AG & PG •| 18

2.8K 318 35
                                    

Bella menghela napas dalam, pandangannya tak lepas dari layar ponsel. Pesan dari Cedrik muncul dengan singkat, memberi tahu bahwa ia tidak bisa menjemputnya hari ini. Ada rapat mendadak yang harus ia hadiri di kantor, dan Bella diminta menuju parkiran, di mana supir sudah menunggu. Tidak ada kejutan dalam kabar itu—Cedrik memang kerap mendadak sibuk dengan urusan pekerjaannya.

Bella mengembuskan napas ringan, membalas pesan itu seadanya, lalu mulai melangkah menuruni tangga. Suasana sekolah perlahan menjadi lebih tenang. Suara langkah kakinya sendiri terdengar bergema di lorong yang mulai lengang. Di lantai dua, Bella berhenti sejenak, pandangannya menelusuri denah bangunan yang terpasang di dinding. “Tidak ada lift?” gumamnya pelan. Agak aneh rasanya untuk bangunan sekolah sebesar dan semegah ini tidak menyediakan lift bagi para penghuninya.

Ia melanjutkan langkahnya lagi, sesekali matanya melirik ke arah lorong yang mulai sunyi. Ada beberapa siswa SMP yang berlalu-lalang dengan seragam khas mereka, namun tidak banyak. Lantai dua benar-benar terasa lebih lengang, hampir hening. Bella tak memedulikan itu, meski sesekali perasaan seolah diawasi mulai menyelusup dalam pikirannya. Ia berusaha mengabaikannya—bagaimanapun, ini hanya sekolah.

Langkah kakinya berhenti ketika ia merasa ada bayangan melintas di sudut matanya. Bella menoleh dengan cepat, hanya untuk melihat pintu salah satu ruangan di ujung lorong yang baru saja tertutup. Alisnya terangkat, namun ia tidak ingin memusingkannya. Mungkin hanya salah satu siswa atau staf yang sedang lewat, pikirnya. Ia menarik napas dan mempercepat langkah, menuju tangga ke lantai satu.

Namun, perasaan bahwa ada yang mengamati masih bertahan, meski tidak begitu kuat. Bella tidak bisa mengabaikan perasaan itu sepenuhnya, seperti ada mata yang diam-diam memperhatikan setiap langkahnya. Ia tidak merasa terancam, tetapi cukup terganggu untuk membuat langkahnya sedikit lebih cepat dari biasanya.

Ketika akhirnya sampai di lantai satu, suasana mulai terasa lebih ramai. Suara tawa beberapa siswa dan riuh obrolan mulai terdengar di sekitar, membuatnya merasa lebih tenang. Namun, pikiran tentang seseorang yang memperhatikannya sejak tadi masih belum sepenuhnya hilang. Bella melangkah menuju parkiran dengan lebih santai, walaupun sesekali matanya menyapu sekeliling, mencari tahu apakah ada yang mencurigakan.

Damn,” ucapnya pelan ketika memeriksa tab di tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.45. Bella menggelengkan kepala, sedikit jengkel pada dirinya sendiri karena lupa dengan hal penting. Ia segera mempercepat langkah, bergegas menuju parkiran yang semakin ramai dengan siswa yang menunggu jemputan.

Dalam perjalanannya menuju mobil, Bella sempat menangkap sekilas sosok Eriel dari kejauhan. Eriel tampak duduk di pinggir trotoar, berbicara dengan seorang lelaki tinggi yang memakai seragam SMA Mutiara. Bella menatap mereka sebentar, tapi segera mengalihkan pandangannya. Dia tidak tertarik untuk berurusan dengan mereka, terutama jika hal itu tidak menyangkut dirinya secara langsung.

Selama Eriel tetap berada di tempatnya dan tidak mengganggu, Bella juga tidak akan mengusiknya. Lagipula, pikirannya kini penuh dengan hal lain—seperti kecerobohannya yang hampir saja membuat supirnya menunggu terlalu lama. Bella bergegas melewati gerombolan siswa yang menunggu di parkiran, tanpa menyadari bahwa mungkin saja ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan, diam-diam, tanpa diketahui. Perasaan itu tetap ada, samar namun cukup nyata, seakan menjadi bagian dari rutinitas yang tidak akan mudah hilang.

Di sisi lain, Eriel menghela napas panjang, masih duduk dengan gelisah di kursi trotoar dekat pintu masuk parkiran. Panas matahari mulai terasa lebih menyengat, dan semakin lama ia menunggu, semakin jengkel dirinya dibuat oleh ketidakhadiran mobil jemputan. Ia memang tidak pernah benar-benar tahu kapan Bella akan keluar, tetapi rasanya sudah cukup lama baginya untuk merasa tidak sabar. Ia memang yakin Bella akan dijemput, namun kalau bisa ikut nebeng, mengapa tidak? Namun, yang membuatnya lebih kesal lagi bukan hanya karena mobil jemputan tak kunjung datang, tapi juga karena Bella tak juga terlihat.

A GENIUS & PSYCHOPATH GUARDIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang