What is code, hum?
.
.
.
.
.
.Bella berlari semakin cepat, menyusuri lorong, mengabaikan setiap tatapan penasaran yang dilemparkan orang-orang di sekitarnya.
“Kemana dia?” bisiknya pada diri sendiri, matanya menyapu setiap sudut lorong yang kini lengang. Ia berhenti di depan koridor yang sepi, napasnya sedikit tersengal. Pandangannya menelusuri sepanjang lorong, hingga berhenti pada deretan palang-palang bertuliskan nama ruangan yang berderet di setiap pintu, menjadi satu-satunya petunjuk yang bisa ia andalkan.
Bella berdiri sejenak, menyandarkan siku di tembok pembatas dan terkejut menyadari ia berada di lantai tiga. Dengan ragu, ia merogoh saku roknya dan mengeluarkan ponsel yang jarang ia gunakan. Waktu ujian hampir usai, dan beberapa menit lagi pengumuman akan dirilis secara online — ujian penentu, baginya dan para siswa lainnya. Namun pikirannya tidak berada di situ.
“Aku... tidak salah. Wajah itu benar-benar seperti duplikatnya,” desisnya, menghela napas panjang. “Atau hanya perasaanku saja?” Bella mendecak pelan, menepis keraguan, tapi pikiran itu tetap menggantung. Pemandangan di bawah lantai tiga tampak ramai, para siswa lalu lalang dengan cemas menanti hasil ujian. Namun, Bella tak teralihkan.
Sekelebat suara pintu terbuka di ujung lorong membuatnya terhenti. Ia menoleh, matanya membulat ketika menangkap sosok yang sudah sejak tadi ia coba kejar. Pria itu! Perlahan, tanpa sadar, ia melangkah mendekat, memperkecil jarak di antara mereka. Pria itu seolah menyadari tatapan Bella; senyum tipis yang tak terbaca melintas di wajahnya sebelum ia berbelok masuk ke ruangan di hadapannya.
Bella memperhatikan pintu yang tertutup itu. _Laboratorium Kimia,_ tertulis di plakat pintu, namun perhatiannya sepenuhnya pada yang baru saja masuk. Perlahan ia melangkah maju, tangannya sedikit gemetar. Degup jantungnya semakin kencang, perasaan penasaran bercampur dengan ketakutan yang samar.
"Tidak… hanya halusinasi, Belva," bisiknya, menyebut nama aslinya untuk menenangkan diri. Bella menggigit bibir, ada dorongan kuat untuk membuka pintu itu, namun pikirannya berkecamuk. Jika memang benar sosok itu… jika kenyataan tak seperti yang ia harapkan… atau mungkin justru ia takkan siap dengan kebenaran.
"Hanya kebetulan," gumamnya, mundur sedikit, memutuskan untuk pergi. Namun suara keras dari dalam ruangan menghentikan langkahnya.
Bimbang, Bella mendekat kembali, tangannya terulur memutar knop pintu dengan hati-hati. Saat pintu terbuka, tubuhnya seakan membeku. Seakan seluruh keberaniannya menghilang seketika, Bella berdiri di ambang pintu, gemetar, tak percaya dengan yang dilihatnya.
“E—El…” ucapnya lirih.
“Kau datang.”
Suara itu dingin dan tegas, menyelinap dalam setiap pori-pori tubuhnya, menusuk dalam. Bella mengerutkan alis, merasa bingung dan tak sepenuhnya mengerti. Pria itu hanya tertawa pelan, mengambil tabung kaca berisi cairan bening di meja laboratorium, mempermainkannya dengan santai.
Bella terdiam, berusaha menyusun semua potongan di benaknya, antara keyakinan dan kecemasan yang perlahan tumbuh dalam hatinya.
Pria itu memiringkan botol kecil berisi larutan bening di tangannya, memainkannya seolah larutan itu sesuatu yang biasa.
“Kau tahu,” katanya pelan, sambil mengangkat botol itu sedikit. “Banyak yang tidak sadar, kalau cairan dalam reaksi kimia ini bisa membentuk panas laten. Ini bukan tentang berapa banyak energi yang kita masukkan ke dalamnya, tapi seberapa stabil kita menjaga suhu dan lingkungan.”
Bella mendekat, penasaran, namun tetap berjaga. Penguasaan diri adalah hal yang mudah baginya, lagipula dia tidak boleh gegabah. “Panas laten... suhu tetap tapi bisa menghasilkan perubahan drastis. Itu mirip dengan keputusan manusia, bukan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
A GENIUS & PSYCHOPATH GUARDIAN
FantasySERIES TRANSMIGRASI JIWA UPDATE 3/7 NO PLAGIATOR BITCH. Obsesi-posesif-murder-darkromance. ➷➷➷➷➷➷ Astrid Belva, wanita karir dan ambisius yang sudah menjanda hingga dua kali. Kecelakaan beruntun menyebabkan jiwanya berpindah ke dalam sebuah novel...