37. Dari Hati ke Hati

11.9K 1.1K 41
                                    

Rutinitasku berubah drastis. Sejak malam itu, aku merasa lebih dekat dengan Nadiem. Tidak terjadi apa-apa pada malam itu, selain perasaanku yang kian menggebu.

Aku terbangun dengan lengan Nadiem melingkari tubuhku. Selama beberapa menit, aku sengaja menutup mata untuk menikmati kehangatan tubuh Nadiem. Berada dj pelukannya nyatanya malah membangkitkan hasratku. Keinginan untuk merasakan keintiman lebih terasa begitu nyata, begitu mendesak.

Menjalin hubungan dengan Nadiem merupakan langkah besar untukku. Aku cukup memahami seperti apa Nadiem. Dia tidak menutup-nutupi dirinya aktif secara seksual. Aku pernah bertanya, bagaimana jika Nadiem meminta tubuhku?

Ketika pertanyaan itu hadir, aku segera mendapatkan jawaban. Aku akan memberikannya, dengan segenap isi hatiku. Dia telah memiliki hatiku seutuhnya, dan aku tidak keberatan jika Nadiem yang pertama memiliki tubuhku.

I want him to be my first.

Malam itu, Nadiem kembali menolakku. Penolakan yang melambungkan anganku kian tinggi, membuatku semakin berharap lebih kepadanya.

"Din, kamu sudah tidur?"

Aku refleks terduduk saat mendengar panggilan itu. Tak lama, Nadiem membuka pintu kamarku. Wajah lelahnya menyembul dari balik pintu.

"Aku tidur di sini ya," ujarnya dan menyeret langkah memasuki kamarku.

Mataku mengikuti setiap gerak tubuhnya. Sama seperti malam itu, sekarang pun dia memakai celana training panjang dan sweter. Aku tidak tahu apakah kebiasaan Nadiem sudah berubah, yang dulunya tidur telanjang, sekarang berubah tertutup. Satu yang pasti, aku tidak akan bisa selamat jika dia mempertahankan kebiasaan itu. Nadiem yang tidur telanjang hanya akan membuatku memohon di kakinya, memintanya bercinta denganku.

Nadiem menyibak selimut sebelum masuk ke baliknya. Dua malam belakangan, aku tidak sempat bertemu dengannya. Aku berusaha menunggunya pulang, tapi kantuk menguasai. Aku tidak tahu Nadiem pulang pukul berapa.

"Capek?" Tanyaku. Jariku menyusuri wajahnya yang terlihat kasar berkat cambang lebat.

"Seperti biasa."

Pekerjaanku saja sudah membuatku ingin segera langsung tidur sesampainya di apartemen. Aku tidak bisa membayangkan betapa capeknya Nadiem yang punya tanggung jawab jauh lebih besar.

"Aku kangen kamu," bisiknya. "Kita tinggal bareng, sekantor pula, susah banget ketemunya. Cuma pagi aja."

Aku beringsut mendekat ke arahnya. "Mau aku peluk?"

Nadiem tertawa ringan sebelum kedua tangannya menarikku hingga berada di pelukannya. Dia memutar tubuh hingga aku berada di bawahnya.

Dari jarak sedekat ini, Nadiem pasti mendengar debaran jantungku.

"Cium lebih baik," tukasnya.

Aku menarik kepalanya hingga bibirnya beradu denganku. Kali ini, aku yang memulai. Nadiem membiarkanku menguasai bibirnya, menciumnya untuk melepas kerinduan.

Berciuman dengan posisi Nadiem menindihku jelas bukan ide bagus. Hasratku langsung terpanggil saat tubuh Nadiem yang keras dan liat memagutku. Nadiem menggerakkan tubuhnya, seirama dengan bibirnya yang mencumbuku. Setiap gerakan tubuhnya hanya membuat hasratku kian terbakar.

Apakah seseorang bisa orgasme hanya dengan ciuman seperti ini?

Aku yakin, Nadiem bisa melambungkanku setinggi mungkin.

Nadiem menekankan tubuhnya. Kakinya melilitku. Aku bisa merasakan kejantanannya yang keras menusuk perutku. Penisnya terasa kian menusuk seiring gerakan tubuhnya.

Yes, Sir! (Buku ketiga dari Yes series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang