Ustadz Rifqi berjalan dengan kepala tertunduk, dalam hatinya ia terus beristighfar berusaha menenangkan debaran di jantungnya dan menepis pikiran kotornya.
Sehingga ia tak menyadari ada seorang wanita yang tengah membawa nampan berisi aneka ragam kue di depannya.
Wanita itu berjalan seraya melamun entah apa yang kini ia pikirkan dan akhirnya ia pun bertabrakan dengan ustadz Rifqi tanpa di sengaja.
Brugh!
Prang!
Seluruh isi nampan beserta nampannya terjatuh ke lantai keramik tersebut sehingga berantakan.
"Astaghfirullah hal'azim. Afwan, ustadz!" Seru gadis bernama Najla ia adalah sepupunya ustadz Rifqi.
Mereka dari kecil memang sudah akur tetapi waktu terus berlalu dan akhirnya mereka berdua menjadi asing.
"Na'am tidak papa, saya juga minta maaf. karena, tak memperhatikan jalan" ucap ustadz Rifqi merasa bersalah.
Mereka dengan serempak berjongkok dan memunguti pecahan piring dan kue yang berserakan satu persatu.
Sesekali Najla menatap sepupunya itu"harus sampai kapan saya memendam rasa ini ya Allah?" Gumamnya dalam hati.
Najla memang sudah lama jatuh cinta kepada sepupunya ini mungkin semenjak mereka belum menjadi asing dan sifat ustadz Rifqi belum bersifat sedingin ini.
Setelah semuanya kembali di letakkan ke nampan, ustadz Rifqi dengan segera mengambil alih nampan tersebut.
"Biar saya bawa ke dapur," ucapnya dingin dan di balas anggukan oleh Najla.
"Assalamualaikum" ustadz Rifqi berjalan menuju dapur.
"Waalaikumsalam"
Najla terus menatap kepergian ustadz Rifqi hingga tak terlihat.
"Nak, ngapain kamu bengong di sini?". Tanya umi Fahila memegang pundak Najla, membuat Najla tersentak kaget.
"Bibi, ku kira siapa" Najla tersenyum.
"Ayah dan ibu kamu sudah menunggu suguhan yang akan kamu berikan. tapi, kamu tak kunjung datang" mata umi Fahila menyipit.
"Afwan bi, tadi Najla....