Kesalahan sekecil apapun tetaplah kerugian yang besar.
—Astrid Belva—
.
.
.
.Disinilah Astrid, memandang lekat wajahnya dengan cermin kecil yang dia genggam. Sudah setengah jam dia duduk dan melakukan hal itu berulang kali, memastikan bahwa dirinya tidak beralusinasi atau yang dialaminya hanyalah sekedar mimpi belaka. Namun meski beberapa kali mengelak, nyatanya keadaan tetaplah tidak berubah. Dia berdecak pelan mengamati ruangan yang diyakini sebagai tempat tidur itu.
2 ranjang bertingkat dalam ruangan yang hanya seluas 4x4 meter persegi, terlihat sumpek dan juga terasa panas, tidak ada pendingin ruangan dan hanya terdapat satu jendela kecil dengan papan sebagai teralis. Lampu kamar itu juga kecil dan terasa redup. Astrid menyerngit jijik ketika melihat tumpukan pakaian yang tergantung di belakang pintu juga beberapa kulit kacang bercampur pasir di sudut ruangan. Agaknya yang menyapu tidak menyelesaikan tugasnya terlihat dari sapu yang menutupi kotoran itu.
"Kamar ini terlihat seperti asrama" Monolognya, dia mengedarkan pandangannya dan melihat sesuatu yang menarik perhatian. Tangannya menggapai buku bersampul kuning cerah di atas meja. Belum sempat membukanya, derit handel pintu mengalihkan fokusnya.
Matanya terbelalak, lalu secepat kilat menaiki ranjang tempat nya pertama kali terbangun tadi, dia akan berpura-pura tidur.'Sialan, kasur ini keras seperti papan' ringisnya ketika merasakan punggungnya terbentur.
Langkah kaki terdengar semakin jelas mengarah ke tempat nya terbaring, seperti nya bukan hanya seorang yang datang.
"Bagaimana keadaannya, Bu?" suara pria paruh baya terdengar di indra Astrid.
"Sudah tidak panas, Bella hanya butuh istirahat yang cukup" Sahut wanita yang di panggil Bu dengan lembut.
"Baiklah, kalau begitu kita keluar, biarkan Bella beristirahat dulu"
Astrid berusaha menahan nafas ketika tangan yang sedikit kasar itu mengusap keningnya, dia menghembuskan nafas secara pelan agar dapat mengelabuhi entah siapa yang masuk tadi.
Pintu tertutup kembali, perlahan Astrid membuka kedua matanya. Dia terduduk di ranjang memikirkan sesuatu yang rumit.
Bella?Matanya tertuju pada buku bersampul kuning tadi, dia melangkah menarik buku itu.
Mirabella Osawa.
Nama yang tertera di awal kertas, ditulis dengan pulpen berwarna biru. Kening Astrid berkerut serasa tidak asing dengan nama itu.
Sesaat setelah otak pintarnya menggali informasi, matanya terbelalak. Dia terduduk dengan lemas di kursi meja belajar itu.
"Astaga!! Kenapa diantara semua tokoh, jiwa Aku harus merasuki gadis ini?" Frustasinya membenturkan kepala ke meja belajar itu.
Dia mendongak, "dan lagi, jika perpindahan jiwa secara empiris tidak dapat dibuktikan baik dengan medis maupun sains—" Jedanya kembali membenturkan kepala.
"Kenapa bisa Aku disini?!" Frustasinya kemudian.
Ya, Astrid Belva wanita yang sebelumnya di kehidupan pertamanya telah berumur 29 tahun itu memasuki raga salah satu pemeran novel yang berjudul "Genius". Seingat Astrid, terakhir kali ia membaca buku novel itu saat dirinya sedang mengenyam pendidikan kuliah di bangku magister, dia yang saat itu sedang mencari buku referensi untuk menunjang program MBA (Master of Business Administration) malah tertarik dengan sebuah buku bersampul simple dengan warna hitam pekat layaknya buku tebal berisi sederet ilmu pengetahuan.
Aturan Mediabook tempatnya membeli buku yaitu melarang para pembeli untuk membuka plastik buku, kecuali meminta izin kepada petugas. Astrid yang pada dasarnya maniak akan ilmu pengetahuan tidak peduli bahkan ketika dia tidak melihat adanya sinopsis pendukung layaknya buku pada umumnya di sampul itu, hanya ada gambar seperti otak dan tulisan kata Genius yang ditulis dengan Apricots font.
KAMU SEDANG MEMBACA
A GENIUS & PSYCHOPATH GUARDIAN
FantasySERIES TRANSMIGRASI JIWA UPDATE 3/7 NO PLAGIATOR BITCH. Obsesi-posesif-murder-darkromance. ➷➷➷➷➷➷ Astrid Belva, wanita karir dan ambisius yang sudah menjanda hingga dua kali. Kecelakaan beruntun menyebabkan jiwanya berpindah ke dalam sebuah novel...