09. Hampir semuanya terungkap

55 9 0
                                    

DISCLAIMER!!

➷Cerita ini benar benar fiksi, the real fiksi
➷Jangan plagiat!
➷Banyak kata kata kasar
➷Banyak typo
➷jadilah pembaca yang bijak
➷don't forget give me vote abis kalian baca disetiap chapter nya

THANKYOU FOR ATTENTION GUYS
HAPPY READING♡

💌💌💌

"GUA KEHILANGAN KEMBARAN GUA BANGSAT! LO UDAH BIKIN JIWA RIANA PERGI BITCH!"

Rombongan dari Arjuna maupun Arjuna nya sendiri pun bingung apa yang dikatakan anak kedua dari Vretions itu, sudah pergi?

Kevin yang tidak terima adiknya diteriaki pun menanyakan, "maksud lo apa?! jelas jelas kembaran cabe lo itu masih nafas gitu!" tersebut dengan khasnya, menyolot.

David tersenyum sinis, lalu menunjuk kearah Daizy yang cengar cengir dari tadi. "Dia, yang di dalam tubuh Riana itu orang lain, bukan Riana sendiri. Riana udah pergi, tinggal tubuhnya yang lo pada liat sendiri, tapi jiwanya digantiin sama jiwa orang lain." David menjelaskan dengan nada yang menyayat hati, ia menundukkan kepalanya lesu.

Keysa yang sedari tadi diam, tiba tiba datang dengan mendorong pelan tubuh Rere, matanya berderai air mata. "Gara-gara lo gua kehilangan sahabat gua, gara-gara lo Riana mati!" cerca gadis itu dengan isak tangis. Caca yakin itu adalah air mata buaya, munafik sekali.

Daizy yang dibuat pusing dengan keadaan ini, memberhentikan drama ini. "Udah ah, pusing kepala gua," keluhnya. Dia ini baru bangun, malah di persaksikan acara drama seperti ini. Tapi keluhannya tidak dihiraukan oleh orang orang itu.

Suasana lebih mencekam ketika Caca tertawa, gadis itu melihat kearah Keysa yang menangis lebih tepatnya berpura-pura menangis. Caca menghentikan tawanya seketika, merubah rautnya dengan cepat, "gua mau buat pengakuan lagi." Caca berkata begitu, lalu menunjuk kearah Keysa, "dia-hmp!"

Kevin membekap mulutnya, tanpa berkata kata ia menggeret sang adik keluar kamar rawat itu.

David ingin mengejar, tapi ditahan oleh Daizy. "Shut! biarin aja, lagian Riana udah ikhlasin." Mau tak mau David menurut, walaupun ingin sekali membalas gadis yang telah menghilangkan jiwa kembarannya.

Lain hal dengan keluarga itu, Melysa mengejar keduanya, dan dibelakangnya ada Arjuna yang ikut mengejar. Tapi mereka kehilangan jejak saat diparkiran Rumah sakit. Pemuda tampan itu menghampiri sang adik tiri yang tengah memanggil manggil nama kekasihnya itu, Arjuna menepuk bahu gadis itu.

Melysa menoleh, "habis kak. Rere habis ditangan mereka," katanya seperti menahan tangis.

Arjuna dengan sigap merangkul bahu adik tirinya itu. Ia tidak mengerti apa maksud dari Melysa, ia seperti orang bodoh yang tidak tahu kondisi saat ini. Yang ada didalam pikirannya hanya satu, dan itu selalu berputar putar dikepalanya.

'Kalo gua bilang gua bukan Rere yang asli, lo percaya ga?'

Jujur saja Arjuna sekarang sedikit ragu.

💌💌💌

"DASAR ANAK GA TAU DI UNTUNG! KAMU NGEHANCURIN SEMUA RENCANA SAYA, ANAK SIALAN!"

Adisetiawan berteriak seraya memukul gadis yang sudah kesakitan dilantai, pria paru baya itu memukul anak gadis satu satunya dengan gasper kepunyaannya.

Setelah mendengar aduan dari putra sulungnya, Adisetiawan mengamuk lalu menampar Caca yang katanya bersalah itu. Ia merasa kalau gadis itu hampir menghancurkan segala rencana balas dendamnya, hampir saja gadis itu menghancurkan kepercayaan orang yang ia targetkan untuk balas dendam. Susah payah Adisetiawan menyusun rencana balas dendamnya kepada keluarga Wijaya, tapi hampir saja hancur gara gara gadis yang ia pukul ini.

Pukulan demi Pukulan Caca dapatkan. Demi apapun, Caca tidak pernah mendapatkan kekerasan seperti ini dalam kehidupannya. Ingin memberontak, tapi seluruh tubuhnya telah kaku kesakitan. Ia hanya bisa menangis dalam diam, tidak meraung-raung, karena ia tidak boleh terlihat lemah sekali. Tangannya di tarik, membuat ia terhuyung keatas. Ditatapnya obsidian hitam milik Ayah Rere itu, dan ia balas tatapan itu tak kalah tajam walaupun ada air mata yang tergenang dipelupuk matanya.

Pria beranak dua itu mengeratkan tangannya, "daripada kamu mengacaukan urusan saya, sekarang kamu bereskan barang barang kamu, dan pergi dari rumah ini, jangan pernah balik lagi!"

Caca tersenyum miring, "dengan senang hati pak tua."

➷♡➹

Menahan semua rasa sakit di pergelangan tangannya, Caca membereskan apa yang penting untuk ia bawa. Gadis beralis tebal itu mengemas baju bajunya, dan tabungan milik dari sang pemilik tubuh.

Iya, tabungan.

Ternyata si antagonis ini gemar sekali menabung, si penulis saja tidak punya tabungan saat diumur segini. Dulu diumur 16 tahun ia hanya menghabiskan uang sakunya untuk paketan data internet, karena Caca tidak seberani Rere untuk mengambil kerja sampingan saat masih sekolah. Bangga dah si Caca sama Rere.

Seraya mengemas yang perlu perlu, Caca memikirkan kosan nanti, dan urusan sekolah Caca tidak ingin melanjutkan sekolahnya. Sebagai gantinya ia akan membuka jasa kecerdasannya ini, menjadi guru les privat.

Karena profesinya dulu adalah seorang guru, guru SD.

Dan diumur segini, Caca dulu ingin sekali hidup sendiri, dan itu benar benar kejadian. "Ayo hidup dengan lebih keras lagi, Casanova."

💌💌💌

The Writer Of Destiny:  happiness for all the charactersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang