Alena sedikit tersentak kaget, ia akhirnya tersadar dari lamunannya "eh, engga!." dengan cepat kepala Lena menggeleng.
"Ini sudah malam lebih baik kita tidur",
"Seranjang?"
"Lalu?".
Alena menghela nafas lalu mulai membuka mukena yang ia kenakan.
"Mau saya bantu?" Tawar ustadz Rifqi, "tidak" jawab Alena cepat.
"Baiklah".
"Dia pura_pura polos atau memang polos sih?" Gerutu Lena masih bisa di dengar oleh ustadz Rifqi meski lirih.
"Polos? Kamu belum tau saja sifat saya yang sebenarnya." gumam ustadz Rifqi dalam hati, sudut bibirnya sedikit terangkat.
Pagi harinya Alena terbangun, ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya ternyata sosok pria yang semalam menemaninya tidur sudah tak ada.
"Ini jam berapa?." Gumam Alena mengucek_ngucek matanya lalu mencari_cari handphonenya dia atas meja di dekatnya.
Ia pun menemukannya dan menyalakan benda pipih tersebut.
"Hah! udah jam tujuh, pagi!." Pekik Alena, ia pun segera masuk ke dalam kamar m4nd1.
Beberapa menit kemudian ia hendak keluar tetapi, lupa membawa h4ndvk.
"Ck! Kebiasaan handuknya kelupaan." Alena menepuk jidat, "masa iya gw panggil ustadz Rifqi?".
"ustadz Rifqi!" Seru Alena.
"Ada apa?" Tanya ustadz Rifqi yang saat ini sudah berada di kamar, ia tengah mencatat sesuatu di sofa.
"Tolong ambilkan handuk!" Pinta Alena malu_malu bahkan ia merasa saat ini p1p1nya sudah merah merona.
Ustadz Rifqi menurut ia pun mengambil handuk dari dalam lemari.
Tok Tok Tok
Ustadz Rifqi mengetuk pintu kamar mandi tak lama, pintu pun terbuka lebar terpampang jelas sosok wanita memiliki kulit putih ia menutupi salah satu bagian tvbvhnya menggunakan pakaian piamannya tadi malam.
Dengan cepat ustadz Rifqi menutup mata dan membuang muka tak mau menatap tvbhvh sang istri yang aduhai ini, bisa_bisa ia khilaf dan tak sengaja menyentuh Alena detik ini juga.
••••••