GENIUS PART 14

3.1K 265 31
                                    

Let's start the game, babe.
.
.
.
.
(\_/)
( •_•)
/ >(\_/)
    ( •_•)
    / >(\_/)
        ( •_•)
        / >(\_/)
            ( •_•)
            / > hi sobat genius.

Bella termenung menatap buku-buku tebal yang berderet rapi di atas meja belajar, menara pengetahuan yang menjulang tinggi seolah menantangnya. Di sebelahnya, layar laptop menyala, pantulan cahaya birunya memantul di dinding kamar yang sunyi, sementara alunan musik klasik dari tabnya mengisi keheningan dengan nada-nada yang lembut, menyayat hati. Judul musik itu... entah, tapi seperti menari di udara, meresap ke dalam pikirannya yang penuh kegelisahan.

Tangannya perlahan meraih laci meja, menarik keluar selembar kertas yang sudah lusuh. Jemarinya berhenti di atasnya, menelusuri sederet angka yang tergores di sana—kode-kode yang dia coba pecahkan. Kode yang mungkin akan menghantuinya selama berbulan-bulan hingga melewati hari kematian Bella dalam novel. Sekarang, rasanya seperti berada di ambang kebenaran. Dia tahu, hanya soal waktu sampai semua terungkap. Namun, ada sesuatu yang menusuk benaknya, menciptakan riak kecemasan yang tak bisa dia abaikan.

Penyebab kematian Bella.

Kisah itu terus berputar di kepalanya, membentuk benang merah yang semakin nyata. Semuanya tampak berhubungan—dengan angka, dengan kode, dengan tokoh Bella dalam novel Genius. Kepalanya penuh pertanyaan yang tak terjawab, tapi yang paling menggema adalah satu kalimat yang muncul berulang kali, memekakkan telinga batinnya:

"Tapi, kenapa harus Bella?"

Suaranya nyaris berbisik, seolah takut jika pertanyaan itu akan memanggil kegelapan yang selama ini dia hindari. Setaunya, tokoh Bella dalam novel itu hanyalah seorang gadis sederhana yang baru melihat kemewahan, hidupnya terbatas pada lingkup keluarganya—Eriel dan Emeral. Tidak ada alasan berarti bagi siapa pun untuk memburunya, apalagi sampai menghancurkan hidupnya.

"Tidak mungkin mereka, kan?" gumamnya lagi, kali ini lebih keras, seakan berharap suara itu bisa meyakinkan dirinya sendiri.

"Eriel? Atau mungkin salah satu anggota keluarga yang tidak menyukai sikap arogan Bella?"

Tetapi keraguan itu masih ada, bersemayam dalam dadanya seperti duri yang menancap dalam-dalam. Dirinya kini terjebak dalam sebuah paradoks—jiwanya bersemayam dalam tubuh Bella, tokoh yang selama ini dia kenal hanya lewat lembaran-lembaran novel. Namun kini, realitas itu terasa berbeda, seakan garis antara fiksi dan kenyataan perlahan memudar. Bahaya bisa datang kapan saja. Dari mana saja. Dari orang-orang yang bahkan paling dekat dengannya.

Matanya menyapu ruangan, seakan mencari sesuatu yang tidak terlihat. Sebuah perasaan yang ganjil menggelayut di udara, membuatnya sadar bahwa dia harus waspada. Karena, dalam dunia ini, yang tampaknya begitu akrab namun begitu asing, kepercayaan bisa menjadi permainan yang mematikan.

Bella menghela napas panjang, tatapannya kembali tertuju pada deretan buku tebal di meja. Semua terasa begitu rumit, sama seperti novel yang kini telah menguras pikirannya. Tokoh Bella, ironisnya, bukanlah pemeran utama—hanya sosok yang muncul sesekali, dilupakan ketika kisah utama beralih pada drama dan konflik lainnya. Namun, sejak pertama kali ia membaca novel itu, bayangannya hanya berputar di sekitar bisnis, urusan keluarga, dan tak lain selain itu. Seolah-olah tak ada ruang untuk kebebasan atau kehidupan yang lebih ringan.

Kini, di tengah ujian yang semakin mendekat, Bella masih tenggelam dalam buku-buku besar, mencoba memastikan setiap detil hidupnya di dunia fiksi ini berjalan mulus. Sebuah dunia yang mulai membatasi kebebasannya, membuatnya merasa terperangkap.

"Aku butuh refreshing," gumamnya frustrasi, suaranya hampir tenggelam dalam suasana kamar yang sunyi. Bagaimanapun, sejak ia tiba di kediaman ini, tak pernah ada keinginan untuk keluar. Terlalu banyak yang dipertaruhkan, terlalu banyak yang harus dijaga.

A GENIUS & PSYCHOPATH GUARDIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang