1

1.1K 71 33
                                    

Bocah pirang itu melirik ke kanan dan ke kiri. Memperhatikan setiap sudut ruangan yang sedang ia jelajahi. Ruangan itu begitu besar, jauh lebih besar  dan megah dari pada rumah mungilnya yang lebih pantas disebut seperti gubuk.

"Paman Jugo kita ada dimana" tanyanya pelan.

Jemari mungilnya menggenggam erat tangan orang dewasa yang sedang menuntunnya.

"Kita akan bertemu orang penting. Bersikaplah yang baik"

Nada suara orang dewasa itu terdengar datar dan dingin. Naruto, bocah pirang itu tak punya pilihan selain mengangguk patuh. Jauh dilubuk hatinya ia merasa takut. Apa lagi yang akan dilakukan sang paman padanya?

Langkah mereka terhenti di depan sebuah pintu besar. Sebelum memasuki ruangan, paman Naruto mengetuk pintu itu pelan.

"Masuk" sahut seseorang dari dalam ruangan.

Tanpa menunggu perintah dua kali, mereka berdua segera masuk ke dalam ruangan. Hawa di dalam ruangan terasa dingin mencekam. Naruto melihat sekelilingnya dan dibuat merinding seketika.

Ada beberapa hiasan berbentuk kepala hewan yang menggantung di dinding ruangan tersebut. Mulai dari singa, rusa, bahkan beruang. Melihat kepala beruang dengan mata tajam dan mulut terbuka lebar mempertontonkan gigi taringnya membuat Naruto bergidig takut.

"Aku membawanya"

Sesosok pria yang semula duduk di pojok ruangan berdiri seketika. Ia berjalan mendekati Naruto juga pamannya yang berisi di dekat pintu masuk. Naruto yang ketakutan bersembunyi dibalik punggung pamannya.

Pria itu tertawa melihat reaksi Naruto yang menurutnya menggemaskan.

"Kemari, Jangan takut" kata pria itu.

Naruto melihat pamannya yang menatapnya penuh intimidasi. Mau tak mau Naruto mendekat.

Dihadapannya, seorang pria berambut hitam, bertubuh tegap serta berbadan tinggi itu perlahan mensejajarkan tingginya dengan Naruto. Separuh wajah pria itu ditutupi perban serta ada bekas luka di dagunya. Namun berbalik dengan penampilannya yang menyeramkan, pria itu tersenyum lembut pada Naruto.

"Namamu Naruto?"

Naruto mengangguk.

Pria itu lalu membelai rambut Naruto selembut mungkin.

"Sakit?" tanya Naruto sambil menyentuh bekas luka pria itu juga meraba perban yang menutupi separuh wajahnya.

"Sedikit"

Nsruto segera merogoh kantung celananya dan mengeluarkan sebuah plester.

"Untuk paman. Biar cepat sembuh"

Pria itu tertegun ketika Naruto menghadiahkannya sebuah plester. Padahal tadi Naruto terlihat ketakutan ketika melihatnya, namun anak itu begitu cepat mengubur rasa takutnya ketika melihat kondisinya.

Sungguh anak yang perhatian.

"Bagaimana?" tanya paman Naruto tak sabar.

"Aku akan merawatnya"

Paman Naruto tersenyum puas. Ia senang karena tak perlu lagi repot mengurusi Naruto. Ia bisa hidup bebas bahkan mulai sekarang ia tak perlu lagi khawatir kekurangan uang.

"Baiklah, dia milikmu sekarang. Jangan lupa pada perjanjian kita"

Paman Naruto bersiap pergi. Namun baru selangkah, Naruto berlari dan menarik ujung celananya.

"Naru mau ikut"

"Tidak! Mulai sekarang kau akan tinggal disini!"

Naruto terhenyak. Mengapa ia harus tinggal disini? Apa pamannya akan meninggalkannya disini? Apa karena ia nakal? Atau karena ia terlalu banyak makan dan menghabiskan uang pamannya?

Meskipun sang paman sering memarahinya, Naruto tak mau ditinggal seorang diri. Pamannya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Ayah ibunya telah tiada dan walaupun kerap kali di pukul, Naruto tak mau berpisah dengan pamannya.

"Paman...hiks....naru ikut.... Naru ikut"

Naruto menggenggam erat celana pamannya. Ia berusaha menahan tangis. Pamannya akan semakin emosi jika ia menangis. Setiap kali Naruto merengej bahkan menangis, pamannya tak akan segan menyakitinya. Namun kali ini Naruto hampir tak bisa menahan diri. Ia takut pamannya pergi tanpa membawa serta dirinya.

Sekali hentakan , tangan Naruto terlepas. Dorongan kuat itu membuat tubuh mungil Naruto terjatuh tak berdaya.

"Mulai sekarang kau tinggal disini! Sudah cukup selama ini kau merepotkanku. Sekarang waktunya kau membalas budi"

Tanpa rasa bersalah paman Jugo meninggalkan  Naruto begitu saja. Tangis Naruto pecah seketika.

"Huwaa......paman....paman!!!"

Terduduk di atas lantai Naruto menangisi kepergian pamannya. Jemarinya mengepal lalu menggesek matanya yang berlinang air mata.

"Jangan menangis, Naru. Mulai sekarang aku yang akan menjagamu"

Pria itu tersenyum lembut. Naruto yang mendengar perkataan pria itu segera berlari ke pelukannya.

"Anak baik, anak manis, jangan menangis"

"Huwaaa Naru tidak mau ditinggal. Naru tidak mau sendirian Huwaaa"

"Mulai sekarang kita akan menjadi keluarga, kalau kau jadi anak baik dan patuh, aku tidak akan pernah meninggalkanmu"

Pria itu menggendong Naruto yang masih menangis dan mencoba menenangkannya. Pelukan hangat itu sangat melekat di benak Naruto. Tak pernah ada seorangpun yang memperlakukannya selembut ini.

Naruto tak mau lagi kehilangan. Ia tak lagi mau ditinggalkan, dibuang dan diabaikan. Rasanya terlalu menyakitkan .

Semua ketakutan itu membuatnya menanamkan satu pemahaman penting. Bahwa ia harus menjadi anak penurut agar tidak lagi ditinggalkan. Bahwa ia harus patuh agar ia selalu disayang. Juga bahwa ia harus menjadi anak baik agar tak lagi dibuang.





Ini baru pembukaan ya.
Apakah akan ada adegan welo welo?
Oooh tentu. Tapi prosesnya agak panjang
Semoga suka ya,....

DannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang