"Hei, you."
Aku tidak merasa dipanggil tapi tak ada orang lain di lobi. Berusaha untuk tidak kentara, aku menatap sekeliling. Detik itu juga aku menyesal sudah melakukannya.
Tidak jauh dariku, Renata tampak begitu cantik dan mempesona. Aku memperkirakan usianya sedikit lebih muda dari Nadiem. Dengan bentuk tubuh yang dimilikinya, tidak akan ada yang menyangka bahwa Renata sudah mempunyai anak.
Renata melangkah mendekatiku. Langkahnya begitu anggun dengan sepatu hak tinggi yang membuatku menjerit. Dia sama sekali tidak gamang meski memakai sepatu dengan ujung runcing. Aku tidak tahu merek, tapi aku tahu gajiku setahun tidak akan cukup untuk membeli high heels dengan sol merah tersebut.
Semua yang melekat di tubuh Renata menunjukkan kemewahan. Pakaian yang dipakainya. Tas yang ditentengnya. Perhiasan minimalis tapi aku yakin harganya selangit. Juga tatanan rambut dan makeup hasil tangan salon.
Renata membuka kacamata hitamnya. Matanya yang setajam elang menusukku.
Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah bisa mengerti tujuan Renata. Seharusnya dia bisa menjadi yang nomor satu. Kecantikannya hanya salah satu faktor, aku yakin dia juga pintar. Nadiem tidak akan mungkin jatuh cinta pada sembarang orang.
Namun Renata malah memilih menjadi istri kedua. Istri simpanan. Sebuah rahasia yang harua dijaga rapat-rapat.
Renata menelitiku dengan terang-terangan. "I know you. Saya sering melihatmu mengendap-endap di rumah Nadiem. Waktu itu kamu masih selolah."
Aku menahan diri untuk tutup mulut. Renata hanya memancingku, jangan sampai aku ikut terpancing.
"Jujur, saya salut sama kamu. Apa yang kamu lakukan untuk menjebak Nadiem?"
Tentu saja, aku akan menjadi pihak yang patut dicurigai dalam hal ini. Perempuan miskin menikahi laki-laki kaya? Tak akan ada yang percaya jika kubilang pernikahan itu terjadi atas dasar cinta.
"Saya ada pekerjaan." Aku mengelak.
Tidak aga gunanya meladeni Renata. Dia sudah membentuk persepsi atas diriku. Apa pun yang kulakukan tidak akan mengubah persepsi tersebut.
Jadi kuputuskan unguk meninggalkannya.
Renata tidak melepasku. Dia mengikutiku, bahkan masik ke lift yang sama denganku.
"Harus saya akui, nyalimu kuat juga. Dulu saya tidak mau berurusan dengan ibunya. Tahu sendiri dia gimana, di matanya cuma ada uang." Renata mendengkus. "Now she's my enemy, dia enggak perlu khawatir lagi karena saya meninggalkan Nadiem untuk suaminya. Dia tidak akan pernah bisa menyingkirkan saya."
Aku bergerak gelisah di tempat. Mengapa lift ini begitu lama?
"Saya mengerti kenapa kamu mau menjebak Nadiem. Dia bisa jadi sangat manis dan penurut. But he also a beast in bed." Renata tertawa.
Aku taju Nadiem pernah tidur dengan perempuan lain sebelum aku. Itu hanya masa lalu dan aku tidak pernah mempermasalahkannya. Kecuali Renata. Aku cemburu membayangkan Nadiem pernah berhubungan dengan Renata.
Aku dan Renata sangat berkebalikan. Apa yang membuat Nadiem terangsang kepadaku sementara dia pernah tidur dengan perempuan sepetti Renata?
Susah payah aku mengusir rasa rendah diri. Seharusnya tak ada yang perlu dikhawatirkan. Nadiem suamiku. Dia berjanji untuk setia kepadaku.
"You secure a big deal. Kalau butuh saran, saya bisa berbagi satu dua cara untuk melawan Nyonya Besar." Renata kembali tertawa.
Akhirnya pintu lift terbuka. Aku meninggalkan Renata tanpa berkata apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Sir! (Buku ketiga dari Yes series)
RomantizmSeumur hidup, Adinda selalu jatuh cinta pada laki-laki yang salah. Namun, Adinda yakin Arlan adalah laki-laki yang pas untuknya. Namun, Adinda belum pernah pacaran tidak tahu cara mendekati Arlan. Dipecat dan diusir dari kost, Adinda menumpang dj ap...