Part 11

1.9K 196 22
                                    

Silau, indra penglihatannya begitu tidak nyaman ketika perhatian mata tertuju kepada sinar yang begitu menyakitkan. Punggung yang hendak terbangun pun mendadak mati rasa membuatnya meringis hingga sesosok yang membawa nampan berisi minuman pun mempercepat langkahnya.

"Tenanglah, Shani. Apakah terlalu sakit?" Pertanyaan itu dibalas anggukan oleh sang pemilik nama, tidak mau rasa tidak nyaman yang hadir membuat perempuan itu semakin menatapnya dengan rasa bersalah.

"Aku baik, gak perlu khawatir seperti itu." Jawab Shanira tidak sesuai dengan kondisi tubuhnya yang jauh dari kata baik.

Menyamping kan rasa sakit yang disebabkan oleh kelalaiannya sendiri, netranya memilih berfokus pada ciptaan Tuhan yang indah di hadapannya. Penuh kekhawatiran, ketakutan hingga terlihat sisa air mata yang mulai mengering di sudut mata itu. Shanira menghela napas, kembali dibuatnya Grazella bersedih. Mengapa demikian? Mengapa sejumput kebahagiaan tidak pernah ia toreh hingga yang tersisa selalu rasa sakit?

"Jangan banyak bergerak, Shani. Wajahmu seperti mayat, kamu harus banyak istirahat." Kedua tangan dengan siaga menidurkan Shanira yang hendak bangun membuatnya tertawa lirih, tak peduli bagaimana sepasang mata menatapnya seolah ingin mencincang tubuhnya.

"Aku masih hidup dan masih bisa melihat cantiknya wajahmu, Ge. Aku baik-baik aja, jangan perlakukan aku seperti pasien yang baru kembali dari komanya." Ucap Shanira santai.

"Tolong jaga mulutmu sebelum ku tampar menggunakan sepatuku, masih sakit tapi sifat menyebalkanmu gak juga hilang." Bagaimana bisa Shanira mengucap kalimat mengerikan itu sesantai bagai duduk di pasir pantai? Grazella mendengus sebal, mungkin dirinya lah yang terlalu berlebihan hingga terseok-seok memapah Shanira ke ruangannya tanpa bantuan orang lain.

Atasan Shanira itu berlalu meninggalkan pasien pribadinya membuat Shanira mendengus meski tak memiliki kekuatan untuk mengikuti kepergian sosok yang sedikit ia rindukan, iya sedikit. Tangannya yang tergantung diutus memijat bagian kepala yang masih terasa sakit, dahulu ia sering meninggalkan waktu sarapan untuk bekerja namun mengapa sekarang ini efeknya parah sekali? Shanira tidak berminat memanjakan diri dari dahulu, ia selalu memecut tubuhnya seperti hewan agar terus bekerja dan bekerja.

"Aku benar-benar lemah, percuma latihan ku selama ini jika berakhir tergeletak bagai orang mati dan merepotkan orang lain." Gumamnya sedih.

"Jangan bergelut dengan pikiranmu yang buruk itu, apapun yang kamu pikirkan semua itu gak boleh terealisasi di kehidupan nyata." Grazella kembali dengan membawa nampan yang berisi semangkuk makanan dan segelas air hangat untuk Shanira.

"Mengapa minumannya ada dua?"

"Diamlah, semua yang kuberikan untukmu itu baik dan bersertifikat resmi." Sebal Grazella membuat Shanira terkekeh kecil.

Dengan hati-hati ia taruh nampan itu kemudian mendudukkan Shanira, sesaat dirinya merasakan hawa hangat dari tubuh perempuan pemilik hatinya membuat Grazella segera menempelkan punggung tangannya di kening Shanira. "Kamu demam, astaga! Ayo ke rumah sakit, aku gak mau terjadi sesuatu kepadamu." Grazella tak bisa menutup rasa khawatirnya melihat keadaan Shanira yang kian melemah, sungguh ia tak mau bila terjadi sesuatu yang buruk jika mengikuti kemauan Shanira yang enggan dibawa pergi ke rumah sakit.

"Jangan membantah, Shani. Kamu inget aku masih marah padamu, kan? Turuti mauku bila ingin kembali mendapat maafku." Pertahanan yang begitu kokoh darinya lebur bagai lilin tatkala mendengar kalimat yang terlontar disertai tatapan mengerikan milik Grazella.

"Aku hanya kelelahan saja, paling sebentar lagi juga sembuh. Jangan terlalu mengkhawatirkan aku, secepatnya tubuhku akan kembali bugar kok."

"Kamu benar-benar ingin membuatku menebalkan kekesalan untukmu, ya? Jangan menguji sabarku, saya tidak sesabar untuk menantimu menjawab iya!" Gerakan untuk beranjak berhasil dihentikan oleh sang pencipta kekesalan di benak Grazella, intonasi bicaranya mulai berubah juga rangkaian kata yang sudah begitu asing kini terdengar lagi di telinga.

Tu Es Mon ÂmeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang