"tenang, alamat rumah kamu dimana? biar saya antar kamu ke rumah"
Alena membayangkan jika dirinya kembali ke rumah dan di atur atur terus menerus sehingga dirinya menjadi tak ingin pulang ke rumah ia ingin menetap di sini, di kediaman ustadz Rifqi.
"Eumm" Alena mengetuk dagunya beberapa kali berpura_pura lupa"apa kamu, lupa?" Ustadz Rifqi menjadi penasaran.
Alena mengangguk"iya ustadz, saya lupa alamat rumah saya" Alena tersenyum canggung.
"Apakah pukulan para preman semalam sangat keras. sehingga, separuh isi otak kamu hilang?" Tanya ustadz Rifqi.
"Gak mungkin lah, ustadz!" Seru Alena.
"Tetapi, bagaimana bisa kamu lupa dengan alamat rumah kamu sendiri? Apakah kamu berbohong kepada saya?" Ustadz Rifqi menatap wajah Alena lekat_lekat.
Sehingga debaran jantung Alena kembali berdetak kencang begitu juga ustadz Rifqi.
"Apa yang hamba rasakan sekarang ini ya Allah? apakah ini cinta?" Gumam ustadz Rifqi dalam hati.
Alena dengan segera menutup wajahnya"jangan deket_deket!" Ketus Alena di balik ke dua telapak tangannya.
"Astaghfirullah hal'azim" ustadz Rifqi bergumam lirih.
"Alena tenang, ingat tipe Lo bukan yang kayak begini. tipe Lo harus sama dengan gaya kehidupan Lo", tutur Lena dalam hati.
"Ya Allah, nyaris saja saya khilaf." gumam ustadz Rifqi dalam hati, ia pun segera beranjak dari tempat duduk.
Alena sedikit membuka ke dua telapak tangannya sehingga ia menatap ustadz Rifqi yang kini berjalan keluar kamar dari celah jari jemarinya.
Setelah ia memastikan ustadz Rifqi benar_benar keluar akhirnya ia bisa bernafas lega.
"Hufh. untung aja jantung gw ga copot, ternyata ustadz itu m3svm, gw kira semua ustadz itu kalem ternyata engga." celoteh Alena menyilangkan tangannya.