"Ma, kakak itu kenapa?" Suara gadis kecil memecah keheningan ruangan. Ia menarik ujung lengan baju sang Ibu sembari menunggu jawaban. Jari mungilnya tertuju pada laki-laki tak jauh dari mereka.
"Ssh" Ibunya meletakkan jari telunjuk didepan bibir, meminta si anak agar menutup mulut dengan segera.
Di seberang mereka terdapat seorang laki-laki dengan pakaian serba hitam yang tertunduk dihadapan pigura berisi gambar seorang wanita yang sangat dicintainya. Tak ada binar dimatanya, hanya ada kehampaan tak berujung. Air mata telah lama kering. Begitu ia ingat lagi, satu tahun telah berlalu sejak kematian sosok yang dipuja semua orang.
[Name],
Dunia berpusat padanya.
[Name],
Sejarah mengabadikan namanya.
[Name]; semesta-nya.
◑ ━━━━━ ▣ ━━━━━ ◐
...Korea, 3 tahun lalu...
◑ ━━━━━ ▣ ━━━━━ ◐٭ ٭ ٭
[Name] terbangun sambil meraup oksigen dengan rakus. Nafasnya terengah-engah, tak beraturan. Jantungnya seperti akan meledak jika ia lengah.
Gadis itu menutupi wajahnya dengan kedua tangan, berusaha mengendalikan pikirannya yang sedang berantakan.
"Mimpi itu lagi," [Name] menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan. Monolognya terjeda selama beberapa detik, sebelum akhirnya ia memutuskan bangkit dari kasur untuk membuka jendela kamar.
[Name] tak sengaja melihat pantulan wajahnya di kaca jendela, lantas berucap pada diri sendiri, "sepertinya memang benar. Jiwaku terkutuk."
[Name] melukiskan senyuman pada debu kaca itu, membiarkan jarinya kotor. Kemudian tertawa lebar.
"Akhirnya si putri tidur bangun juga." Celetuk wanita tua yang duduk di meja makan, membuat [Name] menghentikan langkahnya sejenak. "Kalau bisa sih, aku memilih tidak bangun lagi." Balas [Name].
"Hei! Omongan tuh dijaga. Sudah bagus diberi umur yang panjang, jangan malah berucap begitu." Cheryn, ibu angkat [Name] memperingati sang dara.
"Aku tidak pernah meminta diberi umur yang panjang."
"[Name]!"
"Haha!"
Gadis berambut hitam sepinggang itu berkaca didepan cermin sambil memasang lensa matanya yang berwarna coklat gelap, menyembunyikan manik aslinya.
Kemudian ia menuju pintu rumah, menarik ganggang pintu, lalu berteriak, "aku keluar sebentar ya, Ryn!"
"Anak b*doh, panggil aku Ibu!" Sahutan terdengar dari dalam rumah kala [Name] menginjakkan kaki keluar.
"Tapi aku kan lebih tua, wlek" [Name] menanggapi setengah bercanda, lidahnya terjulur seraya menarik pintu untuk menutupnya dari luar.
[Name] mendongak keatas, menyadari bahwa matahari tengah bersinar begitu terik. Sehingga dia kembali menunduk, tidak kuat dengan cahaya menyilaukan itu.
"Dulu Korea tidak sepanas ini.." [Name] bergumam, ia mengedarkan pandangan keseluruh tempat yang dapat dijangkau penglihatannya. "Pohon juga semakin sedikit, geh"
"Memang, manusia sejatinya adalah perusak." Lanjut [Name]. Sebagai satu-satunya insan yang berumur hampir sembilan abad, [Name] jelas tahu jatuh bangun peradaban manusia.
Bertahan dengan merusak yang lain. Alam dirusak untuk menciptakan kota maju. Pada dasarnya, salah satu diantaranya pasti mengalami kerugian. Dunia tak pernah adil sejak dulu. [Name] menarik kesimpulan ketika melihat keadaan sekitar.
[Name] berjalan dengan santai, menikmati angin sepoi yang menerpa rambutnya yang tergerai bebas. Sudah cukup lama ia tidak menginjakkan kaki di Korea. Dia berharap semoga tidak terjadi masalah karena kepulangannya.
Tapi tampaknya itu tidak semulus dugaannya. Karena tangannya dicegat oleh pria jangkung berotot yang menatapnya tak percaya, "kak [Name]?"
✧
✧
✧
[Name] melambaikan tangannya pada Euntae Lee. Senyumnya mengembang, tampak lebih hangat dari matahari yang menyengat hari ini. Euntae Lee membalasnya dengan mengatakan, "sampai jumpa, kak!" Lalu mereka berpisah di persimpangan jalan.
Setelah Euntae Lee meninggalkannya sendirian, ekspresi ramah [Name] langsung pudar dan tergantikan oleh wajah datar yang biasa ia tunjukkan di rumah.
"Sial." [Name] mengumpat. Entah untuk apa ia merutuki nasibnya.
"Aku ketahuan."
[Name] berjalan tanpa arah. Kakinya menuntun tanpa peduli bahwa dia sendirian di pemakaman umum itu.
"Enaknya..." Monolog [Name] sambil menatap kuburan didepannya.
"Aku juga ingin istirahat seperti kalian."
Jemari [Name] terulur untuk mengelus baru nisan dihadapannya. Seorang pria yang sangat ia kenal ketika berada di Korea 35 tahun yang lalu. Sekarang hanya tinggal nama.
Pada akhirnya, mereka semua meninggalkan [Name].
Mereka semua.
"Aku iri sekali... Pada manusia biasa."
Hari sudah petang. Senja pun menjelang. [Name] hanya berjalan tanpa arah, mengikuti kemana kakinya melangkah. Kedua tangannya bersembunyi dibalik kantong celana, sedangkan mulutnya mengulum permen yang ia beli di kedai yang baru disinggahinya.
[Name] menatap gelang bermanik di tangan kanannya, sesekali meraba ketika menyadari bahwa warnanya sudah pudar dibandingkan masa itu.
Kemudian perhatiannya beralih pada lelaki tua yang hendak masuk ke mobil bermerek. [Name] mengenalinya. Bagaimanapun juga, teman lama harus disapa, "Dongsoo!"
Yang disebut namanya pun langsung menoleh dengan manik melebar, "kau abnormal, [Name]." Walaupun sudah tahu bahwa kawan lamanya itu abadi, tapi melihatnya dengan mata sendiri membuatnya semakin yakin kalau dunia ini gila.
Ralat;
Hanya [Name] yang gila.
𖤐TBC𖤐
![](https://img.wattpad.com/cover/366922505-288-k891925.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Redemption [Lookism X Reader]
Hayran Kurgu[VER. REVISI] Dia...sendiri, dia bukan siapa-siapa. Sejak awal, seharusnya atensinya tidak ada. Dia adalah bug dunia ini yang muncul untuk menebus dosa. Yang tidak ada, teruslah seperti itu. Jangan ikut campur dengan urusan dunia, dan kau malah men...