"Kenapa kamu masih tersenyum? kamu memiliki rasa kepada dia wahai anakku?" Tanya Afras lembut sedari tadi ustadz Rifqi tersenyum sumringah di dalam mobil.
"sepertinya begitu, Abi" ustadz Rifqi menundukkan kepala.
"Astaghfirullah, kamu tidak liat gaya pakaiannya tadi? rok selutut? baju yang amat tipis dan rambutnya? tergerai seperti itu? apakah seperti itu tipe kamu, nak?!" Afras menggelengkan kepala tak percaya jika sang putra jatuh cinta kepada wanita seperti itu.
Seketika senyum ustadz Rifqi menghilang bahkan mulutnya tak mengeluarkan sepatah kata pun.
"Pilih lah calon istri yang sesuai dengan keadaan keluarga kita, anakku" Afras mengelus pundak sang putra, "apa perlu ayah jodohkan kamu dengan seorang ustadzah yang mengajar di salah satu pondok di dekat rumah kita?" Tanyanya lembut.
Perlahan kepala ustadz Rifqi menggeleng. "tidak perlu Abi, insyaallah ana bisa memilih calon pendamping hidup yang baik untuk ana sendiri," ustadz Rifqi mencoba tuk tersenyum menatap sang ayah meski hatinya sedikit hancur setelah mendengar perkataan sang ayah barusan.
Afras menganggukkan kepala, "semoga dia bisa menjadi yang terbaik untuk kamu."
*****
"assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh umi!" Seru ustadz Rifqi yang baru saja tiba di rumah bersama sang ayah.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri ke dua pria tampan tersebut.
Dengan segera ustadz Rifqi meraih pergelangan lengan sang bunda lalu m3nc1vm punggung tangan sang bunda.
"Kok baru pulang? tadi janjinya pulang jam berapa?" Wanita tersebut dengan kening berkerut, Siti Fahila nama wanita tersebut ia merupakan ibunda ustadz Rifqi yakni istri Afras.
"Afwan umi tadi di jalan macet makanya pulangnya telat" ustadz Rifqi tersenyum tipis.
"Iya umi, lain kali kami bakal pulang lebih cepat" Afras tersenyum dan di balas anggukan oleh sang istri.
"..."