Selamat Membaca...
.
.
.
Update siang...
.
.
.
Story ini rate M loh ya...
Awas tiba-tiba ketemu scene panas🔥🔥🔥
.
***
Naruto fokus dengan angka dan huruf yang berjejer rapi didokumen yang ia pegang. Memastikan semua berjalan sesuai dengan apa yang ia mau. Naruto bukan CEO di perusahaan ini. Naruto hanyalah sebatas Manager saja meski ia adalah putra dari pemilik perusahaan terbesar di Konoha ini. Gaji pun Naruto sama dengan manager lainnya. Perusahaan ini adalah milik Ibunya. Naruto sebenarnya ingin sekali mendirikan perusahaan sendiri namun masih terhalang dengan dana yang memang cukup besar. Tapi jangan salah, Naruto memiliki usaha sampingan lainnya yaitu sebuah distro yang sudah lumayan besar. Lalu ia memiliki beberapa minimarket yang berhasil ia bangun dengan susah payah. Sedari kecil hingga remaja Naruto sudah harus pintar membagi uang jajannya yang diberikan oleh Khusina agar cukup sampai satu bulan. Kadang jika uangnya habis sebelum waktunya, Naruto akan bekerja pada ibunya demi mendapatkan uang tambahan. Bekerja seperti membersihkan halaman rumah, membersihkan kolam renang atau sekedar ikut berbelanja dengan beberapa maid di mansion untuk membawakan belanjaan mereka. Beberapa maid pun menganggap Naruto bukan majikan mereka dan itu tidak masalah sama sekali bagi Naruto. Bahkan terkadang para sahabatnya dengan sukarela membagi uang saku mereka untuk Naruto. Mereka semua adalah anugrah terindah yang Tuhan berikan padanya.Ketika ibunya meminta menikahi istrinya, Naruto sudah mempunyai tabungan khusus untuk istrinya kelak. Jadi tidak ada beban lagi ketika ia harus menafkahi putri dari orang lain.
"Yoo," itu suara Sai. Naruto mengangkat wajahnya dari dokumen guna menatap Sai diambang pintu.
"Naruto, kau sudah makan siang?" Tanya Sai yang kini duduk disofa berwarna abu tua yang ada diruangan Naruto.
"Belum,"
"Kau tidak dibawakan bekal oleh istrimu?"
"Tidak,"
"Ah, sayang sekali. Biasanya masakan istri itu lebih enak daripada makanan direstoran mana pun," ujar Sai.
Naruto dengan cepat menatap Sai, "Apa itu benar Sai?"
"Tentu saja. Kau tau, Ino-chan dulu sangat manja dan pemalas tapi setelah kami menikah ia mulai belajar memasak dan hasilnya sangat enak. Meski diawal memang rasanya tidak karuan tapi aku menghargai usaha istriku," ucap Sai.
Naruto mendengarkan dengan seksama, "Itu karna kau menikah dengan orang yang kau cintai," sahut Naruto.
Sai menegakkan badannya, "Naruto, cinta itu bisa hadir kapan saja bahkan tanpa kau sadari. Rumah tangga tidak didasari hanya dengan cinta. Buktinya banyak perceraian antar pasangan yang nyatanya saling mencintai,"
"..."
"Jujur saja, aku melihat istrimu berbeda dengan gadis-gadis yang selalu mengejar mu. Istrimu sedikit bar-bar dan tidak elegant." Sai hanya memberikan cengiran setelah mengatakan itu, "tapi entah mengapa aku bisa merasakan jika istrimu gadis yang baik. Meski sudah tidak segel lagi saat menikah denganmu," lanjut Sai yang tanpa sadar membuat Naruto menatap Sai dengan datar. Pria itu tidak tau saja jika istrinya masih tersegel rapat.
"Hahaha, tapi hal semacam itu sudah tidak lazim lagi kan? Jaman sekarang seorang gadis yang masih perawan merupakan aib,"
"Ck... Kau kesini hanya ingin bergosip tentang istriku?" Kesal Naruto pada sahabat pucatnya ini. Sai hanya tertawa merespon ujaran kekesalan dari Naruto.
"Ayo, kita sudah ditunggu Sasuke dan Shikamaru di cafe seberang," akhirnya Sai mengatakan tujuan utamanya.
"Baka..." Mendengar itu Sai semakin terbahak saja, ia sangat suka menjahili Naruto mungkin setelah sahabatnya itu menikah akan lebih senang lagi ia menjahili Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bear The Burden
FanfictionNaruto seperti tersengat listrik ribuan volt ketika mendengar titah dari sang Ibunda. Menanggung akibat dari perbuatan yang tidak dilakukan memang sangat menyakitkan. Apalagi harus mengorbankan sisa hidupnya. Menikah bukanlah untuk jangka waktu yan...