Akhirnya aku menemukan ujung dari palung itu. Ketika aku telah sampai di dasarnya yang kutemukan hanya hitam yang diselimuti kehampaan. Aku kira ini kisah terindah yang dihadirkan Sang Penulis Naskah. Nama yang pernah ku abadikan dalam kisahku. Ia yang ku anggap teduh bersemayam dalam sajak tak bewarna.
Bahkan menjadi angan dari akhir penantianku. Namun, aku salah mengira, hadirnya ternyata hanya sebagai pelengkap dari catatan yang telah kutulis, meninggalkan segalah hikmah yang tertera. Mengajarkanku berjuang dan berkorban, mengajarkanku arti ikhlas dan merelakan.
Cita-cita yang telah kupaku sedemikian rupanya, membuatku kehilangan arah karena bekas lubang yang abadi dan tak akan pernah hilang. Kini aku harus berpikir keras untuk menambalnya dengan apa. Apakah dengan cerita baru yang harus ku rajut ulang. Cerita yang selalu terang kini telah redup, seiring dengan padamnya lentera itu. Sosok yang kuanggap selalu ada kini hilang tak meninggalkan jejak bayang sedikitpun. Akhirnya aku mengerti " Terlalu dalam ku meletakan harapan, maka terlalu dalam juga luka yang akan ku tanam. " Beruntung jika ia tak akan pernah tumbuh. Namun bagaimana jika ia tumbuh menjadi kebencian tanpa belas kasih.
Aku tak menyerah dengan harapan yang kau tinggalkan dan aku tak menyerah dengan kondisi yang ada, aku hanya butuh waktu untuk berbenah. Jerat masa lalu tak akan membuat kaki ini berhenti melangkah. Aku pun tak akan menjadi lebih baik hanya untuk kembali dan aku juga tak akan menanti kehadiranmu kembali. Bahkan ketika sosok mu kembali dalam bentuk terbaikmu, ketika ku tau semua akan sama saja " Ku tak ingin mengulang cerita lama dan berakhir dengan derita yang sama. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilatasi Diksi
PoetryMenulis bukan sekedar menuangkan sebuah hobi, bukan hanya mengabadikan diri. Namun, " Menulis adalah sebuah proses menumbuhkan benih harapan yang telah lama mati " Goresan filosofi kehidupan yang terurai dalam kepingan sajak.