lengan Hikari.

"Masuk sana..." Hikari menepuk bokong putri keduanya itu seraya mendorong pelan tubuh mungil Hinata.

Ketika masuk kedalam rumah, Hiashi dan Hikari terkejut melihat ada sosok pewaris Namikaze.

"Kau...!" Tunjuk Hiashi pada Menma. Yang ditunjuk susah menunduk takut tapi Menma sudah bertekad ingin meminta maaf pada Hiashi.

Tatapan Hiashi lalu beralih pada Hinata disampingnya, "mengapa kau tak bilang jika Tuan muda ikut," ucap Hiashi pada Hinata.

Bear The BurdenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang