12

1K 149 21
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

***

Minato memberanikan dirinya mengetuk kamar Naruto. Tadi putra bungsunya itu sudah mengatakan jika akan pergi dari rumah ini bersama Hinata. Sedih rasanya bagi Minato yang baru saja bisa merasakan kehangatan dari kedua putranya. Namun alasan Naruto disetujui oleh Minato.

"Naruto," panggil Minato dari balik pintu.

Tak lama pintu terbuka menampilkan Naruto yang tampak sehabis mandi.

"Ayah, ada apa?"

"Ehmm, ayah ingin bicara sebentar, bisa?"

"Tentu saja, ayah ingin bicara dimana?"

"Disana saja," tunjuk Minato pada ruang keluarga dilantai dua. Naruto mengekori sang ayah menuju tempat yang Minato mau. Naruto duduk di samping Minato.

"Ini, maaf ayah baru bisa memberikan hadiah pernikahan untukmu," tangan Minato terulur menyerahkan map coklat dengan ukuran yang lumayan besar.

"Apa ini?"

Dengan senyuman tulus Minato berkata,"Itu adalah bukti kepemilikan rumah yang ayah beli beserta kuncinya. Tidak semegah mansion ini tapi ayah pastikan mampu menampung dua sampai empat cucu untuk Ayah," ujar Minato dengan gurauan khas bapak-bapak.

Naruto masih memandang map coklat itu dalam diam.

"Tolong, terima ini semua. Kau tenang saja, Ayah membeli ini tidak memakai uang Ibumu. Walau begini, Ayah juga memiliki warisan yang lumayan loh," gurau Minato kembali.

"Aku tau, tapi Ayah. Aku dan Hinata sudah sepakat menempati apartemen milikku,"

"Kau yakin akan membawa istrimu tinggal di apartemen? Bagaimana jika cucu ayah nanti tidak bisa bergerak bebas?"

Minato terkikik geli, melihat wajah putra bungsunya merona sampai telinga.

"Mengapa kau merona seperti itu? Kau malu, Naruto?" goda ayah dari Naruto itu disertai tawa pelan.

"Ayah jangan menggodaku,"

"Hei... Bukankah kau nanti juga akan menjadi seorang Ayah? Pesan Ayah, jangan kau contoh ayahmu ini yang tidak patut disebut sebagai Ayah karna membiarkan putranya hidup menderita," mendengar hal itu sontak saja Naruto menatap sang Ayah yang kini sudah terlihat sendu wajahnya.

"Itu fakta Naruto," seakan tau apa yang dipikirkan  putranya, Minato menyela.

"Benar, aku tidak akan seperti Ayah. Aku akan menjadi Ayah untuk anak-anakku kelas dengan versi diriku sendiri,"

"Ya, itu lebih bagus, nak. Berarti cucu Ayah nanti lebih dari satu kan? Kau berkata anak-anakku tadi," sontak saja wajah Naruto kembali memerah dan Minato kembali menertawai anak bungsunya itu.

"Ayah, terimakasih." Naruto memeluk Minato erat yang dibalas juga oleh Minato.

"Terimakasih sudah memaafkan Ayahmu yang hina ini nak,"

***

Hinata mematikan sambungan teleponnya bersama adik nakalnya itu. Hanabi merengek padanya untuk pulang kerumah mereka karena gadis itu merindukan kakaknya. Hanabi bercerita jika rumah sekarang menjadi sepi karna Neji dan Tenten pun sudah memiliki rumah sendiri. Jadi tinggal Hanabi yang berada dirumah orang tuanya. Dan Hanabi terus menelpon Hinata merengek padanya agar pulang karna ia kesepian.

"Dasar bocah..."

"Ada apa?" Naruto yang sudah kembali setelah bicara dengan Minato pun ikut duduk diranjang mereka, menatap lembut pada Hinata.

Bear The BurdenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang