Chapter_14

48 24 3
                                    


"Mari berdamai dengan keadaan, sebab tidak semua sakit akan sembuh oleh dendam."

–Genggam yang Terlepas–

•••

Pagi hari nya Lisa terbangun dalam keadaan yang tentu saja jauh dari kata baik. Harus begadang membuat kantung matanya terlihat menghitam.

Rambutnya terlihat awut-awutan. Namun ia paksakan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya sebelum memutuskan berangkat  ke sekolah.

Satu hal yang harus Lisa syukuri, bahwa ia bangun tepat waktu tepat saat alarm yang sudah di setel di ponselnya berdering dan membangunkannya.

Dua puluh lima menit Lisa gunakan dengan baik hingga gadis itu selesai dengan seragam nya. Berdiri di depan cermin sembari menyisir rambut sepinggang nya, dan menatap wajahnya di sana.

"Huft, sesuatu yang bukan milik kita. Sampai kapan pun nggak akan pernah bisa kita miliki," gumam nya pelan. Menatap cermin dengan pandangan kosongnya.

Tok Tok Tok

Ketukan yang berasal dari pintu, disusul pintu yang dibuka oleh seseorang dari luar, membuat Lisa akhirnya menoleh.

Melihat Sita yang mendekat dengan senyum tenangnya, sedikit membuat perasan Lisa membaik. Gadis itu berharap sang Nenek tidak akan pernah meninggalkan dirinya. Meski ia tahu itu hal yang mustahil. Tapi semoga Tuhan senantiasa mendengarkan doanya ini.

"Udah selesai dandannya?" Nenek Sita bertanya, mengelus lengan cucunya yang tetap terlihat seperti bayi kecil yang sudah di asuhnya sedari kecil dulu.

Lisa mengangguk, "sudah Nek." balas nya.

"Nenek sudah masak nasi goreng sama telur mata sapi kesukaan kamu, ayo kita sarapan dulu." ucap Sita memberi tahu.

Lisa menarik senyum manis nya, sampai matanya menyipit. "Nenek emang terbaik!" ucapnya bahagia.

Keduanya kemudian berjalan menuju ruang makan, dengan Lisa yang membawa serta tasnya keluar.


🌻


Angkot yang membawa penumpang berhenti di depan sekolah Adipatri Jakarta. Seorang gadis dengan sweater rajut berwarna merah muda, turun dari sana. Setelah membayarkan ongkos dan mengucapkan terima kasih, gadis itu pun mengayun langkahnya berjalan sedikit demi sedikit ke pelataran sekolah.

Arloji berwarna putih yang melingkar di pergelangan tangan kanannya memperlihatkan jam sudah menunjuk angka 07:00. Sementara SMANSA Adipatri Jakarta masuk pada jam 08:00, jadi masih ada banyak waktu.

"Masih pagi banget," gumam nya, menatap sekeliling, yang terlihat belum ramai.

"Ke taman belakang aja deh." Putus nya. Lalu membelok langkah nya ke taman belakang sekolah yang menjadi tujuan nya pagi ini.

Di taman, Lisa duduk di bangku panjang dengan menyandarkan bahunya, lalu meletakkan tas di samping badannya, kemudian matanya memejam.

Tanpa diminta, kepalanya memutar beberapa adegan, bak kaset rusak yang sayang nya tidak mampu ia hentikan. Lisa cukup sadar diri, betapa hidup nya tidaklah sempurna.

Kenyataan bahwa ia besar oleh sentuhan kasih sayang dari sang Nenek, jelas adalah kenyataan yang harus ia sadari.

Setetes cairan bening pun menetes perlahan dari ujung mata kirinya. Lagi, gadis itu kembali menangis. Sesungguhnya, dia hanya ingin bahagia, tapi kenapa semua hal yang dia inginkan tidak pernah mampu ia miliki?

Genggam yang Terlepas (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang