Erik bangun dengan kepalanya yang sedikit sakit akibat mabuk semalam.
Ia membuka mata dan melihat adiknya yang tidur di samping dengan lengannya yang menjadi bantal tidur.
Ia memandangi lekat wajah adiknya tidur menyampingkan tubuhnya.
"Her have sweet face" benaknya.
Membelai pipi dan mengelus beberapa helai rambutnya perlahan.
Berasa gatal dengan rambut yang menyibak wajahnya, Nao terbangun sambil mengernyitkan mukanya.
Ia melihat wajah tenang kakak tertidur di sebelahnya.
Sebaliknya Erick malah pura-pura tertidur.
Ingat dengan kejadian semalam, ia langsung terduduk dan memegang wajahnya yang merah padam menahan malu.
"Tidak mungkin kan?!" Lirihnya.
Ia beranjak menuju kaca dan melihat kissmark yang yang ada di bagian samping pada lehernya.
Tampak berwarna pink di kulitnya yang sao matang itu.
"Ada apa?!" Tanya kakaknya.
"Ah itu (ragu) apa kakak tidak ingat?!" Tanya Nao.
"Soal apa?! Ingat apa?!" Tanya kakaknya penasaran.
"Kakak mabuk..." Nao.
"Ya, soalnya aku memang minum bir kan semalam...."
"Lalu kakak...." (ragu)
"Lalu?!" Tanya Erick dengan menaik turunkan alis tebalnya.
Tidak mungkin masa kaka tidak ingat...
Batinnya.Mungkin itu hanya kesalahan, karena kakak mabuk.
Nao memegang lengan kanan dari belakang tubuhnya.
"Ah..., tidak... tidak ada..
A...aku mau mandi dulu... " jawabnya dengan nada kecewa.Ia membawa pakaian ganti langsung ke kamar mandi.
Erick semakin mengernyitkan matanya. Ia amat tahu dengan kebiasaan adiknya yang merahasiakan sesuatu darinya.
Erick memang tidak tawar alkohol dan bisa saja ia berbuat sesuatu yang di luar kendalinya. Hal positifnya ia bisa mengenali orang tersebut walaupun ia sedang mabuk. Walau keesokan paginya ia lupa apa yang ia lakukan.
(Pemabuk yang sadar tapi besoknya lupa)
Mereka bersiap dan pulang, Erick melihat adiknya yang banyak diam tanpa mengatakan apapun dan hanya mengikuti instruksinya.
Dalam perjalanan
"Nao..."
"Ya kak, ada apa... dari tadi kakak melihatku terus apa ada yang aneh di wajahku ...?"
"Tidak, aku heran kenapa kau menggerai rambutmu itu di hari sepanas ini...
Dan juga kenapa kau selalu menutupi lehermu tiap-tiap angin datang masuk ke jendela mobil kita..."
"Oh itu ... aku terjatuh di kamar mandi tadi, leherku sedikit tergores jadi aku malu..."
"Hah?!, apa kau bodoh kenapa kau tidak menyuruhku membeli plester atau obat. "
"Itu hanya luka ringan kak..." jawabnya
"Biar ku lihat..."
Tangan Erick spontan ingin menyibak rambut Nao, tapi tangan Nao yang satunya langsung menepisnya.
" Maaf kak, tapi aku tidak mau. Biar aku sendiri yang mengobatinya nanti." Tegas Nao.
Erick terkejut, dan ia tak bisa berbuat apapun lagi. Lalu ia fokus menyetir sampai di rumah.
Bibi langsung memeluk Nao dengan rasa khawatir.
"Syukurlah kalian menginap di sana, kemarin hujan yang turun sangat lebat di daerah ini..." Jelasnya.
Heran lagi beberapa hari belakangan Nao selalu menutupi tubuhnya dengan pakaian yang tertutup bahkan sampai ke lehernya.
Dan Erick selalu bertanya "Apa kau tak kepanasan?!"
Adiknya itu hanya menanggapi dengan menggelengkan kepala sambil tersenyum.
Erick berfikir keras dan itu membuat para pekerja heran, bahkan menanyakan ke salah satu pekerjanya yang memiliki adik perempuan sama sepertinya.
"Gadis juga memiliki rahasia pak, mungkin ada salah satu prilaku bapak yang membuat adik bapak kecewa.
Coba bapak ingat lagi apa yang bapak lalukan kenapa adik bapak sekarang mendiamkan bapak..."
Memang dia bilang hari ini tidak pulang karena melihat gelagat adiknya yang terus menerus menghindarinya. Bahkan untuk sentuhan kecil saja.
Ia takut memperburuk citranya di depan adik yang susah ia bangun melalui kencan kemarin.
Tunggu
Aku mabuk dan Nao datang ke teras luar tempat aku minum.
Ia menghentikan ku minum dan....
Si pemabuk yang sadar itu akhirnya ingat apa yang ia lakukan.
Wajahnya memerah.
"Ada apa pak, wajah bapak tiba-tiba memerah" kata Horan, salah satu pekerja yang punya adik perempuan itu.
"Tidak, hanya saja..." Erick menutup wajahnya. "Sepertinya aku tak jadi bermalam di tempat kerja hari ini" ucapnya lalu ia beranjak pergi.
Horan nyengir saja dengan heran melihat prilaku bos nya.
Ia membanting stir ke arah rumahnya.
Setibanya di sana ia melihat Nao yang sedang membantu bibinya memasak,
Anehnya adiknya itu tidak seperti hari-hari lalu, ia hanya mengenakan kaos lengan pendek saja, namun rambut ikalnya yang sepanjang bahu tetap ia gerai untuk menutupi cupangnya.
Erick datang tanpa mengucapkan sepatah kata dan langsung memegang tangan Nao.
"Ah! Kakak ada apa?!"
Tapi pria itu menariknya pergelangan tangannya dengan kuat.
"Maaf bi, aku pinjam Nao sebentar" Ucapnya sambil berjalan.
Bibi sangat heran dan sempat khawatir dengan tingkah laku tuan mudanya itu, tapi ia tak ingin terlalu ikut campur.
"Kak tunggu, kakak jalannya terlalu cepat...." ucap Nao merintih.
Erick sedikit melonggarkan pegangannya,
Nao juga heran kenapa kakaknya mendadak seperti ini.
Erick membuka pintu dan segera menutupnya kembali hanya selang beberapa detik.
Seperti mendepak pintu hingga adiknya sangat terkejut dan mundur di dinding pintu seketika.
Ia memblokir pergerakan Nao dengan satu tangannya yang masih memegang pintu itu dengan kuat.
Tatapannya begitu intens dengan wajah kuning langsatnya yang memerah,
"Kakak ada apa? Apa kakak sakit, wajah kakak memerah bahkan sampai telinga". Ucap Nao khawatir sambil menyentuh lembut pipi Erick.
"Huh.... aku pasti sudah gila..." ucapnya. Wajah Erick menunduk Sambil berusaha menenangkan pikirannya.
Ia melihat sekilas tangan yang menyentuh pipinya.
Terlihat pergelangan tangan itu berbekas. Lalu ia menyentuhnya dengan lembut.
Lagi-lagi ia menatap Nao dengan intens.
"Katakan dengan jujur Nao, apa aku yang memberi kismark di leher dan tulang selangka mu..."
Mendengar perkataan itu, muka Nao berubah dan segera menutupi cupang itu dan menunduk.
"Hahah, aku sungguh tidak menyangka kita akan melakukan hal sejauh ini Nao. Antara adik dan kakak..." Smirk.
.
.
.
BersambungCtt: maaf ya readers dah lama ga up banyak hal yang harus kerjakan dan selesaikan belakangan di rl, makasih dah tetap stay buat baca karya receh gw🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother's Prison
Ficción GeneralSejak kecelakaan keluarga Smith, Naomi Smith terpaksa harus kehilangan orangtuanya. Sekaligus menjadi pewaris tunggal sebagai tuan tanah dari perkebunan tanaman pangan seluas 50 hektare di pedesaan. Sayangnya karena umur yang masih 18 tahun, hak as...