10. Date Simulation (I)?

2.4K 38 0
                                    

Hari ini Nao tidak melakukan hibernasi seperti Hari weekend sebelumnya.

Karena ia teringat dengan ucapan kakaknya semalam.

Ia bahkan sengaja bangun lebih awal, dan membantu bibi memasak di dapur.

Tapi tiba-tiba kakaknya bersiap-siap dan agak terkesan terburu.

Bibi bertanya singkat keamana tuan mudanya itu akan pergi.

"Aku ke perkebunan sebentar. Ada hal yang ingin kuurus, terkait distribusi ke pabrik lalu penggajian buruh. " jawaban Erick singkat lalu ia segera pergi.

Tanpa melihat raut wajah adiknya yang kecewa.

Apa yang di harapkan. Apa yang harus disalahkan dengan ucapan kakaknya.

Kakaknya itu amat teliti soal pekerjaan, semenjak orangtua mereka meninggal ia mendirikan kantor kecil.

Ia berkata meski yang ia kelola bukan perusahaan melainkan perkebunan, rekap tentang anggaran biaya, modal, distribusi maupun keuntungan harus dicatat dalam bentuk bukti fisik.

Sehingga hal tersebut bisa meninjau sejauh mana perkembangan hasil perkebunan.

50 hektare bukan lahan yang sedikit.

Makanya Nao memaklumi. Kakaknya adalah pilihan yang tepat dalam mengurus itu semua.

Ia menyembunyikan rasa sedihnya. Ia pikir janji semalam adalah situasi yang baik untuk menjalin hubungan kakak adik antara mereka berdua agar tidak canggung. Karena banyak kejadian yang membuat jarak di antara mereka.

Tapi situasi selalu tidak mendukung.

Ia balik ke kamarnya melihat baju yang sudah ia persiapkan untuk jalan bersama kakaknya itu.

Nao lalu menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang bermanfaat. Membantu paman dan bibi bila diperlukan.

Meski paman dan bibi mewanti-wanti.

Paman dan bibi tau bahwa Nao merasa kecewa. Tapi melihat senyum nona mudanya seakan berkata ia baik-baik saja.

Mereka memaklumi, mungkin situasi seperti ini sudah biasa di lalui nona mudanya itu.

.
.
.
.
Tepat jam 14.10 Erick bergegas keluar dari mobil ketika sampai di rumah.

Ia mencari keberadaan adiknya, dan bibi hanya bilang, nona mudanya sedang tidur siang. Akhirnya Nao melakukan hibernasinya lagi.

Erick langsung berjalan ke lantai atas, ia melihat kamar adiknya terbuka sedikit.

Ia membuka pintu itu pelan. Lalu melihat baju kemeja putih dengan setelan rok bercorak.

Erick ingat baju itu adalah pemberian darinya.

Ia terdiam sejenak lalu pergi ke tempat tidur adiknya.

Mengelus lembut pipi adiknya itu.

"Nao... bangun... apa kau mau membatalkan janji semalam?!" Ucap Erick pelan.

Samar-samar Nao juga mendengar suara kakaknya itu.

"Huh?! Kenapa kakak sudah pulang, apa  urusan kakak sudah selesai?!" Tanya Nao dengan mata sayub-sayub.

"Sudah, kalau belum aku tidak mungkin bisa pulang..." Erick.

"Kakak lelah kan..  kalau begitu kakak istirahat saja, kita bisa jalan kapan-kapan kalau kakak senggang..." Nao.

"Oh jadi begitu, bilang saja kau tidak mau kencan dengan kakak..." Erick pura-pura kesal dan acuh agar adiknya terpancing. Mukanya menunjukkan rasa kecewa.

"Tidak, bukan begitu. Kalau begitu ayo kita pergi kak!". Nao langsung tersadar dan terpancing mendengar ucapan kakaknya itu.

Jujur saja itu membuat Erick ingin tertawa namun ia berusaha menahan dan tampak cool di depan adiknya itu.

"15 menit, kita akan bertemu di bawah. Ok..." ucap Erick,  lalu ia pergi. Nao hanya mengangguk, tampak kegembiraan dari wajahnya itu.

Erick menyuruh bibi membawakan makanan ringan untuk mereka, ketika bibi menanyakan kemana tuan mudanya itu membawa nona.

Erick hanya berkata "pantai"

Ucapan yang singkat, tapi tuan mudanya juga terlihat bahagia. Membuat bibi merasa lega.

Setelah semua siap. Mereka pun pergi.
.
.
.
Dalam perjalanan Erick memandang adiknya lekat.

"Apa kau memakai make UP?" Tanya Erick enteng sambil fokus menyetir.

"Iya, aneh ya kak?!" Nao.

"Tidak juga, mungkin di pantai nanti ada salah satu pria yang tertarik padamu lalu menyatakan cintanya..." Ejek Erick.

"Aku tidak melakukan hal ini untuk menarik perhatian mereka." Tegas Nao.

"Aku hanya tak ingin, kakak merasa malu saat membawa ku..." Nao melembutkan suaranya.

Ah~ benar, ucapan seperti ini yang selalu membuatku tergoda. Sehingga aku tidak pernah menganggap dirimu sebagai adikku Nao.  Berapa keras pun aku menolaknya. Batin Erick .

"Apa kau mencoba menggoda kakak mu sendiri?!" Ejek Erick tertawa jahil.

"Tidak." Nao semakin kesal. 

"Aku tidak pernah merasa malu saat membawamu Nao. Karena kau adalah adikku. Dan siapapun yang mengejekmu, akan kupastikan dia tidak akan bisa mengangkat kepalanya..." ucap Erick santai sambil mengelus lembut rambut adiknya.

Nao menatap wajah Erick yang tersenyum ringan kearahnya. Ia hanya membuang nafas panjang.

Semua ucapan kakaknya itu memang benar.

Ia ingat dulu kakaknya pernah menghajar habis-habisan orang yang terlibat masalah dengan Nao.  Meskipun Nao tidak bersalah, namun orang yang terlibat masalah dengannya sampai hengkang dari sekolah akibat amukan kakaknya.

........

Setibanya di pantai.

"Kakak, apa disini biasanya juga seramai ini?" Nao agak bingung.

"Yaps, mungkin karena ini weekend, aku sengaja mengajakmu jalan sore. Kalau pagi cuaca cenderung agak panas...." jawab Erick.

"Tapi situasi macam apa ini?!, bukankah tempat ini untuk pasangan  kak?!" Nao khawatir memandang sekelilingnya .

"Tidak juga, nikmati saja~" jawab Erick.
.
.
.
.
Bersambung.



Brother's PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang