Selamat Membaca...
.
.
.
Part ini panjang banget... 2000 word lebih, jadi jangan bosen bacanya ya...
.
Maaf belum bisa balas komen kalian, sekarang masih fokus buka wp cuma buat nulis...
.
Ada story' Canon yang lagi aku garap...
Tungguin ya hehehehe
.
.
.***
Malam menyapa syahdu, diluar sana sedang hujan menimbulkan bau khas tanah. Hinata duduk didekat jendela, spot yang ia sukai karna bisa memandang tanaman bunga milik keluarga Namikaze.
"Kau tidak lapar?"
"Namikaze-san,"
"Naruto,"
"Ah, maaf hehehe. Naruto-san,"
"Kun,"
"Aishhh, Naruto-kun, sebenarnya sejak tadi aku...."
"Lapar?"
"Bukan, sejak tadi aku...tidak bisa membuka pintu kamarmu," ujar Hinata sedikit kesal, "mengapa pintu kamar saja harus menggunakan sidik jarimu?" Sungut Hinata, sedari tadi ia sudah sangat lapar tapi suaminya malah tertidur pulas dan ia sangat tidak berani membangunkan Naruto meski rasa lapar menghampirinya.
Naruto tersenyum tipis melihat tingkah Hinata. Belum sehari tapi Naruto merasa hidupnya tidak se-sepi biasanya. Dia yang pendiam dipertemukan dengan Hinata yang cerewet mungkin perpaduan yang pas.
"Kau diet?" Tanya Naruto.
Hinata berdecak, "ckk... Aku lapar tapi aku tidak bisa keluar untuk memasak,"
Kali ini Naruto terkekeh, "baiklah, ayo makan," ajak Naruto pada Hinata.
Sejoli ini berjalan bersisihan menuju meja makan. Dapat Hinata lihat dimeja makan besar itu terdapat tiga orang manusia, dua diantaranya Hinata sudah tau. Wajah Hinata berubah menjadi datar ketika melihat Menma berada dimeja makan. Pria pecundang macam dia Hinata sumpahi tidak akan berdiri burungnya. Lihat saja...!
"Ayo, makan yang banyak sayang. Kau pasti lelah bekerja seharian?" Khusina mengisi piring Menma dengan beberapa lauk. Menyadari atensi Naruto dan orang asing disampingnya, Khusina acuh saja.
Menma melihat Hinata yang memasang tatapan tajam nan menusuk tersedak makanannya.
"Hati-hati sayang." Khusina dengan sigap mengambilkan air minum serta menepuk lembut punggung putra sulung kesayangannya.
"Duduklah, Naruto, Hinata," suruh Minato.
Naruto menarik satu kursi untuk istrinya duduki. Setelah Hinata duduk barulah Naruto menarik kursi satu lagi untuk dirinya. Naruto duduk berhadapan dengan Khusina sedangkan Hinata berhadapan dengan Menma. Tatapan nyalang Hinata masih ditujukan pada Menma.
"Kau...! Jaga pandanganmu dari putraku...!" Bentak Khusina keras ketika mendapati Hinata menatap nyalang putra kebanggaannya.
"Maaf,"
"Kau hanya orang asing disini...! Meski sudah menjadi istri dari Naruto kau tetap orang asing...!" Geram Khusina pada Hinata.
Hinata menunduk, ia bukan takut, rasanya ingin sekali membalas mulut ketus ibu mertuanya. Namun apa pantas baru sehari menikah ia sudah ribut dengan ibu mertuanya? Nanti jika ada kesempatan akan Hinata balas setiap ujaran kebencian yang layangkan padanya. Dia jual Hinata beli...!

KAMU SEDANG MEMBACA
Bear The Burden
FanfikceNaruto seperti tersengat listrik ribuan volt ketika mendengar titah dari sang Ibunda. Menanggung akibat dari perbuatan yang tidak dilakukan memang sangat menyakitkan. Apalagi harus mengorbankan sisa hidupnya. Menikah bukanlah untuk jangka waktu yan...