Beberapa waktu sebelumnya
.
.
.Erick terus melihat jam malam itu, takut membuat adiknya khawatir. Namun anehnya tidak seperti biasanya, tak ada panggilan telepon dari Nao.
Untuk sekedar bertanya kakak kapan pulang, dengan nada khawatinya.
Apa karena ada paman dan bibi dirumah sehingga Nao tak merasa risau lagi sendirian. Itulah yang Erick pikirkan.
Ia mengemas barangnya dan melempar pekerjaan yang belum siap pada tangan kanannya.
Pulang dengan terburu. Ketika ia melihat ada penjual roti keju, Erick menyempatkan untuk membelinya. Ia tau bahwa Nao suka sekali dengan roti keju.
Meniatkan dirinya untuk menjadi kakak yang baik di mata adiknya. Ia pulang dengan senyum di wajahnya.
Tapi alangkah terkejut Ia tak melihat Nao di rumah.
Dengan tergesa dia bertanya,
"Nao, Nao ku... dimana dia...?!" Seakan sudah tau apa yang Nao lakukan, Wajah Erick menjadi pucat pasi.
"Lho anda kenapa tuan muda, nona pergi bersama nona Freya untuk megerjakan tugas sekolah. Ia bilang setelah tuan muda pulang saja menceritakan hal ini. Nona takut membuat tuan khawatir...tapi ada apa ini sebenarnya...?!" Tanya bibi penasaran waktu masih menunjukkan pukul 20.10.
Bibi sedang menyiapkan makanan sedari tadi karena tau tuannya akan pulang sebentar lagi. Tapi gelagat tuannya membuat bibi khawatir.
"Nao, dia tak pernah mengerjakan tugas sekolah di tempat temannya. Selalu, selalu temannya yang datang kemari. Bagaimana bisa rubah kecil itu membawanya..." Dengan tergesa ia pergi lagi, banting stir ke arah berlawanan tancap gass mencari adiknya.
"Tuan muda!" Bibi berlarian mengejarnya tapi pria itu sudah pergi.
Erick ingat kalau ia memasang GPS rahasia adiknya. Ia lalu melihat lokasi adiknya itu, selama ini adiknya tidak pernah melakukan hal aneh makanya ia tidak pernah curiga.
Namun titik lokasi dimana adiknya berada membuatnya sangat jengkel.
Hahah. Tempat goukon kah... desisnya, lalu ia membanting roti yang tak sadar sedari tadi ia bawa sampai ke dalam mobil, terlempar ke samping tempat duduknya. Hingga jatuh ke bawah kolong kursi penumpang.
.
.
.
.Balik lagi ke suasana saat ini.
Wajah Nao yang pucat pasi ditatap serius oleh kakaknya itu tak bisa membuatnya berkutik.
Hal itu membuat Reza khawatir. Sementara Freya masih memperbaiki riasannya di kamar mandi.
"Nao, ada apa kenapa wajahmu pucat?!" Ucap Reza tangannya ingin memegang Wajah Nao yang shock berat, namun dengan sigap tangan itu ditepis oleh tangan besar, kasar berotot dan berurat milik Erick.
"JANGAN SENTUH ADIKKU!" Ucapan itu seketika membuat semua pengunjung Cafe terdiam.
Erick membuka jacketnya dan menutupi pakaian adiknya.
"Ayo pulang!" Ucap Erick pada Nao sambil meredam amarahnya.
Tanpa membantah tubuh Nao bergerak sendiri menuruti kata Erick.
"Maaf Reza, aku duluan... sampaikan maafku pada Freya..." ucap Nao dengan mata sendunya.
"Reza kah~, sekali lagi aku melihatmu, ingin menyentuh adikku. Aku tak segan akan mematahkan pergelangan tanganmu..." desis Erick.
Erick dan Nao berjalan dengan cepat keluar Cafe itu.
Tanpa di duga sedari tadi Rina juga di sana, sebenarnya dia sudah disana sedari tadi. Karena ada meeting.
Saat melihat wajah Nao ia juga terkejut awalnya. Dan melihat Nao ternyata bersama seseorang, ia malah penasaran dan senang. Dan sudah memfoto mereka untuk ditunjukkan ke Erick, agar Erick tidak terlalu terikat dan memikirkan adik sambungnya.
Namun berkiraan Rina salah. Dengan tindakan membuka jaket saja, Rina dapat melihat Erick punya perasaan terhadap adiknya. Melebihi rasa saudara.
"Sayang, tunggu kau tak boleh kasar pada adikmu..." Ucapnya tiba-tiba datang bak pahlawan. Dengan berlari sekuat tenaganya menyusul
"Rina, sedikit saja kau melangkah ke arah kami, aku tak akan segan untuk memukul wajahmu. Jangan buat aku tambah kesal dengan ucapan sampahmu!" Ucapan itu membuat Rina terpaku.
.
.
.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother's Prison
General FictionSejak kecelakaan keluarga Smith, Naomi Smith terpaksa harus kehilangan orangtuanya. Sekaligus menjadi pewaris tunggal sebagai tuan tanah dari perkebunan tanaman pangan seluas 50 hektare di pedesaan. Sayangnya karena umur yang masih 18 tahun, hak as...