18. To Rere from author

33 5 1
                                    

DISCLAIMER!!

➷Cerita ini benar benar fiksi, the real fiksi
➷Jangan plagiat!
➷Banyak kata kata kasar
➷Banyak typo
➷jadilah pembaca yang bijak
➷don't forget give me vote abis kalian baca disetiap chapter nya

THANKYOU FOR ATTENTION GUYS
HAPPY READING♡

💌💌💌

Seorang gadis menatap kedua pemuda yang lebih tua darinya dengan tajam, tangannya dilipat, ia menatap diam kedua orang itu, ingin bicara sudah tidak sanggup. Kelakuan Reano dan Atlanta sudah bikin Caca angkat tangan. Mereka berdua memukul Arjuna bergantian, karena mereka geram Caca menangis gara gara Arjuna. Itu kalau tidak Caca jambak rambut kedua orang itu, mereka tidak akan berhenti memukul.

Luka Arjuna pun sedang diobati oleh Cerry, dan yang memukul diomeli habis habisan oleh Cantika. Reano dan Atlanta tidak merasa bersalah sama sekali, dan itu membuat Caca, Cantika, dan Cerry kesal.

"Bang, tadi tuh gua lagi curhat aja sama dia, ya kebawa suasana aja," cerita Caca dengan jujur.

Reano mengangkat alisnya, "bener?" tanyanya. Atlanta menatap Rean tidak terima, "lo percaya aja sama nih bocah, Yan?!" katanya kesal. Reano yang tadinya mulai percaya, jadi tidak percaya lagi gara-gara kompor dari Atlanta.

Caca tersenyum datar, ia memegang kotak P3K, dan seakan-akan ingin melemparnya. "Jangan sampe gua lempar ini ke mulut lo ya, Bang." Caca mengatakan itu dengan senyum manisnya, jadi tambah kesel si Caca. Atlanta tersenyum sangat lebar, dan kedua tangannya terangkat, menandakan ia meminta perdamaian dari Caca.

Emang Atlanta itu orangnya sangat gegabah, bertindak dengan semaunya saja. Cerry tahu dia khawatir, tapi ya tidak gini juga. "Lagian Arjuna ini pacarnya njir, lo pada bukan sapa sapa si Rere," kata Cerry nyelekit. Sampai-sampai Cantika dan Caca terkejut mendengarnya, yang dikatai melirik Cerry yang masih mengobati Arjuna tidak bisa berkutik.

"Cer," Cantika memperingati Cerry, ia menggelengkan kepalanya pertanda kalau perkataan temannya kurang enak didengar. Cerry tahu kalau perkataannya agak sedikit menyakiti hati, tapi ia pun ikutan muak dengan keprotektifan kedua orang yang katanya 'temannya'.

"Apa? Gua ga salah kan?" tanya Cerry tanpa bersalah. Gadis itu menekan luka Arjuna dengan kasa berisi obat merah, membuat yang diobati meringis. "Nih orang emang salah bikin Rere nangis, tapi lo berdua ga ada hak buat mukul dia, atau main hakim sendiri. Kalo salah, malu sendiri kan?"

"Cer, gua tau lo kesel. Tapi lo dari tadi neken luka gua, njir!" Akhirnya Arjuna membuka suara. Bukannya merasa bersalah, Cerry makin jadi. "Lo juga! Ceweknya lagi susah, malah ngilang ga tau kemana!" cecar Cerry.

Arjuna menepis tangan Cerry, "gua nyariin dia asal lo tau, gua ga sebrengsek itu. Ternyata cewek gua selama ini di sini. Gua tau, gua dimata kalian itu brengsek, tapi dia cewek gua." Arjuna berbicara dengan tenang, "gua cowoknya, gua ada hak kan? Dibanding kalian?" tanya Arjuna sambil menatap kedua orang yang memukulinya.

Raut wajah Rean dan Atlanta langsung berubah, Caca jadi panik sendiri. "Waduh Kak Jun, mereka itu udah gua anggap abang sendiri kok, jangan gitu atuh mang." Caca tertawa canggung saat Rean dan Atlanta menatapnya, "kenapa? ga boleh ya?"

Reano tersenyum manis, ia bersekap dada sambil menyenderkan punggungnya di sandaran kursi kafe Bara. "Gua sih gapapa," kata Reano kelihatan senang. Ia menatap Arjuna sambil menyeringai, "lo denger sendiri kan? Gua itu abangnya."

Suasana seketika menjadi dingin, gara-gara kedua orang itu saling menatap satu sama lain. Para gadis di sana hanya bisa menghela nafas, melihat orang dingin antara Arjuna dan Reano tidak selesai selesai.

"Gua sih ga mau ya, gua maunya lo jadi pacar gua," sahut Atlanta memecah keheningan. Predikat cowok terkompor, kayak cocok untuk Atlanta ini.

"Sekarang gua yang mukul lo, Lan." Arjuna berkata dengan nada dingin.

Semua orang tahu kalau Atlanta hanya bercanda, tapi sepertinya Arjuna tidak suka dengan candaan dari Atlanta. Sekali lagi Atlanta menyengir, "canda ngab, ya kali gua sama bocah, bagusan Mbak crush gua kemana mana." Belum saja tutup mulut, Atlanta mendapatkan lemparan kain kasa dari Caca yang mendarat tepat di mulutnya.

"Bacot sih," ujar Caca dengan kesal.

Semua orang yang di sana tertawa melihat interaksi kedua orang berbeda umur itu, tak terkecuali Arjuna.

💌💌💌

Setelah sidang kecil kecilan yang mereka buat untuk mengungkapkan kejahatan Arjuna, Cantika menghukum Reano dan Atlanta yang sudah main hakim sendiri. Hukumannya menjadi tukang cuci piring dan tukang bersih bersih di Kafe Bara, selama karyawan Bara balik dari cuti mereka.

Tidak ada yang membantah, mereka berdua menurut, kalau dibantah juga dapat bogeman mentah dari Cerry. Atlanta tadi sempat melayangkan protes, tapi sudah disela oleh Cerry. "Lo pilih mana? hukuman Cantika atau hukuman gua?" Kira-kira begitulah.

Ini untung untuk Bara, karena kafe nya sedang ramai pengunjung dari tadi. Semakin gelap langit, semakin ramai pula pengunjung. Jadilah teman temannya membantunya, Bara pun tidak memperbolehkan Caca berkerja untuk hari ini, karena ini masa cutinya juga.

Sekarang yang di meja penghakiman hanya ada Arjuna dan Caca, yang lain sibuk dengan pekerjaannya sendiri.

"Ini cukup, kan?" Caca bertanya tiba-tiba, pertanyaan tidak terlalu konteks apa yang dimaksud. Arjuna mengerutkan dahinya bingung, "apa maksudnya?" tanyanya memastikan.

"Semua ini, perhatian dan kasih sayang dari mereka untuk Rere nanti kalo gua udah pergi, ini udah cukup kan?"

Arjuna terdiam mendengar ucapan Caca, ia memandangi gadis yang sedang menatapnya dengan bertanya-tanya. Tak lama ia mengulas senyum, "lebih dari itu, Ca." Arjuna menjawab seadanya saja, ia tidak tahu harus menanggapi kebaikan Caca.

"Bagus lah," gumam Caca.

Gadis itu beralih memandang Atlanta yang sedang membersihkan meja, dibelakang pemuda itu Cerry datang membawa pesanan pelanggan melewati Reano yang sedang membereskan meja dan sedikit menjahili temannya itu. Tak jauh dari sana, Cantika yang sedang sibuk melayani pelanggan yang memesan, di sebelahnya Bara sibuk menjadi barista. Caca tersenyum melihat orang orang yang ia kasihi, matanya menyiratkan kesedihan.

Mereka pasti akan melupakan Caca yang mereka kenal, dan akan tetap menyayangi Rere. Sedikit tidak terima, tapi ini bukanlah tempatnya, dan ini bukanlah orang orangnya. Pasti di tempatnya, ada yang menyayangi dirinya sebagai Casanova Sahara.

"Ca, gua ga bakal lupa sama kebaikan lo, dan Caca juga si penulis takdir Arjuna."

Caca kembali menatap Arjuna yang tersenyum, ia pun ikut tersenyum. "Semoga aja, gua juga ga tau kedepannya."

💌💌💌

The Writer Of Destiny:  happiness for all the charactersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang