Part 17

1.3K 140 32
                                    

"Toya, jujur sama aku. Apa ada masalah beberapa waktu lalu? Aku gak suka melihatmu murung beberapa waktu ini, kalau memang ada masalah ayo cerita, aku akan bantu kamu."

Zee benar-benar tidak kuat menghadapi Christa yang sedari tadi hanya diam dan menatap kosong jendela besar di kamarnya, ia tahu ada sesuatu yang terjadi namun Christa enggan untuk berkata jujur membuatnya bingung harus bagaimana. Christa memang pendiam namun tidak se murung ini seolah ia telah melihat sesuatu yang menghancurkan perasaannya.

"Toy, ayolah bilang sama aku kamu kenapa!" Zee menaikkan nada bicaranya, keengganan Christa untuk mengungkapkan sesuatu membuatnya hampir frustasi.

"Aku gak kenapa-napa, daripada memaksaku untuk menjawab keraguanmu mending kamu siap-siap, kamu inget tante Valen minta kita ikut serta dalam acara makan malam itu, kan?" Christa menatap Zee, hanya sebentar sebab ia tahu adu tatapnya akan selalu menimbulkan pertanyaan yang mengharuskannya untuk jujur.

"Lihat? Kamu menjauhkan tatapanmu, kamu tahu artinya apa untukku, kan?" Zee mengabaikan jawaban sang saudara yang jauh dari pertanyaannya, hari ini ia harus tahu alasan mengapa Christa menjadi lebih pendiam.

Christa mendengus pasrah, bagaimanapun inginnya untuk bersembunyi tetap sia-sia bila di hadapkan pada seonggok manusia bernama Zee yang terlalu peka dengan perasaannya. Seperti itulah kembaran jika orang-orang berkata, walau tanpa kata tetap akan tahu bila aksi tatap berlangsung tanpa disengaja.

Ingatannya kembali pada hari kemarin di mana untuk pertama kalinya ia dan Chika bertemu walau tak sempat bertegur sapa sebab Chika tidak melihat keberadaannya, sepulang dari lapangan hingga saat ini Christa masih berpikir mengenai gadis yang waktu itu memeluk dunianya. Gusar melanda membuatnya bingung harus bertindak seperti apa, sisi pengecutnya berhasil mengambil alih pikiran untuk pergi tanpa bertanya pada sang pembuat kesedihan hati.

"Sumpah deh, aku lebih suka dengerin kamu galau soal dia dibanding melihatmu diam selayaknya patung. Kamu masih sadar kalau kamu manusia, kan?" Ucap Zee mencoba mengambil kembali perhatian Christa yang malah termenung, jika biasanya dengan mudah mendapat jawaban maka kali ini Zee harus ekstra menunggu untaian kata dari saudaranya itu.

"Aku ketemu kak Chika kemarin."

"Hah?"

Spontan Zee merubah gurat wajahnya, tak seperti dirinya lagi yang membuat guyonan agar Christa bisa tersenyum. Matanya mengartikan sesuatu yang berbeda, kekesalan bercampur kecewa membuatnya menatap marah kepada Christa yang juga menatapnya.

"Untuk apa kamu ketemu dia lagi? Ck, kamu benar-benar lupa gimana dia dan janji busuknya untuk gak meninggalkan kita disana? Dia tetap pergi Christa, dia pergi tanpa berpamitan setelah kemarin mengucapkan janji untuk bersama!" Emosi sulit tertahan kala bayang-bayang persahabatan indah ketiganya memengaruhi isi kepala.

Kekecewaan begitu besar hingga berhasil menutupi kerinduan akan kehadiran Chika dalam hidupnya, Zee kini begitu sulit mendengar apapun mengenai gadis itu dan Christa mengatakan apa tadi? Bertemu dengan gadis bernama Chika itu? Yang benar saja. Gadis penyuka musik itu menyisir rambutnya ke belakang, tak mengerti mengapa Chika berada di kota yang sama dengan mereka sebab yang ia tahu gadis itu tak memiliki siapapun selain di Amerika.

"Aku gak tahu gimana ceritanya tapi sewaktu aku lari di lapangan yang pernah aku bilang sama kamu, aku lihat dia meski dari posisi membelakangi aku. Dia tumbuh semakin tinggi Zee, semakin cantik dan semakin membuatku ingin memeluknya dan mengatakan bahwa aku benci dia karena ninggalin kita setelah janji yang diucapkan. Tapi.." Christa menjeda ucapannya, kembali menghela napas membuat Zee yang menunggu lanjutan cerita pun menaikkan sebelah alisnya.

"Tapi kenapa?"

"Aku mendengar suaranya dan semakin yakin itu kak Chika tapi dia bukan lagi kak Chika yang kita kenal, dia.. Dia berpelukan dengan gadis yang belum sempat kulihat, mereka berpelukan erat seakan gak peduli pada siapapun yang mungkin melihat tindakan mereka." Christa menundukkan kepala, keyakinannya untuk menemui Chika benar-benar menyakiti hati.

Tu Es Mon ÂmeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang