Part 29

960 109 4
                                    

"Hai, baby girl. What are you doing? Langka sekali kamu menelepon papa tanpa paksaan, sayang. Ada yang perlu papa bantu?"

Sapaan hangat terdengar setelah panggilan terhubung, mungkin inilah kali pertama bagi Christa untuk memulai obrolan bersama pria yang notabene adalah papanya setelah beberapa bulan tinggal di negara yang berbeda. Bukan tanpa alasan dirinya menepikan perasaan untuk memulai semua ini, setelah kembali dari ruangan Chika beberapa waktu yang lalu dirinya mulai menganalisis siapa orang tua kandung gadis bertubuh tinggi itu.

Penyelidikan berbuah manis saat ia tahu bila pria yang hanya diketahui marganya ternyata mempunyai hubungan pekerjaan dengan papanya. Sebelum menguraikan tujuannya, Christa memulai dengan mengambil napas kemudian menghembuskan secara perlahan.

"Katakanlah, sayang. Papa tahu ada sesuatu yang mengganjal di hatimu."

"Pa, apa papa kenal pria bernama Pandita? Aku pernah dengar kalau beliau mantan kolega papa." Pertanyaan itu akhirnya lolos keluar, spontan Christa mengepalkan tangan sembari menunggu jawaban sang papa yang terdiam beberapa saat.

"Tahu darimana kamu soal Aryan Pandita, sayang? Dia bukanlah seseorang yang harus membuatmu se resah ini, untuk apa kamu menanyakannya?"

Dheo tentu bingung mendapat pertanyaan seperti itu dari putrinya, sebab yang ia tahu sosok yang ditanyakan Christa telah lama menghilang sejak kerjasama mereka berakhir. Dheo juga mencari perginya sosok itu meski berakhir sia-sia dan kini putri bungsu nya menanyakan sosok tersebut tentu membuatnya kebingungan.

"Papa tinggal jawab iya atau gak, aku cuma butuh jawaban itu." Berat hati untuknya berbincang seperti ini namun Christa berusaha menahan, setidaknya ia berharap Chika tahu bagaimana kinerjanya untuk mendapatkan kembali kepercayaan gadis itu.

"Iya, papa kenal siapa yang kamu sebutkan. Namanya Aryan Pandita, dia pernah bekerjasama dengan papa sebelum menghilang bagai ditelan bumi. Kami membuat sebuah panti asuhan di wilayah pedesaan dengan Aryan sebagai perancang bangunannya sementara papa menyuntikkan uang untuk melancarkan pembangunan tersebut."

"Papa tahu siapa nama istrinya? Tolong jawab tanpa nanya lagi sama aku."

"Astaga, iya-iya. Namanya Althea Davira, kamu puas dengan semua jawaban atas pertanyaanmu? Kini papa berbalik tanya, apa tujuanmu mengetahui latar belakang keluarga Pandita?"

Tidak diketahui oleh Dheo, di sebuah ruangan tengah terduduk putrinya yang sibuk menggigit kuku kala ditanya seperti itu. Christa tidak mungkin berterus-terang mengatakan bahwa semua ini dilakukan untuk Chika, ia tidak bisa suka terciptanya sesuatu yang mengganggu kenyamanan hidup Chika dan membuat gadis itu kembali menjauh darinya.

"Aku cuma mau tahu aja karena aku beberapa kali dengar nama itu papa sebut, aku baru ingat beberapa waktu lalu makanya rasa penasaran ku besar." Tentu dirinya harus memainkan sebuah alasan klasik yang tentu diyakini oleh sang papa yang memiliki pikiran kolot.

"Oh begitu, yaudah gak masalah. Papa juga hanya tahu sampai itu saja, kamu apa kabar disana? Zee baik-baik aja, kan?"

Dheo mencoba mencairkan suasana pembicaraan yang terlalu monoton untuknya, perasaan bersalah berkecimpung membuatnya ragu untuk melangkah mendekat meski objek yang coba diraih adalah putrinya sendiri. Semuanya terlalu alot untuk diperbaiki, kesalahan demi kesalahan dilakukan hingga menutup jalan bagi dirinya yang ingin meminta maaf.

"Semuanya baik pa, antara aku juga Zee. Yaudah aku matiin teleponnya, aku tahu papa sibuk. Dah pa, selalu sehat disana."

Enggan mendengar balasan dari ungkapannya, Christa memilih memutus pembicaraan secara sepihak. Yang dirinya ajak bicara adalah orang tuanya namun energinya habis terkuras, memijat pelipis akibat pusing dengan kegiatan yang baru saja selesai.

Tu Es Mon ÂmeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang