PART 18

15 8 0
                                    

"gw akan selalu ada buat lo vio"

Devano Rio Argantara


"Selamat Membaca"


•~ΔΔΔ~• 


"vio..." devan berkata pelan dan sangat terkejut melihat Quen/angeline seperti ini.

Devan yang tersadar bahwa ini bukan saatnya untuk berfikir seperti ini pun langsung berjalan kearah Quen/angeline untuk mencoba menenangkannya, disaat angeline ingin menusukkan pisau itu ke salah satu orang berpakaian hitam, devan langsung berlari menghampiri Quen.

"mati kau hahah" Quen/angeline tertawa dan ingin menusukkan pisau itu tetapi devan langsung mencegahnya.

"vio!, jangan...." Devan langsung memeluknya dari belakang dan memegang tangan Quen/angeline yang sedang memegang pisau, angeline/Quen mengamuk dan memberontak.

"lepaskan aku sial!" angeline/Quen berteriak memberontak ingin melepaskan diri dari dekapan devan, tetapi bukannya melepaskannya devan malah menambah pelukannya menjadi lebih erat.

"tenang vio, tenang hm..." devan berkata pelan dan membisikkan kata kata didekat kupingnya dengan perlahan Quen pun melemas dan metanya kembali seperti semula, devan yang melihat hal itu pun tersenyum dan membalikkan tubuh Quen agar menghadap kearahnya lalu memeluknya erat.

"vano..." Quen membalas pelukan devan tak kalah erat dan menyembunyikan wajahnya didada bidangnya.

"kenapa hm?" devan mengelus rambut Quen yang panjang lebat lalu memeluknya tak kalah erat, tiba tiba Quenelemas dan pingsan di dekapan devan, devan yang mengetahui hal itu langsung panik memegang tubuh Quen lebih erat agar ia tidak terjatuh.

"vio! Lo kenapa vii!" Devan menatap wajah Quen yang pingsan lalu menepuk nepuk pipinya perlahan, rara dan leo yang melihat hal itu pun langsung ikut panik dan mendekati mereka.

"vioo!!! Lo kenapa?!, dev vio kenapa" rara meneteskan air mata dan menatap kearah devan, devan yang melihag hal itu pun menggeleng dan disaat itu tiba tiba arzi datang dengan gio, mereka yang melihat hal ifu pun langsung mendekat kearah Quen, devan dan rara.

"van... Vio kenapa?" arzi mendekati mereka dan melihat Quen yang pingsan dan bertanya kepada devan, tetapi devan menggeleng saja dan terus mencoba membangunkan Quen, rara yang melihat Quen seperti ini hanya bisa menangis, arzi yang sadar akan hal itu pun memeluknya.

"hustt... Tenang..." arzi menenangkan rara dan memeluknya erat mengelus punggungnya, rara pun membalas pelukannya tak kalah erat.

"van... Vio..." arzi menatap devan dan masih memeluk rara untuk menenangkannya.

"gw yang akan urus vio, kalian urus semua ini" devan mengangkat Quen ala bridal style dan berkata dengan tegas dan dingin, leo yang melihat hal itu pun mengepalkan tangannya.

"ck, gw kalah cepat!" leo langsung pergi dari tempat itu dengan wajah marah, gio dan arzi mengerti perkataan devan pun mengangguk, lalu devan membawa Quen kearah unit kesehatan sekolah (UKS), setelah sampai devan meletakkan Quen diatas brankar kosong dengan perlahan.

"periksa" devan berkata dengan tegas dan dingin kepada perawat yang berada disitu, mata devan terus menatap wajah Quen yang sedang pingsan dengan khawatir, perawat itu pun mengangguk paham dan memeriksa keadaan Quen.

"bagaimana?" devan bertanya disaat perawat itu selesai memeriksanya.

"dia hanya kelelahan dan harus tetap beristirahat karna tubuhnya masih lemah" perawat itu menjelaskan keadaan Quen saat ini dengan detail dan setelahnya ia pergi dari tempat itu menyisahkan Quen dan devan.

Devan terus menatap Quen dengan khawatir dan memegang tangannya dengan erat, beberapa waktu kemudian devan ketiduran dengan kondisi duduk dan kepala dibrankar serta tangannya yang madih memegang erat tangan Quen, saat itu Quen mulai sadar.

"eungh...." Quen melenguh pelan merasakan pusing dikepalanya, disaat ia membuka mata betapa terkejutnya ia melihat devan yang tertidur dengan tangan yang memegang erat tangan Quen, Quen yang melihat hal itu pun tersenyum dan entah dari mana niatnya tangannya tergerak mengelus rambut devan dengan perlahan, devan yang ternyata sudah terbangun dari tadi dan hanya berpura pura tertidur itu pun tersenyum dan lanjut berpura pura tidur lagi.

"hem hem, cie.... cie...." tiba tiba gio masuk dengan arzi yang menggendong rara di belakangnya, devan dan Quen yang mengetahui hal itu pun terkejut dan menatap mereka, devan menatap gio dengan tajam.

"mengganggu sialan!" devan berkata didalam hati dengan geram karna gio yang menggamggu kebersamaannya bersama Quen, gio yang sadar tatapan devan itu pun meneguk ludah dengan kasar dan langsung keluar dari UKS itu dengan berlari terbirit birit, arzi meletakkan rara di brankar dan mengobatinya secara perlahan dan penuh dengan perhatian.

Quen berusaha beranjak dari brankarnya karna ia ingin menemui rara tanpa memikirkan kondisinya, devan yang melihat hal itu pun mencegahnya dengan memegang lengan Quen agar ia tidak beranjak dari brankar.

"mau kemana?" devan memegang lengan Quen dengan erat dan menatap wajahnya.

"gw mau liat rara" Quen berusaha melepaskan tangan devan tetapi ia tidak bisa karna devan memegangnya dengan erat.

"jangan ngeyel! Arzi udah ngurus rara dan sekarang lo yang gw urus!" devan menarik Quen ke brankar lagi tetapi Quen tidak mau pergi.

"t-tapi...." sebelum Quen selesai berkata devan sudah menyelanya.

"tidak ada penolakan" devan menyela perkataan Quen lalu ia menggendong Quen dan meletakkannya diatas brankar lagi, Quen yang diperlakukan seperti ini pun terkejut dan hanya diam saja saat devan menggendongnya.

"tidur, gw Kan jagain lo" devan menyuruhnya untuk memejamkan mata dan Quen pun hanya mengikuti saja karna ia sudah lelah berdebat dengannya, devan yang melihat hal itu pun tersenyum dan duduk disebelah brankar Quen dan menatap wajahnya lalu memegang tangannya erat.


ARZI & RARA

"shhh.. Perih zi" rara meringis saat arzi mengoleskan obat ke sudut bibirnya yang terluka dengan perlahan dan penuh perhatian.

"hustt.. Tahan sebentar lagi" arzi meniup niup luka rara agar tidak perih yang membuat wajah mereka sangat dekat dan hanya berjarak beberapa centimeter saja, rara yang mengetahui hal ini pun gugup dan jantungnya berdetak saat melihat wajah arzi yang sangat dekat dengannya, arzi yang paham akan hal ini pun tersenyum kearahnya dan menatap balik rara selama beberapa waktu berlalu.

Rara yang dari tadi terus menatap wajahnya dari dekat pun tersadar lalu ia memundurkan diri dan menatap hal lain dengan wajah yang sudah memerah, arzi pun sedikit terkejut lalu arzi pun tertawa melihat wajah rara yang bersemu merah.

"hahaha muka lo kenapa?" arzi tertawa dan menatap wajah rara, rara yang mendengar hal itu pun cemberut dan kesal karna arzi terus mengejeknya, arzi yang mengetahui hal itu pun berhenti tertawa dan menatapnya.

"maaf hm" arzi menatap kearah rara dan sedikit bersalah karna ia telah membuat rara marah.

"gak" rara menatap arzi dengan wajah yang sangat kesal, arzi yang mendengar hal itu pun merasa frustasi.

"maaf maaf maaf hm" arzi yang menatap rara dengan wajah yang cemberut memohon bibir yang dikerucutkan dan tangan yang menjewer kupingnya, rara yang melihat hal itu tidak bisa menahan amarahnya terlalu lama karna wajah arzi yang sangat lucu itu.

"iya iya" rara pun akhirnya memaafkannya yang membuat sudut bibir arzi terangkat secara sempurna.


•~ΔΔΔ~•

"Jangan lupa vote ya!"

"Terimakasih"


HATE OR LOVE? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang