Our Apartment [31]

11.9K 786 74
                                    

Hai, selamat malam semuanya...

Akhirnya kita sampai pada akhir cerita Our Apartment ini. Aku juga udah pernah ngomongin di Part 16 atau 17 gitu, kalau Our Apartment bakalan Cuma sampe part 30 atau di sekisaran itu deh. Maunya juga part kemarin tamat, cuma masih belum pas aja. Nah ini ibarat kata adalah epilog nya yaa, walaupun aku nggak bikin karena nggak pernah ada prolog.

Well, cerita ini lebih agak cepat dari THBV yang butuh 1 tahun 4 bulan. Our Apartment Cuma 1 tahun 10 hari. Kemajuan, huh? Lumayan lah kan? *senyum* jarang-jarang kali ya ada author yang nulis cerita tapi butuh satu tahun buat namatin -_- mana kalau giliran hiatus sampe dua bulan.. Kalian pasti makan hati banget ya sama aku *maaf*

Jadi sebelum masuk ke cerita aku mau ngucapin terima kasih buat semua LIKE/VOTE serta komentar-komentar kalian, para pembaca. Udah betah nungguin waktu aku lagi malas-malasnya nulis. Komentar-komentar kalian itu berharga banget buat aku. Meskipun aku nggak pernah bales satu-satu *kebiasaan buruk* tapi aku selalu baca kok.

Oke Well,

HAPPY READING!

AWAS TYPO!

oOoOoOoOo

Nicole menatap pantulannya di depan cermin. Bayangan disana terlihat sempurna. Make-up yang menghiasi wajahnya tidak berlebihan namun membentuk kontur wajahnya dengan baik. Tulang pipinya sedikit lebih menonjol, hidungnya terlihat lebih mancung, dan bibirnya di sapu dengan lipstik warna pink lembut. Meskipun begitu, raut cemas disana tidak dapat ditutupi sama sekali.

Apalagi yang kau takutkan, Nic? Nicole bertanya pada dirinya sendiri.

Undangan sudah tersebar. Makanan dan minuman pasti sudah disediakan disana, tempat pemberkatan juga sudah beres. Gaun pengantinnya juga baik-baik saja, dan dia mengenakkannya dengan nyaman saat ini.

Well, tidak begitu nyaman mengingat slepp—ekor gaun—mencapai delapan meter. Entah kapan Justin membicarakan itu dengan sang desainer karena seingatnya keputusannya jatuh pada angka lima. Tapi mau bagaimana lagi? Di hari terakhir fitting dia tidak terlalu peduli karena kepalanya sakit akibat kurang tidur. Dan barulah tiga puluh menit yang lalu, saat asisten desainer merentangkan sleep itu dia menganga lebar.

"Tenang Nic," ujar Nicole pada cermin. "Justin SANGAT mencintaimu. Dengan huruf kapital pada kata 'sangat'. Jadi dia tidak akan lari sebelum pemeberkatan." Nicole menarik napas. "Kalaupun dia kabur, kau bisa membunuhnya tanpa takut harus masuk penjara sama sekali."

"Cemas, huh?" Miley muncul disampingnya. Disusul detik selanjutnya oleh Wero sehingga sekarang ada bayangan mereka bertiga di cermin. "Just relax, Love."

"Apa aku tampak memalukan?" tanya Nicole.

"Apa kau gila?" balas Wero. "You look so perfect!"

Nicole ingin mengusap wajahnya, namun dia urungkan karena dia memakai sluier—kudung—yang menutupi wajahnya. "Apakah ramai di luar sana?"

"Memangnya apa yang kau harapkan dari 400 tamu undangan?"

"Benar juga," keluh Nicole.

Tak lama kemudian salah seorang agen pernikahan memasuki ruangan dan mengatakan bahwa sudah saatnya Nicole masuk. Dan Nicole merasakan kakinya bergetar, dan tangannya mendadak dingin.

"Miley, apakah kecemasanku ini normal?"

"Tentu saja," jawab Miley cepat. "Kami keluar dulu, agar bisa melihat momen saat ayahmu menyerahkan tanganmu pada Justin. Itu pasti keren sekali!"

oOoOoOoOo

Nicole berusaha tidak menunduk saat dia mulai memasuki Ballroom hotel yang sudah di sulap menjadi, well, taman kota di musim semi kalau dia menyebutnya. Ada bunga dimana-mana dan ruangan di dominasi oleh warna hijau dan putih. Bahkan di lorong yang saat ini dia lalui di apit oleh bunga-bunga yang disusun dalam pot yang menarik.

Our ApartmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang